start Jalan Jalan Ah: Story

Tips Jalan Jalan Kamu ada Disini

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Tampilkan postingan dengan label Story. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Story. Tampilkan semua postingan

Belajar Motret Makanan di Dapur Hangus Playdate

Ini pertama kalinya saya mengikuti workshop fotografi. Yeah saya gak pernah daftar ke kelas fotografi mana pun. Dan setelah saya belajar motret di Dapur Hangus Playdate, selanjutnya saya mau deh ikut workshop fotografi lainnya. Senang belajarnya. Ke mana aja saya teh. Hahaha :D





Dapur Hangus Playdate adalah acara yang diselenggarakan oleh Dapur Hangus. Pernah ada yang dengar atau baca Dapur Hangus? Ah cek Instagramnya saja. Foto-foto makanan di akun tersebut cantik, tajam, dan bagus banget!

Saya kenal orang di belakang merek Dapur Hangus sejak tahun 2012. Ika Rahma namanya. Mantan wartawan lulusan jurnalistik UNPAD ini memulai Dapur Hangus dari blognya. Saya termasuk pembaca setianya. Tulisannya lucu-lucu, kocak gitu. Dan waktu itu Ika udah mulai motret makanan.

Di Dapur Hangus, Ika menjual properti food photography. Gak cuma untuk properti aja sih, kalau barangnya mau dipake untuk kebutuhan sehari-hari pun bisa. Awalnya hanya menjual produk dapur dan meja makan, Ika juga menyediakan jasa food photography. 

Ika gak main-main dengan food photography. Dia nyicil kamera DSLR dan belajar motret makanan. Belajarnya non stop, sampai sekarang. 

Anyway Dapur Hangus Playdate adalah sesi workshop fotografi sekaligus foto produk dan endorse di Instagram. Playdate ini diadakan di rumah Ika.

Yeah saya punya produk. Iya betul Fish Express :D Ada 32ribu followers Dapur Hangus, sayang banget kalau acara begini saya lewatin gitu aja.

Dalam workshop yang hanya untuk 6 orang ini, suasananya kasual banget. Dan iya saya bersyukur banget karena pesertanya dibatasi kurang dari 8 orang. Orang yang hadir empat saja jumlahnya. Saya jadi bebas mau nanya apa aja kepada Ika. Hehehe.

Sebenarnya saya udah tahu sih sesi motret bakal kayak bagaimana. Tapi sejujurnya apa yang saya ketahui sama sekali gak menyamai kejadian aslinya. Food photography yang saya lihat di studionya Ika terlihat sangat pro. Sederhana  sih studionya tapi dari situ saya tahu keseriusan Ika terhadap food photography. Dan tiba-tiba saya jadi malu dengan skill motret saya yang jauuuuuhhhhh dengan kemampuan motonya Ika.

Di studionya Ika, lampu softbox ada 4 : 2 lampu kuning dan 2 lampu putih. Reflektor ada 2. Belum cermin yang fungsinya reflektor juga. Ada juga alas foto yang terbuat dari kayu, bukan kertas. Berat pula itu alas fotonya. Sebagai tambahan, lampu meja juga tersedia.

Dengan peralatan seserius itu, saya menerka-nerka bakal kayak apa fotonya nanti. DAN TERNYATA FOTONYA JADI BAGUS-BAGUS BANGEEEETTTTT! 





Anyway, saya kenalin dulu dengan peserta di Dapur Hangus Playdate (20/112016) ya :
Tia punya produk kukis cokelat, namanya Rocky Bars.
Ari yang produknya bakso dan cilok.
Mail dengan produk katering diet mayo dan es mambo.
Peserta terakhir saya, yang bawa filet ikan lele. Yesss Bandung Diary ini project sampingan doang. Aslinya mah saya dan Indra mendapat pendapatan utama di bidang perikanan :D

Setiap sesi pemotretan, saya ngintilin Ika. Saya motret di titik Ika berdiri untuk moto. Produk orang lain juga saya ikut memotretnya. Ya pokoknya jiplak angle foto ika 100% hahaha. Gak cuma saya, peserta yang lain juga sama. Cuma saya yang motret pake DSLR. Tia, Ari, dan Mail motret menggunakan smartphone. Sesekali Ika juga motret pake smartphonenya.

Di workshop ini saya sering ambil angle yang berbeda dengan yang Ika jepret. Hasil foto-foto saya dengan Ika beda jauh banget hahaha. Saya mah buram dan gak jelas mau memperlihatkan apa. Kalau Ika fokus banget. Saya mah masih bermain-main dengan angle makanannya. Kalau Ika mah enggak, dia motretnya kalem banget, secukupnya saja tapi komposisinya matang banget. 

First thing first yang saya pelajari di workshop ini adalah: LIGHTING. Mengetahui arah datangnya cahaya adalah penting banget! Biar apa? Agar cahayanya kena ke makanan yang mau kita foto dan makanannya jadi glowing. Kalau udah tahu arah cahaya, kita juga jadi tahu mesti motret dari mana, jadi pas kita berdiri kita gak nutupin cahaya.

Hal berikutnya adalah PROPERTI. Ika ini terkenal dengan gaya motretnya yang cantik dan penuh detail. Perintilan propertinya banyak tapi gak norak. Sebaliknya malah lucu banget. Fotonya tuh kayak cewek yang stylish abis, colorful tapi elegan. Kayak siapa ya, Eva Celia lah sosok paling tepat menggambarkan kecantikan foto makanan jepretan Ika versi manusia. 

FYI, kata Ika kalau mau naro makanan di wadah, cari yang bentuknya berlawanan dengan bentuk makanannya. Misal nih makanannya bulet, wadahnya persegi aja agar dalam foto nanti volume makanannya menonjol.

Hal seremeh melipat kain elap untuk properti aja saya baru belajar di workshop ini. Coba, untel-untel kain elap doang apa susahnya kan. Ternyata susah hahaha. Saya sampai mikir kalau ketekunan Ika lah yang membuatnya terampil menguntel-untel kain buat jadi properti. Konsistensi dia yang membuatnya lincah menata manekin dan teko di antara cookiesnya Tia. Sementara saya masih berdiri dan berpikir mesti naro piring di mana, Ika sudah membayangkan secara visual di kepalanya itu piring bakal ada di posisi seperti apa.

Terakhir: KOMPOSISI. Ah euy ini susah banget. Saya biasanya motret benda mati, landscape, moto muka orang, itu komposisinya aja sudah sulit. Makanan apalagi susah banget, apalagi Ika doyan naro properti yang perintilan gitu. Kata Ika sih properti foto itu masalah gaya aja. Ada food photographer yang gayanya super simple, bersih dari properti yang kecil-kecil. Tapi ada juga yang penuh perhatian terhadap detail kayak Ika.

Secara garis besar buat pemula mah ilmu komposisi Rule of Third udah cukup sih.






Saya menyukai warna-warna pilihan properti Ika. Saya juga cinta banget dengan mood foto jepretan Ika. Warnanya tajam, dan tegas. Dan gak norak. Saturasinya gak berlebihan, gak bikin mata ‘sakit’. Sambil menata properti dan makanannya, Ika cerita tentang belajar menyetel selera. Selera ini maksudnya menyatukan warna di satu frame. Kerjaan Ika dulu sering lihat foto-foto di Pinterest. Tapi kayaknya bukan cuma Pinterest yang menajamkan selera warna Ika deh. Jam terbang juga ngaruh.

FYI walau sudah terkenal dengan Dapur Hangus, Ika masih suka daftar workshop food photography. Saya gak nyangka :D “ya kalau saya gak ikut workshop nanti yang saya omongin di workshop yang saya  buat ya itu-itu aja,” kata Ika.

Di workshop food photography, Ika cerita dia gak cuma nyari ilmu fotografi. Ibu satu anak ini juga ngaku kalau properti-properti terbaru yang dia dapat, dia tahunya dari workshop yang dia ikuti.

Kalau kamu nanti ikutan workshop Dapur Hangus ini, perhatiin deh kedetailan Ika pada makanan yang ia foto. Setelah menata makanan, biasanya dia mengulas makanan biar kelihatan lebih glowing dengan kuas dan semprotan air. Atau pas dia mau motret produknya Mail, kentangnya dia bakar biar kelihatan lebih hangus dan menggugah selera. Terus waktu motret produk bakso, kuahnya kurang banyak, Ika ambil teko khusus untuk menuang air ke mangkok yang sudah tertata rapi. Nah ilmu kayak gitu dia dapat dari workshop food photography.

Hari itu saya senang banget ikutan Dapur Hangus Playdate. Mana produk saya difoto pula oleh Ika. Di zaman semua orang bisa jadi apa saja, termasuk fotografer, menjadi konsisten dan persisten adalah barang yang langka. Workshop bersama Dapur Hangus, saya melihat keduanya di diri orang yang telah membangun Dapur Hangus selama empat tahun ini.

Empat tahun memberi hidup untuk Dapur Hangus dan di akhir tahun 2016 ini Ika akan menerbitkan sebuah buku food photography. Wow.

Usai dari Dapur Hangus Playdate, di jalan pulang saya mikir ulang. Saya kira saya belajar motret makanan ala foto katalog dari Ika, ternyata lebih dari itu ilmunya. Senang rasanya bisa kenal dan belajar dari orang-orang kayak Ika yang fokus, konsisten, dan persisten. 

Kalau Ika membuka pendaftaran untuk Dapur Hangus Playdate lagi, ikutan ya. Highly recommended. Cek jadwalnya di akun Instagram Dapur Hangus. FYI yang terdekat tanggal 10 Desember nanti ada workshop food photography Dapur Hangus. 































Teks : Ulu
Foto : Ulu
Share:

Belanja di Bandung: Unique Local Brand

Biasanya pada belanja apa di Bandung, makanan atau pakaian? Di tulisan kali ini saya mau bahas tentang benda-benda buatan orang Bandung yang recommended dan bisa kamu beli sebagai oleh-oleh untuk orang yang kamu sayang. 

Tulisan ini kayak semacam daftar must have item yang bisa kamu beli dari orang (yang tinggal di) Bandung. Menurut saya karya-karya berikut ini mencerminkan kreativitas yang orisinil dan bagus banget! Local brand di Bandung ada banyak banget dan berikut ini saya kasih lihat sedikit dulu. hehehe.

Yak mari kita mulai. 

1. Buku Vitarlenology

Membeli buku tulis di Bandung. Apa istimewanya? Oh tentu saja istimewa. Karena bukunya buatan Vitarlenology. Buku yang ia jilid sendiri. Rupa-rupa jilidnya pun istimewa. Kamu sering ngerasa gak sih kalau membeli produk buatan tangan bagaikan membeli sebuah karya seni? Ya itu yang saya rasain sewaktu akhirnya memiliki satu buah buku Vitarlenology ini.


Photo credit: Anjani Mutter

Orang dibalik masterpiece tersebut adalah Tarlen Handayani. Saya menyapanya dengan nama Mba Tarlen. Buku-buku buatan Mba Tarlen ya ampun bagusnya luar biasa. Terkadang terlihat rumit pembuatannya namun buat Mba Tarlen kayaknya gak susah-susah amat hehehe. Enggak ding, pasti susah heuheuehueh.

Beli buku handmadenya di Tobucil. Atau kamu bisa beli online di Instagram cek deh akun @vitarlenology. Buku-buku buatan Mba Tarlen kebanyakan bagian dalamnya polos, bukan bergaris. 

Saya punya satu buku buatan Mba Tarlen. Buku ini tercetak nama Bandung Diary di bagian depannya. Ugh so sweet. Kalau ngikutin instagramnya, Mba Tarlen sering menantang dirinya sendiri dengan membuat pola book binding yang rumit, termasuk menerapkan pola jahitan tenun ke buku! Eugh gak kebayang gimana bikinnya :D

Mba Tarlen sesekali ngasih workshop book binding (menjilid buku). 



2. Beli t-shirt UNKL347

Distro di Bandung udah banyak. Malah pernah ada waktunya distro di Bandung lagi hits banget. Kayaknya setiap jalan di Bandung pasti ada distronya dan semua orang Bandung mengenakan t-shirt ala-ala distro. Heuehehehe. 

Kayaknya sih mulai awal tahun 2000an tuh distro muncul. Saya kenal istilah distro di tahun 2002 sewaktu hampir semua teman-teman saya membeli sandal di distro UNKL dan t-shirt Ouval Research.

FYI, UNKL347 ini dibacanya uncle (paman, english).




Kalau kamu mau jajan t-shirt di Bandung, saya sarankan pergi ke UNKL347. Distro merek ini nih pelopor distro di Bandung. So yeah UNKL347 adalah sebuah legenda. Desainnya bagus-bagus dan simple. 

Sebenarnya ada Ouval Research, Invictus dan Wadezig sih, itu distro-distro yang oke juga menurut saya mah. UNKL dan Ouval biasanya produk yang paling sering dibajak sih karena mereka yang terpopuler :D

Dateng ke Jalan Sultan Agung untuk belanja produk distro unggulan kota Bandung ya. Instagramnya @UNKL347.



3. Wayang di Cupumanik

Wayang golek ini menurut saya mah the ultimate oleh-oleh benda non-makanan dari Bandung! Terbaik lah. Biasanya orang yang mau bepergian ke luar negeri atau mau memberi hadiah untuk koleganya yang non-indonesia, mereka pengennya ngasih wayang golek sebagai suvenir. Abisnya khas banget Indonesianya.

Membeli boneka wayang di Bandung sebenarnya bisa beli di mana saja. Di pinggir jalan di Cihampelas biasanya ada yang menjual. Di toko oleh-oleh khas Bandung juga ada. Bahkan saya sering melihat bapak-bapak yang jual boneka wayang golek di pinggir jalan Braga dan Car Free Day Dago. 

Namun ada satu tempat yang boneka wayang golek yang amat sangat saya rekomendasikan. Cupumanik nama mereknya. Lokasinya di dekat stasiun Bandung, jalan H. Akbar. Pas seberangnya Kartika Sari.


Photo credit: Cupumanik Blogspot

Kenapa Cupumanik? Karena wayang buatan mereka edaaaaan baguuuuuuus sekaliiiiiiiiii! Tiap karakter wayang kan beda-beda penampakan fisiknya. Arjuna yang kemayu, Bima yang super gagah, dan Yudhistira yang bijaksana. Cupumanik bisa mengukir tiap boneka wayangnya sesuai karakternya. Dan gak cuma itu!

Satu hal lagi yang membuat Cupumanik berbeda. Dan ini tuh ciri khasnya mereka.

Pemilihan warna kain batik yang luar biasa serius. Kain batik dan manik-maniknya seronok abis! Tapi gak norak. Jagoan nih yang mengkurasi warna kain untuk wayang-wayangnya. Warnanya ramai tapi elegan. Meriah tapi mewah. Wayangnya didandani dengan kain seolah-olah mereka manusia mau nikah. Saya belum nemu wayang dengan kain seindah di Cupumanik.

Cupumanik mah kayaknya lebih dari sekadar toko suvenir perwayangan deh.

Cupumanik adalah the best Wayang Golek-shop in town! Sayang aja mereka gak mengelola media sosial dan digitalnya euy. Tapi ada facebook Cupumanik kok, itu juga akun personal sih. Ya masih oke lah. Hehehehe. 



4. BAONG

T-shirt oleh-oleh khas Bandung ada banyak yang jual. T-shirt yang tulisannya Bandung lah, Gedung Sate lah, grafisnya makanan di Bandung lah, wuiw banyak. Susuri jalan Cihampelas atau di Pasar Baru, beeuh banyak yang jual t-shirt oleh-oleh Bandung.




Di Baong ini level t-shirt oleh-olehnya beda kelas dengan mereka penjual di jalanan. Kualitas kainnya aja beda menurut saya mah. Desainnya juga lucu-lucu deh. Banyak sih yang desainnya standar. Saya pernah kerja di Mahanagari dan menurut saya Mahanagari adalah yang terbaik :D tapi karena Mahanagari sudah tidak ada, maka tahta desain-desain khas Bandung itu sekarang ada di pundak Baong.

FYI tokonya ada di CiWalk. Instagramnya @baongbdg


5. Kopi Javaco

Ini cocok untuk para coffee-addict nih. Jajan kopi di Bandung, beli juga kopi versi bubuknya di Kopi Aroma dan Kopi Javaco. Pilih salah satunya aja sih. Hehehe. Sebenarnya ada juga toko jadul lainnya, Kopi Malabar dan Kopi Kapal Selam. Tapi untuk sementara, kita ngomongin Kopi Javaco dulu ya.


Photo Credit: Bandung Diary

Kopi Javaco adalah salah satu legenda kios kopi di Bandung. Sudah ada di Bandung sejak tahun 1930an dan enyediakan kopi jenis Arabica dan Robusta. Rumah yang jadi toko kopinya pun vintage banget, kuno abis.

FYI untuk Kopi Javaco ini saya bisa membelikannya untuk kamu. Ya itu juga seandainya kamu gak bisa datang ke javaco beli sendiri sih :D Semacam titip beliin gitu deh. Caranya cek di tulisan Beli Kopi Javaco ya. 



6. Growbox

Jamur bukan produk khas Bandung. Tapi jamur di dalam box kardus itu ciri khasnya Growbox, sebuah start-up based di Bandung. Produknya sih biasa tapi kemasannya luar biasa. Kalau kamu follow mereka di Instagram, Growbox ini aktif banget mengedukasi followersnya dengan informasi seputar jamur.


Photo Credit : Growbox

Misinya Growbox tentang menanam pangan di rumah sendiri. Ini produk favorit saya. Brilian dan konsisten. Kayaknya kebanyakan ide-ide bagus itu emang ide yang sederhana dan ide yang diwujudkan gak cuma diomongin doang :D

So yeah Growbox adalah kreativitas yang sederhana dan cerdas. Juga keren abis! Kamu bisa beli produknya secara online. Cek di Instagram mereka, @growboxbdg.

Enam dulu ya rekomendasinya. Saya lanjut lagi kapan-kapan hohohoho :D Selamat browsing, follow mereka di IG, dan selamat membelanjakan uang kalian ke kantong-kantong kreatif kayak mereka ini. Produknya bagus, kontennya berisi. Gak mesti pada ke Bandung dulu terus beli produknya sih, beli online juga bisa. Dan sebagai kalimat pemungkas: beli oleh-oleh yang itu-itu aja juga seru kok hehehe dibeli juga ya oleh-oleh Bandung yang itu-itu sajanya :D

Tabik!




Share:

Dinosaurus di Bandung, Emang Ada?

Ya ada lah! Di museum geologi ada replika fosilnya hehehe. 

Hari minggu pagi kami jalan-jalan. Gak tahu mau ke mana, random aja deh berhenti di tempat yang menurut kami menarik. Sewaktu kendaraan yang kami pacu memintas Jalan Pasteur, Indra tiba-tiba ingat patung dinosaurus yang ada di Taman Otten. Ah langsung aja kami belok ke arah taman tersebut. 

Wuah Nabil seneng banget lihat patung dinosaurusnya. Begitu juga saya dan Indra. 

Sebenarnya itu bukan dinosaurus sih, tapi T-rex. Bener gak sih? Ceritanya di Bandung ini ada beberapa patung dinosaurus. Ada tiga. Satu patung dipajang di Taman Lansia. Satunya lagi entah di mana saya belum tahu dan belum browsing. Patung terakhir ini ditaro di Taman Otten. 

Taman Otten bukan taman yang besar. Tamannya mungil aja dikelilingi Jalan Pasteur dan Jalan Otten. Kalau kamu masuk ke Bandung dari tol Pasteur, biasanya kan kamu turun ke jalan Cihampelas. Nah si patung ada di sebelah kanan jalan agak ketutup sih sama jalan layang. Lagipula si t-rexnya menghadap ke arah jalan Westhoff alias membelakangi Jalan Pasteur. 




Iya kenapa ya si t-rex ngadepnya ke jalan yang kurang ramai. Kalau mukanya ngadep ke Jalan Pasteur mah bisa kelihatan lebih banyak orang sih. 

Anyway, seru lah ada patung t-rex. Patungnya terbuat dari susunan lempengan seng gitu. Warnanya hitam keperak-perakan. Kakinya besar sekali. Apa memang begitu ukuran t-rex yang aslinya ya? 

Wah makasih ya hadiah t-rexnya, Pak Walikota! Hihihi. 

Etapi sayang sih gak ada informasi apa-apa tentang si t-rex. Orang tua dan anak-anak yang datang cuma berfoto sebentar lalu pergi lagi. Sayang aja gitu, kalau ada papan interaktif tentang t-rex pasti lebih bermanfaat lagi. Tapi jangan papan informasi yang bosenin sih wkwkwkwk apa ini teh rikwes banyak maunya. 

Ya bayangin aja yang baca anak-anak mah atuh desain papannya juga mesti lucu. Masa garing :D 

Saya belum lihat dinosaurus yang di Taman Lansia. Kalau yang di Taman Lansia itu sih jenisnya Velociraptor. Ukurannya lebih kecil dari T-rex. 

Wah seruuuuuuuu! Nanti saya potoin ya si velociraptornya. Udah banyak sih di Instagram juga :D 




Teks : Ulu
Foto : Indra Yudha
Share:

Ngaleut Rasia Bandoeng, Tentang Skandal di Bandung Tahun 1914

Tahun 1917 bulan Desember di kota Bandung terbit sebuah novel berjudul Rasia Bandoeng. Novel ini berkisah tentang sepasang muda mudi Tionghoa yang jatuh hati dan kawin lari. Karena keduanya berasal dari marga yang sama, maka cinta mereka terhalang tradisi. FYI, kisah dalam novel ini merupakan kisah nyata. Menambah nilai bonus bagi para pecinta cerita fiksi sekaligus sejarah. 

Pertama ini kisah sungguh-sungguh terjadi. Kedua setting dalam novelnya berlatar Bandung di periode 1900an. 

Rasia Bandoeng terbit dalam tiga jilid. Jilid terakhirnya muncul di tahun 1918. Hampir 100 tahun sejak novel tersebut pertama kali hadir, sebuah komunitas sejarah di Bandung menyalin ulang dan menerbitkannya kembali. Komunitas Aleut bukan cuma menerbitkan ulang, tapi juga menyelenggarakan acara menyusuri tempat-tempat yang diceritakan dalam novelnya pada hari minggu (30/10/2016). 




Gak banyak acara jalan-jalan yang dibuat rutenya berdasarkan sebuah buku apalagi genrenya novel. Malah jarang banget. Atau hampir gak ada ya? Di Bandung saja yang menyelenggarakan walking tour berdasarkan novel kayaknya baru Aleut dan Gamboeng Vooruit (waktu saya ikut tur ke Gambung, salah satu lokasi yang ada di novel Sang Juragan). CMIIW.



Cerita Novelnya

Tokoh utama di novel ini ada dua: Hilda Tan dan Tan Tjin Hiauw. Konfliknya muncul karena mereka berdua punya marga yang sama yaitu Tan. Di komunitas Tiong Hoa, orang yang marganya sama tidak boleh menikah, apalagi punya keturunan. Orang dengan marga yang sama artinya punya hubungan kekerabatan yang dekat (sedarah). 

Dengan pria yang rentang umurnya berbeda tujuh tahun itu Hilda tidak peduli marganya sama. Pokoknya cinta mati ke si Tan Tjin Hiauw deh. 

Hilda berasal dari keluarga kaya raya. Sebaliknya Tan Tjin Hiauw berasal dari keluarga yang kondisi keuangannya sedang bangkrut. Rumor mengatakan bahwa si laki-laki menyambut cinta Hilda lantaran ingin memperoleh kekayaan keluarga Hilda. Tapi bagaimana mungkin bisa kecipratan harta kekayaan ayahnya Hilda kalau Hilda sendiri 'dipecat' dari ahli waris keluarganya ya…

Secara garis besar kisah di novel ini sama kok dengan kebanyakan cerita di novel fiksi lainnya. Cinta kasih yang ditolak adat tradisi.



Menyusuri Ceritanya

Ngaleut Rasia Bandoeng hari itu destinasinya adalah tempat-tempat yang jadi lokasi Hilda dan Hilda Tan dan Tan Tjin Hiauw kencan dan jalan-jalan. Rutenya dari Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan ke area sekitar Braga, Pasar Baru dan Stasiun Bandung. 

Biasanya kalau history walking tour kan jalan kaki terus hinggap di satu titik lalu cerita tokoh atau cerita penting. Ini kayaknya baru pertama kali saya menyusuri tempat-tempat bersejarah di Bandung yang bumbu ceritanya dari skandal sepasang kekasih. Bukan tentang gedung itu dibangun tahun berapa lah, rumah ini gaya arsitekturnya apa lah :D Seru juga sih kayak main detektif-detektifan *halah*

Waktu Alex (pemandu Komunitas Aleut) cerita kalau novel ini sebenarnya ada tiga jilid, dalam hati saya agak-agak bete ke penulisnya. Tega banget ya ke Hilda. Itu kayak mengupas tuntas skandal kisah cinta Hilda Tan dan Tan Tjin Hiauw tiga buku berturut-turut di muka publik. Seperti luka yang belum dicuci lalu ditaburi garam terus menerus.

Penulis menggunakan nama rahasia: Chabanneau*******. Di novel ini yang masih misteri adalah penulisnya sih. Itu satu-satunya rahasia yang belum terpecahkan.

Ditambah lagi fakta kalau novel ini dibuat berdasarkan surat-surat Hilda yang isinya curhat tentang perasaan dan hubungannya dengan Tan Tjin Hiauw. Belum cukup ini diangkat dari kisah nyata, si penulis menyatakan dalam pendahuluannya kalau nama tokoh dalam novelnya ia ubah sedikit tapi inisialnya sama dengan tokoh aslinya. 

Masih belum cukup, konon penulis novel ini memeras Hermine (tokoh asli Hilda). Kalau tidak ingin kisahnya bocor ke muka umum, Hermine diminta membayar sejumlah uang. Hermine gak mau, lalu terbitlah novel Rasia Bandoeng.

Sepanjang mendatangi kawasan yang disebut dalam novel Rasia Bandoeng, cuma sedikit bangunan yang masih berdiri. Salah satunya eks Hotel Ekspres di Kebonjati. Saya mengenal hotel ini dengan nama Hotel Surabaya. CMIWW. Sekarang bangunan ini milik perusahaan Kagum, jadi hotel Gino Ferucci. Bagian depan gedungnya yang masih kuno masih dipertahankan. Tapi ke bagian tengah dan belakang sudah berganti wajah jadi modern dan bertingkat.

Kami juga melihat kawasan tempat Bioskop Venus dan Apollo (di Banceuy) yang gedungnya sudah tidak ada lagi. Juga ke lokasi kantornya Tan Tjin Hiauw dan toko milik keluarga Hilda. Termasuk ke lokasi Sarikat Kuli-kuli Tionghoa di Pasir Kaliki sebelum berbelok ke arah Stasiun Bandung.



Berbagi Sudut Pandang tentang Rasia Bandoeng

Arya (Komunitas Aleut) dalam sesi terakhir di Ngaleut ini berbagi pandangannya mengenai novel ini. Rasia Bandoeng baginya adalah literasi dibalik pemerasan. Iya juga sih, kalau Hilda menuruti kemauan si pemeras, gak ada novel Rasia Bandoeng.

Bila tidak ada novelnya, gak ada acara Ngaleut Rasia Bandoeng hari itu. Gak ada yang tahu bioskop Apollo dan Venus. Gak ada yang tahu sejarah keluarga Tan Djia Goan, ayahnya Hilda. Gak ada yang tahu perihal Hotel Expres. Gak ada yang tahu Perempatan Kompa. Gak ada yang tahu dulu di Alun-alun Bandung ada pohon beringin dan kalau sore di situ mangkal PSK, gak ada yang tahu nama gang Ijan itu dulunya Soeria-Ijan, dan masih banyak detail-detail lokasi dalam novelnya yang bisa kami telusuri jejaknya hari ini. Ya ada sih di buku yang lain. Tapi kan beda buku beda cerita.

Juga saya baru tahu dari novel ini kalau istilah Pelesiran artinya kamu singgah ke rumah bordil. Juga panggilan 'neng' yang dulu berlaku untuk laki-laki.

Skandal dibalik terbitnya Rasia Bandoeng ini bisa jadi blessing in disguise. Kesusahan untukmu adalah anugerah untuk orang lainnya lagi. 

Sama seperti karakter Hilda yang menurut saya keras kepala (dalam kosakata yang enak dibaca, maka 'teguh pendirian' adalah kalimat yang tepat :D). Di dalam angkot menuju pulang ke rumah, saya ngobrolin novel ini dengan Indra. Indra bilang kayaknya di dunia ini memang diciptakan sosok-sosok seperti Hilda agar orang lain belajar dari hidupnya. 

Maksudnya Hilda orang gak bener terus kita belajar dari kesalahan dia gitu? Tanya saya pada Indra. 

Indra menjawab. Every storm has its silver lining. Sisi negatifnya ya dirasakan oleh Hilda: dikucilkan dari keluarga, mesti berjuang dengan pendapatan Tan Tjin Hiauw yang gak sebanyak uang ayahnya, dan jadi omongan banyak orang. Tapi kan selalu ada sisi positifnya, yaitu belajar dari kesalahan Hilda. Buat Indra kesalahan Hilda adalah keras kepala, gak nurut pada orang tuanya. Tapi buat saya mah kesalahannya bukan itu sih. 

Sebagai perempuan di tahun 2016, kesalahan Hilda buat saya adalah dia cinta dan merasa bahagia dengan orang yang punya 'selir'. Tan Tjin Hiauw berhubungan dengan perempuan lain bernama Nyi Enon yang profesinya pelacur sih. Oleh Tan Tjin Hiauw, Nyi Enon disewakan rumah. Dalam buku sih disebut Nyi Enon dipiara Tan Tjin Hiauw.

Tapi perspektif perempuan di tahun 1914 mungkin berbeda ya. Apalagi kedudukan Tan Tjin Hiauw yang pernah jadi kepala bagian pembukuan dan wakil organisasi kuli-kuli Tionghoa. Masa iya gak berhubungan dengan lebih dari satu perempuan meureun ya :D Seumur-umur saya baca buku tentang bupati Bandung dan jabatan sejenis, baru Martanegara saja yang monogami.

Liefde is bliend. Cinta itu buta. Begitu kalimat pertama dalam bab XI di novel ini. 

Kalau nikah semarga, saya gak bisa menilai itu salah sih. Kakak ipar saya menikah dengan perempuan yang masih satu keluarga. Anaknya sekarang empat. Terus biasa-biasa aja sih gak ada masalah heuheuehu. Prinsip tiap adat memang berbeda-beda ya.

Yang menarik saya baru saja membaca novel Memang Jodoh karya Marah Rusli. Ceritanya mirip Rasia Bandoeng, diangkat dari kisah nyata penulisnya sendiri. Marah Rusli adalah orang Minang yang menikah dengan perempuan dari Suku Sunda. Pernikahannya itu tidak disetujui keluarga Marah Rusli. Buku ini terbit 50 tahun setelah Marah Rusli wafat karena keinginan beliau sendiri. Kata Marah Rusli sih novel terakhirnya ini kisah nyata dan ia gak mau menyinggung tokoh-tokoh asli dalam novelnya. Kalau diterbitkan 50 tahun kemudian kan para tokoh dalam novelnya sudah meninggal. Begitu katanya.

Wow baik banget ya. Satu novelnya Marah Rusli itu menurut saya mah kenyinyiran dalam bentuk terbaik, tercerdas, terhalus, dan tersopan. Beda banget dengan Rasia Bandoeng ini. Sudah mah kejadiannya tahun 1913-1917, novelnya pun terbit di tahun 1917. Hilda Tan menanggung banyak beban di punggungnya. Tapi bener gak ya beban, bisa jadi kan Hilda mah cuek-cuek aja kan. Kadangkala orang yang gak mengalami kayak saya ini bisanya mendramatisir, yang ketimpa masalahnya mah kalem. Ya mungkin sih :D 

Menjadi peserta di Ngaleut Rasia Bandoeng, saya tentu saja baca novelnya dulu sebelum berangkat jalan-jalan. Ini buku membawa perasaan melankolis mengingat settingnya yang beneran Bandung tahun 1900an. Namun juga tragis.

Bacaan saya baru sampai di halaman 130an. Novelnya tamat di halaman 257. Sebelum membaca novelnya, seperti biasa saya baca Kata Pengantarnya yang lumayan panjang. Tapi wajib dibaca ya, jangan dilewatkan oleh sebab kata pengantarnya cerita panjang lebar tentang latar belakang novelnya disalin dan terbitkan ulang. 

Lalu saya langsung baca daftar isi dan langsung loncat ke bagian terakhir. 

Di bagian terakhir buku ini ada 12 tulisan seorang wartawan Pikiran Rakyat yang berkaitan dengan kehidupan nyata tokoh-tokoh dalam novel Rasia Bandoeng. Wah ini juga menarik banget!

Kalau bab cerita di novelnya ada 27 kalau gak salah. Jadi ya ini buku padat gizi :D 

FYI kalau kamu sama kayak saya, berasa pusing kalau baca tulisan berejaan lama, nah novel ini sudah menggunakan ejaan baru. Gak semua sih, karena tutur kalimatnya masih melayu tempo dulu. Beberapa kosakata masih dipertahankan aslinya. Tapi ejaan kayak OE diubah jadi U. 

Ngaleut Rasia Bandoeng Tur jalan kaki yang melankolis sih menurut saya mah. Ngaleut yang menyenangkan. Buku apalagi yang bisa dijadiin tur jalan kaki gini ya? Mau lagi lah ikutan :D 

Novel Rasia Bandoeng dapat dibeli di Komunitas Aleut. Cek Instagramnya untuk detail pembelian novelnya. 


























Teks : Ulu
Foto : Ulu. Foto-foto gak terlalu nyambung sih dengan novelnya. Cek IG atau Twitter Aleut juga ya. Heuheuheu. 
Share:

Seminar Digital GRATIS 100%

Paket TOUR Pilihan

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 JELAJAH 3 PULAU SERIBU (ONE DAY) *AV-D Mulai dai IDR 100.000

Berlaku: 21 Nov 2018 – 31 Mei 2019 BROMO ONE DAY TRIP *CT-D Mulai dari IDR 300.000

Berlaku: 04 Mei 2019 – 05 Mei 2019 PULAU TIDUNG 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 350.000

Berlaku: 06 Apr 2019 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 360.000

Berlaku: 27 Mar 2019 – 31 Mei 2019 PULAU HARAPAN 2D1N (OPEN TRIP) *AVD Mulai dari IDR 370.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU AYER ODT *AV.D Mulai dari IDR 399.000

Berlaku: 01 Agu 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 29 Apr 2019 – 03 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND *TX Mulai dari IDR 8.900.000

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM HAINAN ISLAND HARI SABTU STARTING JAKARTA JUN *TX Mulai dari IDR 4.650.000

Berlaku: 05 Mei 2019 – 08 Mei 2019 4 HARI 3 MALAM BANGKOK PATTAYA *TX Mulai dari IDR 5.500.000

Berlaku: 14 Mei 2019 – 18 Mei 2019 5D THAILAND MALAYSIA SINGAPORE *TX Mulai dari IDR 5.800.000

Berlaku: 01 Nov 2019 – 04 Nov 2019 MOTOGP GRAND PRIX OF MALAYSIA SEPANG INTL CIRCUIT 4D3N *TX Mulai dari IDR 5.900.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 12 Mei 2019 – 16 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND Mulai dari IDR 9.000.000

Jadi Agen Sekarang Gratis!

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support