start Jalan Jalan Ah: Featured

Tips Jalan Jalan Kamu ada Disini

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Tampilkan postingan dengan label Featured. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Featured. Tampilkan semua postingan

Menginap Semalam di VillaTel Salse, Penginapan di Dago Giri

Huaaaa akhirnya setelah setahun tertunda-tunda bisa juga menginap di VillaTel Salse! Lama banget ya setahun kemudian baru kesampaian. Padahal tempatnya gak jauh dari rumah, hanya beda bukit dan lembah. 

Tahun 2014 saya pernah berkunjung ke restoran/kafe bernama Warung Salse. Tulisannya bisa dibaca di Tumbuh Cinta di Warung Salse. Waktu itu pihak pengelola menyampaikan kelak akan dibangun tempat menginap di lembah Warung Salse. Jatuh cinta dengan desain kafenya, saya kan jadi penasaran seperti apa hotelnya nanti. 

VillaTel Salse ini bisa dibilang hotel iya, resort juga iya. Mini resort sih tepatnya. Disebut vila pun mirip sih bentuknya. 

Berlokasi di Dago Giri, menuju ke VillaTel Salse ini jalannya menanjak dan menurun. Banyakan tanjakannya sih. Tapi sepadan kok. Sayang juga sih jalan di Dago Giri gak mulus, padahal banyak tempat nongkrong di sini. Tapi sarana jalan rayanya ya ampun jelek banget :(

But anyway VillaTel Salse ini tempatnya lucu banget, seger sekali, dan indah! Pendek kata mah instagram abiiisss!




Hayok saya mulai bahas hotel ini mulai dari:

ROOM

Lobi hotelnya mirip galeri. Artsy dan warnanya dominan putih. Desainnya gak biasa sih. Indra kasitahu saya kalau VillaTel Salse dirancang oleh dosennya dulu di Arsitektur ITB, Baskoro Tedjo, orang yang merancang banyak bangunan cantik di Bandung dan seluruh Indonesia. Wow pantas saja citarasa penginapannya beda dengan hotel kebanyakan heuheuheu….

Tapi rangkanya aja sih yang kayaknya rancangan Pak Bas, kata Indra. "Interior kamarnya dirancang orang lain, bukan gaya Pak Bas soalnya, kalo lobinya sih Pak Bas pisan" kata Indra lagi. Cmiiw :D

Well anyway setelah melewati proses check in yang gak lama, kami diantar ke kamar 204. Berjalan melalui bangunan-bangunan kamar rasanya masih surreal. Bagus banget bangunannya sangat gak biasa, gak konvensional. Aduh lihat fotonya saja ya. Saya gak bisa nulisinnya :D Bahkan tempat buat duduk sambil make sepatu/sandal aja dipikirin dan bentuknya bukan kursi tapi batu kali. Ah euy...lucu banget as in keren sekaliiii!

Kamar 204 ada di lantai 2. Melalui anak tangga yang lumayan banyak itu kami tiba di kamar. Kalau kamar hotel umumnya masuk lewat bagian depan, di VillaTel Salse ini mah enggak. Pntu kamarnya ada di bagian belakang. Bagian depan berfungsi sebagai teras/balkon saja. Nyeni arsitektur bangunannya. Satu bangunan terdiri dsri empat kamar. 

By the way mood kamarnya mirip vila, minus dapur :D

Bednya ukuran queen dan gak empuk. Bantalnya ya lumayan lah masih oke. Lemari pakaiannya menurut saya oversize. Kayak lemari di rumah. Saya bertanya-tanya siapa orang yang tinggal di VillaTel Salse selama itu sampai butuh ruang di lemari sebanyak ini. 

Tidak ada AC di kamarnya. Menurut saya gak perlu juga. Tanpa AC pun udah dingin banget udaranya.

Kamar yang saya book tipenya Deluxe. Lantainya keramik. Jadi pastikan selalu melangkah dengan sandal hotel. Dingin banget soalnya hehehe. Kalau tipe kamar Suite, lantainya parkit (kayu). 

Channel televisi jumlahnya pas-pasan. Tapi ada BBC Earth! Horeee :D Channel lain gak banyak pilihan dan itu juga error-error gitu. Mungkin efek hujan. Wifinya juga jelek banget sinyalnya. Saya menggunakan kuota sendiri saja karena wifi di sini merem melek heuheuheu.

Kamar mandinya bersih dan amenitisnya super lengkap. Gak cuma sabun, shampoo, dan pasta gigi dan sikat giginya, mereka menyediakan sisir, body lotion, cotton bud, dan hair dryer untuk tamu. Handuk ada tiga macam: tubuh, muka, dan tangan. Super lengkap! Buat kamar yang ratenya 400-500ribu ini, amenitynya kayak kamar di hotel bintang lima. Oiya, air hangatnya sangat responsif :D 

Dan highlight dari kamar ini menurut saya adalah jendela dan balkonnya. Aduduh bagus sekali pemandangan dari kamar ke arah pepohonan. Di pagi hari saya sampai buka pintu dan jendela kamar dan kembali tidur dengan jendela terbuka lebar-lebar. Sejuk sekali...

VillaTel Salse ada di lembah, Warung Salse ada di puncak bukitnya. Jadi ya dari kamar saya bisa melihat sedikit bangunan Warung Salse di atas sana, tertutup banyak pohon. 

Suara sungai dan binatang hilir mudik memenuhi telinga saya. Aduh damai sekali ada di sini. Udara sejuk dan suara alam yang menenangkan. Saya gak mau lekas pulang. Menginap semalam di VillaTel Salse rasanya amat sangat kurang. Dua malam udah paling minimal, sekarang saya ngerti kenapa lemari itu gede banget dan banyak ruangnya, mungkin ada yang menginap di sini berhari-hari ya...


LOCATION

Ada di sudut Dago Giri, agak males kalau mau pergi ke mana-mana. Pengennya diam di kamar. Tidur - makan - tidur. Untuk memesan makanan, saya tinggal telpon ke Warung Salse, makanan diantar ke kamar. 

Tapi sebenarnya di sepanjang Dago Atas ini surganya kafe-kafe lucu. Ada beberapa tempat makan yang seru. Lawangwangi misalnya. Rumah Miring juga oke tuh. Roti Selai (recommended terutama kalau kamu suka western food). The Valley. Skylight (view dari kafe ke arah Bandungnya bagus banget!). Warung Laos. Dan seabrek tempat makan lainnya. Tapi kesemua tempat itu enaknya dicapai dengan kendaraan lagi. Kecuali lawangwangi sih yang cuma 200 meter dari Warung Salse. 

Mendingan bawa perbekalan makanan sendiri dan memesan makanan ke Warung Salse kalau malas beranjak ke luar dari kamar. Lagian gak ada juga Indomart dan Alfamart :D 

Kalau mau jalan-jalan, dari VillaTel Salse kamu bisa pergi ke The Lodge Maribaya di Lembang. Dago Giri ini kan shortcut ke Lembang. Bisa juga kalau mau diteruskan ke Gunung Tangkuban Parahu. Lalu ada Lawangwangi (disebut terus :D) untuk berkunjung melihat pameran, Selasar Sunaryo, Wot Batu, Tebing Keraton, Hutan Dago Pakar, dan masih banyak lagi tempat seru di sekitar Dago. Oh kalau kamu hunting berlian, di Dago udah paling tepat karena ada Indo Wisata Permata di sini, markas besar berlian terbaik di Indonesia. 

Dago kan di Bandung Utara dan Bandung Utara ini surganya tempat-tempat yang bagus, murah juga mahal, dan artsy sih :D 


FOOD

Di sore hari saya dikirim satu piring snack berupa Pisang Aroma. Ugh enaknya. Pisang Aroma bertabur tepung gula dan dilumuri karamel yang manis. 

Makan malam kami lakukan di restoran. Hujan sudah berhenti, kami menapaki tangga menuju ke Warung Salse. Gelap banget kami harus menyalakan lampu senter dari smartphone. Mungkin karena hanya dua kamar yang terisi ya jadi lampu sekitar tangga dari VillaTel Salse ke Warung Salse dimatikan. Lampu-lampu utama masih menyala sih. 

Terengah-engah tiba di Warung Salse kami menyantap makan malam dengan lahap. Enak banget! Saya memesan Nasi Goreng Rendang, Indra memesan Kwetiaw Goreng, dan Nabil makan Spagheti Ayam Tahu. Enak semua gak ada yang failed. Lain kali kami makan di kamar saja hahaha capek jalan kaki nanjaknya :D 

Lalu di pagi hari. Porsi makan pagi banyak dan mengenyangkan. Karena saya menginap di hari kerja dan yang menginap juga gak banyak, sarapannya ala carte bukan buffet. Kami diberi formulir menu sarapan isinya pilihan menu main course, drink, dan dessert. Lalu pilihannya mau makan di kamar atau di restoran (Warung Salse). Kami memilih sarapan di kamar saja.

Menu di restorannya variatif, kebanyakan menu rasa lokal. Rasanya oke, gak mengecewakan. Sebagai gambaran, waktu makan malam kami memesan 3 makanan + 3 minuman. Totalnya setelah tax and service adalah 199K


SERVICE

Oke! Gak ada komplen. All is well. Ramah dan menyenangkan.


DEPOSIT

RP200.000


RATE

Kamar Deluxe yang saya pesan sekitar RP500.000+++ termasuk sarapan. 
Ada dua tipe kamar lainnya: Executive ratenya Rp700.000+++ dan Suite yang harganya Rp900.000+++. FYI, di sini semua kamar ada teras/balkonnya. 

Kamu bisa memesan kamar di VillaTel Salse di situs booking online, termasuk Air BnB. FYI, kamu juga bisa book via Bandung Diary. Nanti saya book kamarnya via Agoda. Cara pemesanannya bisa dibaca di tulisan Book A Room ini. 


NOTES

1. Pesan kamar di lantai atas biar dapat perspektif yang lebih seru aja sih dari balkonnya :D 
2. Kalau ingin menikmati kamar dengan lantai kayu (lebih hangat), terutama kalau bawa orang tua yang sudah sepuh, pesan kamar yang Suite. 
3. Kalau bawa anak kecil dan orang tua sepuh, request kamar di lantai dasar aja ya. Kasihan kalau yang udah sepuh harus naik turun tangga. 
4. Request kamar di lokasi dekat amphiteater. Di VillaTel Salse kamar-kamarnya dibagi ke dua wilayah. Satu di kaki bukit Warung Salse, satu lagi nyebrang jalan yang gak lebar kok. Cuma saya gak tahu ini tipe kamar menghadap ke pemandangan macam apa. 
5. Request kamar yang tidak dekat dengan jalan. Karena terkadang ada bising dari suara motor warga.
6. Di sini ada jacuzzi, ukurannya kecil karena emang dimaksudkan untuk berendam saja. Airnya hangat. Waktu saya menginap sih airnya suam kuku gitu :D belon dinyalain kali water heaternya.
7. Hunting foto! Dengan arsitektur bangunan dan landscape sebagus di VillaTel Salse, sayang kalau gak foto-foto euy :D

Terlepas dari kekurangan VillaTel Salse, saya jatuh cinta dengan penginapan ini. Pengen balik lagi. Penginapan ini recommended banget. Permainan ruangnya unik, kayaknya hotel di Bandung udah kebanyakan dan arsitektur sebuah penginapan bisa menjadi senjata andalan untuk menarik tamu menginap. Ya kayak VillaTel Salse ini. 



















Teks : Nurul Ulu
Foto : Indra Yudha
Share:

Hotel Whiz Cikini, Super Simpel!

Waktu jalan-jalan di Jakarta, saya nginep di Cikini. Saya hunting hotel yang lokasinya dekat dengan Balaikota dan Monas. Cikini apaan juga saya gak tahu :D 

Sebenarnya ada 1 hotel yang kami pengen inepin di daerah Thamrin. Well ternyata pilihan menginap di Whiz Cikini gak salah. Kenapa? Karena lokasinya strategis banget! 

Bahas dari apanya dulu nih. Kamar hotel ya. 




ROOM

Kami menginap di kamar superior. Sempet ganti kamar segala nih karena pada awalnya kami dikasih kamar yang ada connecting doornya. Terdengar orang lagi ngobrol di kamar sebelah. Ah ya sudah saya bergegas nelpon resepsionis dan minta ganti ke kamar yang gak ada connecting doornya. 

Dengan sigap mereka segera mengantar kami ke kamar yang lain. Nah ini nih kamar yang pas kami masukin, hati kami sreg 100%. Halah :D 

Walo view ke luar gak ada bagus-bagusnya, tapi jendela yang lebar itu menyenangkan. Kamarnya tidak luas, tapi juga tidak terlalu kecil. Untuk menampung kami berdua dan satu anak kecil, sangat cukup. 

AC oke banget! Channel tivi ada HBO, Starworld, dan Natgeo selain channel lainnya. Saya udah sebut berkali-kali kalau saya suka nonton film. Jadi channel film kayak gitu wajib buat saya mah. Ukuran televisi agak kekecilan sih buat yeah no problemo. 

Interior kamarnya bersih. Dinding warna putih dari satu dinding ada teksturnya warna putih juga. Begitu juga penerangannya yang sangat proper. Cahayanya gak terlalu terang sih, kurang cocok buat yang mau nulis tangan atau baca buku deh. Kecuali bacanya deket lampu tidur sih.




Kamar mandinya nih yang aneh. Karena terbagi dua. Toilet di sisi kiri, shower di sisi kanan :D Saya gak terbiasa dengan model kamar mandi begini. Agak merepotkan dan boros material pintu gak sih? Ah yasudahlah gak terlalu jadi masalah juga. 

Amenitiesnya standar hotel bintang tiga. Sikat gigi/pasta gigi dan sandal hotel mesti minta ke resepsionis dulu. Air panas comes very fast and very strong *halah :D 

Gak ada keluhan untuk kamarnya dan kamar mandinya. All is well. 


FOOD

Satu hal lagi yang tidak mengecewakan di Whiz Cikini adalah makanannya! OMG senangnya makan pagi kami enak-enak semua :D 

Menunya sederhana sih. Hari pertama nasi uduk. Hari kedua nasi kuning. Menu lainnya ada roti, buah-buahan, lontong kari, dan satu lagi lupa nama makanannya apa. Mirip-mirip lontong kari lah. Rasanya? wuenaaaakkkkk! 

Restorannya mirip ruangan dokter. Serba putih. Bener-bener clean and white deh ini hotel dari ujung ke ujung. 


SERVICE

No complaint. Standar aja servicenya. 


LOCATION

Karena saya berkeliaran di Balaikota dan Monas, Whiz Cikini udah yang paling pas! Jarak dari hotel di Balaikota gak lebih dari 2km. Saya udah mau jalan kaki aja ke Balaikota wkwkwkwk kata temen-temen jangan mending naik Grab/Gojek. Ah yasudah naik Grab. 

Ternyata emang beda sih berjalan kaki di Bandung dengan di Jakarta :D 

Bahkan dari Gambir ke hotelnya juga deket banget. Mau jalan kaki sih tadinya mumpung cuaca Jakarta mendung dan adem. Eala pas baru jalan bentar turun hujan. Preeet ah :D 

Oiya kalau mau jajan juga gampang banget. Hotel ini diapit minimarket dan mall! hihihhi super strategis. Di sebrang hotel malah ada kafe-kafe dan coworking. Jalan dikit ada Planetarium. Waduh euy kalau ada kesempatan lagi mah saya mau nginep di Cikini dan eksplorasi daerah Cikini. Ke Museum Nasional juga belum sempet. Eh deket gak sih museum nasional dengan Cikini? Pas naik bajaj dari Gambir ke hotelnya kayak yang ngelewatin museumnya deh. 


DEPOSIT

Rp50.000 aja


RATE

Rp300.000+++ per malam include breakfast. Saya sempet cek lagi rate terakhirnya udah tembus 400ribuan per malam. Mau akhir tahun kali ya :D Booking kamar di hotel ini bisa via situs online. Via Bandung Diary juga bisa. Baca detail pemesanannya di tulisan Booking A Room yak.

Baca review hotel lainnya di kategori Hotel.


WHIZ CIKINI
Jl. Raya Cikini no.6
Jakarta Pusat




Foto : Ulu
Teks : Ulu
Share:

Ngaleut Rasia Bandoeng, Tentang Skandal di Bandung Tahun 1914

Tahun 1917 bulan Desember di kota Bandung terbit sebuah novel berjudul Rasia Bandoeng. Novel ini berkisah tentang sepasang muda mudi Tionghoa yang jatuh hati dan kawin lari. Karena keduanya berasal dari marga yang sama, maka cinta mereka terhalang tradisi. FYI, kisah dalam novel ini merupakan kisah nyata. Menambah nilai bonus bagi para pecinta cerita fiksi sekaligus sejarah. 

Pertama ini kisah sungguh-sungguh terjadi. Kedua setting dalam novelnya berlatar Bandung di periode 1900an. 

Rasia Bandoeng terbit dalam tiga jilid. Jilid terakhirnya muncul di tahun 1918. Hampir 100 tahun sejak novel tersebut pertama kali hadir, sebuah komunitas sejarah di Bandung menyalin ulang dan menerbitkannya kembali. Komunitas Aleut bukan cuma menerbitkan ulang, tapi juga menyelenggarakan acara menyusuri tempat-tempat yang diceritakan dalam novelnya pada hari minggu (30/10/2016). 




Gak banyak acara jalan-jalan yang dibuat rutenya berdasarkan sebuah buku apalagi genrenya novel. Malah jarang banget. Atau hampir gak ada ya? Di Bandung saja yang menyelenggarakan walking tour berdasarkan novel kayaknya baru Aleut dan Gamboeng Vooruit (waktu saya ikut tur ke Gambung, salah satu lokasi yang ada di novel Sang Juragan). CMIIW.



Cerita Novelnya

Tokoh utama di novel ini ada dua: Hilda Tan dan Tan Tjin Hiauw. Konfliknya muncul karena mereka berdua punya marga yang sama yaitu Tan. Di komunitas Tiong Hoa, orang yang marganya sama tidak boleh menikah, apalagi punya keturunan. Orang dengan marga yang sama artinya punya hubungan kekerabatan yang dekat (sedarah). 

Dengan pria yang rentang umurnya berbeda tujuh tahun itu Hilda tidak peduli marganya sama. Pokoknya cinta mati ke si Tan Tjin Hiauw deh. 

Hilda berasal dari keluarga kaya raya. Sebaliknya Tan Tjin Hiauw berasal dari keluarga yang kondisi keuangannya sedang bangkrut. Rumor mengatakan bahwa si laki-laki menyambut cinta Hilda lantaran ingin memperoleh kekayaan keluarga Hilda. Tapi bagaimana mungkin bisa kecipratan harta kekayaan ayahnya Hilda kalau Hilda sendiri 'dipecat' dari ahli waris keluarganya ya…

Secara garis besar kisah di novel ini sama kok dengan kebanyakan cerita di novel fiksi lainnya. Cinta kasih yang ditolak adat tradisi.



Menyusuri Ceritanya

Ngaleut Rasia Bandoeng hari itu destinasinya adalah tempat-tempat yang jadi lokasi Hilda dan Hilda Tan dan Tan Tjin Hiauw kencan dan jalan-jalan. Rutenya dari Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan ke area sekitar Braga, Pasar Baru dan Stasiun Bandung. 

Biasanya kalau history walking tour kan jalan kaki terus hinggap di satu titik lalu cerita tokoh atau cerita penting. Ini kayaknya baru pertama kali saya menyusuri tempat-tempat bersejarah di Bandung yang bumbu ceritanya dari skandal sepasang kekasih. Bukan tentang gedung itu dibangun tahun berapa lah, rumah ini gaya arsitekturnya apa lah :D Seru juga sih kayak main detektif-detektifan *halah*

Waktu Alex (pemandu Komunitas Aleut) cerita kalau novel ini sebenarnya ada tiga jilid, dalam hati saya agak-agak bete ke penulisnya. Tega banget ya ke Hilda. Itu kayak mengupas tuntas skandal kisah cinta Hilda Tan dan Tan Tjin Hiauw tiga buku berturut-turut di muka publik. Seperti luka yang belum dicuci lalu ditaburi garam terus menerus.

Penulis menggunakan nama rahasia: Chabanneau*******. Di novel ini yang masih misteri adalah penulisnya sih. Itu satu-satunya rahasia yang belum terpecahkan.

Ditambah lagi fakta kalau novel ini dibuat berdasarkan surat-surat Hilda yang isinya curhat tentang perasaan dan hubungannya dengan Tan Tjin Hiauw. Belum cukup ini diangkat dari kisah nyata, si penulis menyatakan dalam pendahuluannya kalau nama tokoh dalam novelnya ia ubah sedikit tapi inisialnya sama dengan tokoh aslinya. 

Masih belum cukup, konon penulis novel ini memeras Hermine (tokoh asli Hilda). Kalau tidak ingin kisahnya bocor ke muka umum, Hermine diminta membayar sejumlah uang. Hermine gak mau, lalu terbitlah novel Rasia Bandoeng.

Sepanjang mendatangi kawasan yang disebut dalam novel Rasia Bandoeng, cuma sedikit bangunan yang masih berdiri. Salah satunya eks Hotel Ekspres di Kebonjati. Saya mengenal hotel ini dengan nama Hotel Surabaya. CMIWW. Sekarang bangunan ini milik perusahaan Kagum, jadi hotel Gino Ferucci. Bagian depan gedungnya yang masih kuno masih dipertahankan. Tapi ke bagian tengah dan belakang sudah berganti wajah jadi modern dan bertingkat.

Kami juga melihat kawasan tempat Bioskop Venus dan Apollo (di Banceuy) yang gedungnya sudah tidak ada lagi. Juga ke lokasi kantornya Tan Tjin Hiauw dan toko milik keluarga Hilda. Termasuk ke lokasi Sarikat Kuli-kuli Tionghoa di Pasir Kaliki sebelum berbelok ke arah Stasiun Bandung.



Berbagi Sudut Pandang tentang Rasia Bandoeng

Arya (Komunitas Aleut) dalam sesi terakhir di Ngaleut ini berbagi pandangannya mengenai novel ini. Rasia Bandoeng baginya adalah literasi dibalik pemerasan. Iya juga sih, kalau Hilda menuruti kemauan si pemeras, gak ada novel Rasia Bandoeng.

Bila tidak ada novelnya, gak ada acara Ngaleut Rasia Bandoeng hari itu. Gak ada yang tahu bioskop Apollo dan Venus. Gak ada yang tahu sejarah keluarga Tan Djia Goan, ayahnya Hilda. Gak ada yang tahu perihal Hotel Expres. Gak ada yang tahu Perempatan Kompa. Gak ada yang tahu dulu di Alun-alun Bandung ada pohon beringin dan kalau sore di situ mangkal PSK, gak ada yang tahu nama gang Ijan itu dulunya Soeria-Ijan, dan masih banyak detail-detail lokasi dalam novelnya yang bisa kami telusuri jejaknya hari ini. Ya ada sih di buku yang lain. Tapi kan beda buku beda cerita.

Juga saya baru tahu dari novel ini kalau istilah Pelesiran artinya kamu singgah ke rumah bordil. Juga panggilan 'neng' yang dulu berlaku untuk laki-laki.

Skandal dibalik terbitnya Rasia Bandoeng ini bisa jadi blessing in disguise. Kesusahan untukmu adalah anugerah untuk orang lainnya lagi. 

Sama seperti karakter Hilda yang menurut saya keras kepala (dalam kosakata yang enak dibaca, maka 'teguh pendirian' adalah kalimat yang tepat :D). Di dalam angkot menuju pulang ke rumah, saya ngobrolin novel ini dengan Indra. Indra bilang kayaknya di dunia ini memang diciptakan sosok-sosok seperti Hilda agar orang lain belajar dari hidupnya. 

Maksudnya Hilda orang gak bener terus kita belajar dari kesalahan dia gitu? Tanya saya pada Indra. 

Indra menjawab. Every storm has its silver lining. Sisi negatifnya ya dirasakan oleh Hilda: dikucilkan dari keluarga, mesti berjuang dengan pendapatan Tan Tjin Hiauw yang gak sebanyak uang ayahnya, dan jadi omongan banyak orang. Tapi kan selalu ada sisi positifnya, yaitu belajar dari kesalahan Hilda. Buat Indra kesalahan Hilda adalah keras kepala, gak nurut pada orang tuanya. Tapi buat saya mah kesalahannya bukan itu sih. 

Sebagai perempuan di tahun 2016, kesalahan Hilda buat saya adalah dia cinta dan merasa bahagia dengan orang yang punya 'selir'. Tan Tjin Hiauw berhubungan dengan perempuan lain bernama Nyi Enon yang profesinya pelacur sih. Oleh Tan Tjin Hiauw, Nyi Enon disewakan rumah. Dalam buku sih disebut Nyi Enon dipiara Tan Tjin Hiauw.

Tapi perspektif perempuan di tahun 1914 mungkin berbeda ya. Apalagi kedudukan Tan Tjin Hiauw yang pernah jadi kepala bagian pembukuan dan wakil organisasi kuli-kuli Tionghoa. Masa iya gak berhubungan dengan lebih dari satu perempuan meureun ya :D Seumur-umur saya baca buku tentang bupati Bandung dan jabatan sejenis, baru Martanegara saja yang monogami.

Liefde is bliend. Cinta itu buta. Begitu kalimat pertama dalam bab XI di novel ini. 

Kalau nikah semarga, saya gak bisa menilai itu salah sih. Kakak ipar saya menikah dengan perempuan yang masih satu keluarga. Anaknya sekarang empat. Terus biasa-biasa aja sih gak ada masalah heuheuehu. Prinsip tiap adat memang berbeda-beda ya.

Yang menarik saya baru saja membaca novel Memang Jodoh karya Marah Rusli. Ceritanya mirip Rasia Bandoeng, diangkat dari kisah nyata penulisnya sendiri. Marah Rusli adalah orang Minang yang menikah dengan perempuan dari Suku Sunda. Pernikahannya itu tidak disetujui keluarga Marah Rusli. Buku ini terbit 50 tahun setelah Marah Rusli wafat karena keinginan beliau sendiri. Kata Marah Rusli sih novel terakhirnya ini kisah nyata dan ia gak mau menyinggung tokoh-tokoh asli dalam novelnya. Kalau diterbitkan 50 tahun kemudian kan para tokoh dalam novelnya sudah meninggal. Begitu katanya.

Wow baik banget ya. Satu novelnya Marah Rusli itu menurut saya mah kenyinyiran dalam bentuk terbaik, tercerdas, terhalus, dan tersopan. Beda banget dengan Rasia Bandoeng ini. Sudah mah kejadiannya tahun 1913-1917, novelnya pun terbit di tahun 1917. Hilda Tan menanggung banyak beban di punggungnya. Tapi bener gak ya beban, bisa jadi kan Hilda mah cuek-cuek aja kan. Kadangkala orang yang gak mengalami kayak saya ini bisanya mendramatisir, yang ketimpa masalahnya mah kalem. Ya mungkin sih :D 

Menjadi peserta di Ngaleut Rasia Bandoeng, saya tentu saja baca novelnya dulu sebelum berangkat jalan-jalan. Ini buku membawa perasaan melankolis mengingat settingnya yang beneran Bandung tahun 1900an. Namun juga tragis.

Bacaan saya baru sampai di halaman 130an. Novelnya tamat di halaman 257. Sebelum membaca novelnya, seperti biasa saya baca Kata Pengantarnya yang lumayan panjang. Tapi wajib dibaca ya, jangan dilewatkan oleh sebab kata pengantarnya cerita panjang lebar tentang latar belakang novelnya disalin dan terbitkan ulang. 

Lalu saya langsung baca daftar isi dan langsung loncat ke bagian terakhir. 

Di bagian terakhir buku ini ada 12 tulisan seorang wartawan Pikiran Rakyat yang berkaitan dengan kehidupan nyata tokoh-tokoh dalam novel Rasia Bandoeng. Wah ini juga menarik banget!

Kalau bab cerita di novelnya ada 27 kalau gak salah. Jadi ya ini buku padat gizi :D 

FYI kalau kamu sama kayak saya, berasa pusing kalau baca tulisan berejaan lama, nah novel ini sudah menggunakan ejaan baru. Gak semua sih, karena tutur kalimatnya masih melayu tempo dulu. Beberapa kosakata masih dipertahankan aslinya. Tapi ejaan kayak OE diubah jadi U. 

Ngaleut Rasia Bandoeng Tur jalan kaki yang melankolis sih menurut saya mah. Ngaleut yang menyenangkan. Buku apalagi yang bisa dijadiin tur jalan kaki gini ya? Mau lagi lah ikutan :D 

Novel Rasia Bandoeng dapat dibeli di Komunitas Aleut. Cek Instagramnya untuk detail pembelian novelnya. 


























Teks : Ulu
Foto : Ulu. Foto-foto gak terlalu nyambung sih dengan novelnya. Cek IG atau Twitter Aleut juga ya. Heuheuheu. 
Share:

Berkunjung ke Balaikota Jakarta Bersama Indonesia Corners

Bandung Diary goes to Jakarta! 

Eh ntar dulu, gak salah baca kan? Bisa memangnya jalan-jalan di Jakarta? Weis atuh bisa euy. Saya kira Jakarta isinya kantor-kantor pencakar langit dak kemacetan tiada ujung. Enggak juga kok ternyata. 

Saya mau cari suasana baru, toh kesempatannya ada. Dan kesempatan itu datangnya dari teman-teman Indonesia Corners. Mereka menyelenggarakan acara jalan-jalan bertajuk Jakarta Night Journey pada 23 Ooktober 2016. Sepanjang acara peserta, termasuk saya, update status di Twitter dan Instagram. Baca deh keceriaan yang kami share secara real time waktu itu di Twitter dan IG dengan tagar:  #EnjoyJakNight




Meski judulnya perjalanan di Jakarta di malam hari, namun separuh acara dilakukan sewaktu siang. 

Di Jakarta jalan-jalan ke mana saja? Oke saya rekap satu-satu ya. Bersiap lah karena ini tidak akan jadi tulisan yang pendek karena kalau sudah menulis, saya cerewet banget :D



Jakarta Smart City : Canggih dan Memudahkan

Setelah makan siang acara baru dimulai. Ke Balaikota kami berkunjung sebagai titik pertama dan langsung naik ke lantai tiga menggunakan lift. Dalam bayangan saya, memasuki gedung balaikota berarti menyaksikan detail-detail ornamen bangunan kuno. Karena tampak dari luar kan gedungnya tempo dulu banget. Eh ternyata enggak. 

Jakarta Smart City ruangannya modern abis. Ya kayak kantor-kantor zaman sekarang itu. Benda digital di mana-mana :D 

Beda dengan kantor pemerintahan yang umumnya saya lihat, di sini pegawainya anak muda semua euy. Muka-mukanya macam karyawan start-up. Tapi memang gak heran sih. Jakarta Smart City program pemerintah yang mengaplikasikan teknologi di semua bidang yang pemerintah awasi. Anak muda dan teknologi kan satu paket hehehe. 

Kok akhir minggu mereka kerja? Nampaknya sih ada yang kerja di hari Sabtu dan Minggu. Secara Jakarta Smart City ini terbuka untuk umum. Yang mau lihat kinerja Pemerintah DKI bisa ke Jakarta Smart City. Di Bandung juga ada kok yang kayak begini, cuma saya gak tahu terbuka untuk umum atau enggak. 

Divisi dan ruangan Jakarta Smart City ini kerjanya mengontrol pergerakan kota Jakarta. Dari tindak kriminal, pengaduan warga, tingkat kemacetan, fasilitas umum yang rusak, hingga pengawasan harga sembako, dan tanah, sampai ketersediaan jumlah kamar di semua rumah sakit di Jakarta! Gila detail banget. 

Belum berhenti sampai di situ. 

Jakarta Smart City juga memuat informasi pengaduan warga, kasus keluhan yang terselesaikan, dan tindakan yang masih on progress di tiap dinas. Ada satu layar besar yang memuat semua informasi tersebut. Semua dinas pemerintahan provinsi Jakarta bisa diawasi kerjanya dari layar ini. Angka dalam warna merah artinya laporan yang masuk. Warna hijau kasus yang sedang diselesaikan. Warna kuning artinya keluhan sudah diselesaikan. 

Terus saya baru tahu sekarang di Jakarta dipasangin banyak sekali CCTV. Monitoring semua CCTV di Jakarta dari ruang di Jakarta Smart City. Nilai lebihnya lagi mereka gak cuma duduk diam mengolah data dan meneruskannya ke dinas terkait. Ada Team Komunikasi yang bertugas untuk sosialisasi program pada masyarakat.




Kolaborasi is the key!

Untuk memudahkan kerja, Pemprov DKI berkolaborasi dengan beberapa aplikasi yang sudah ada lebih dulu. Qlue, Zomato, GoFood, Waze, Ragunan Zoo, Qraved, Traffi, dan Info Pangan Jakarta. 

Jarang-jarang saya dengar pemerintah mau berkolaborasi euy. Biasanya mereka apa-apa bikin sendiri kan, diproyekin gitu biar banyak uang untuk dibagi-bagi. Ya ini juga sama, tapi saya kira caranya sudah benar. Menggandeng pihak-pihak yang sudah lebih dulu bekerja. Daripada bekerja sendiri dari nol, habisin tenaga dan uang lebih banyak, mendingan kolaborasi kan :) 

Saya sering dengar sih tentang Jakarta Smart City. Tapi baru sekarang menyimak konsep dan kerjanya. Sewaktu pemandu dari Jakarta Smart City, Danil, bercerita, saya menatap layar besar di hadapan saya. Lalu berpikir, berapa banyak mafia yang sudah gigit jari akibat semua kebijakan dan pantauan program ini. Pantas saja gubernur Jakarta sekarang banyak yang gak suka ya. Radikal gitu kerjanya. Semuanya serba diawasi dan ditindaklanjuti. Ouch! 

Pendek kata sih, dengan program Jakarta Smart City ini gak ada yang bisa sembunyi dari Ahok :D wkwkwkwk. 

Baguslah Jakarta. Ada perubahan ke arah yang bagus. Emang gak bisa dinilai sempurna banget sih. Tapi tahu bahwa ada pejabat negara yang SADAR potensi teknologi dan mengaplikasikannya dalam pemerintahan, wuih saya salut banget. Begini seharusnya. 

Teknologi membantu kerja jadi lebih efisien dan efektif. Selama ini kan kita tahu betapa lambannya kinerja kerja pemerintah. Baguslah sekarang ada usaha untuk berubah. Kalau kata Gubernur Jakarta sekarang mah: jangan nyusahin orang lah! Setujuuuuu! 

Namun teknologi cuma alat. Sudah diterapkan itu bagus. Tapi tahap berikutnya kan lebih penting lagi, yaitu tindak lanjut dari semua data yang mereka peroleh di Jakarta Smart City. 

Menyaksikan pekerjaan ala Pemprov DKI ini, siapapun yang melanjutkan kerja Ahok nantinya semoga gak mengubah ini semua. Biasanya kan ganti pejabat, ganti kebijakan lah, ganti konsep lah, ganti nama lembaga lah. Jarang ada yang mau nerusin proyek pemerintah sebelumnya padahal sudah jelas proyeknya bagus. 

Teknologi (terutama ini konteksnya kota 'sebesar' Jakarta) kalau gak diterapkan sebaik-baiknya, kita bakal ketinggalan jauh sekali. Either kita masih gelantungan di pohon dan makan pisang saja atau mulai belajar berlari dan mengambil semua kesempatan yang ada dengan cepat. 




Balaikota Jakarta yang Kuno

Dari pemandangan yang canggih-canggih dan muda-muda, kami turun ke lantai dasar melihat yang tua-tua dan antik-antik. 

Balaikota Jakarta berdiri tahun 1919. First thing first kesan saya terhadap bangunan Balaikota adalah megah banget! 

Kalau di Bandung, bangunan Balaikota ini mirip dengan rumah dinasnya Gubernur Jawa Barat, Gedung Pakuan namanya. Pilarnya besar-besar, teras gedungnya adalah ruang 'menyortir' tamunya. Halamannya pun luas sekali! 

Kalau baca sejarahnya, bangunan ini dulu kantor karesidenan Jawa Barat. Jabatan karesidenan dahulu setara dengan walikota sekarang lah kira-kira mah. Balaikota Jakarta ini dibangun oleh sebab pemekaran wilayah oleh Pemerintah Kolonial. 

Saat itu Kota Tua sudah kekecilan menampung urusan pemerintah kolonial. Maka diperluaslah wilayah Batavia dari utara (pinggir laut) ke selatan dengan Balaikota itu sebagai kantornya. Kurang lebih begitu sih kalau dari sejarah yang saya baca. Baru di tahun 1960 Balaikota Jakarta jadi kantor resmi Pemda DKI. 

Ada banyak bagian dalam gedung yang bisa dilhat-lihat. Ruang tamu, ruang rapat, ruang galeri foto gubernur-gubernur Jakarta, ruang bernama Balai Agung, dan ruang auditorium. 

Seperti bangunan khas Belanda di Nusantara, langit-langitnya dan pintunya tinggi sekali. Sebegitu kepanasannya orang Belanda di Hindia Belanda, mereka merancang bangunannya biar terasa adem. Buat orang Belanda dulu, pendingin udara itu bentuknya jendela yang besar, pintu yang berbuku-buku, ventilasi, dan langit-langit yang tinggi. 




Balaikota Jakarta terbuka untuk umum. Beberapa properti dapat diduduki, namun ada juga yang dilarang untuk disentuh. Berfoto gak dilarang sama sekali. 

Sudah lama sekali saya mau banget masuk ke bangunan kayak begini. Di Bandung si Gedung Pakuan itu tertutup untuk umum. Semasa saya kecil dulu di Cirebon tiap sekolah melewati bangunan yang bentuknya sama dengan Balaikota Jakarta. Gedung Negara namanya. Gak nyangka kenginan saya terwujud di Balaikota Jakarta :D 

Ruangan favorit saya di sini adalah teras dan ruang bertamunya. Luas amat terasnya. Udah gitu gak cuma luas, tapi juga tiap sudut dirancang untuk enak duduk dan enak lihat pemandangan. Saya jadi bertanya-tanya. Kemegahan bangunan ini apa sengaja dibuat sebagai simbol kekuasaan juga? Ya emang sih bangunan kuno gede-gede. Rumah nenek kakek kita juga halamannya luas kan. Cuma yang ini mah extravagant pisan. Kayaknya memang kemegahan itu sengaja diperlihatkan ke rakyat biasa untuk menanam rasa minder agar kita patuh dan lawan politik agar mereka berkecil hati. 

Kalau mau liburan gratisan di Jakarta, kamu bisa nih ke Balaikota. Tidak ada tiket masuk. Untuk yang suka berfoto, lokasi ini cantik banget buat jadi latar foto-foto. Kayaknya mah gedung kuno gak ada yang fail ya buat difoto. Pasti bagus hasilnya.

Balaikota Jakarta
Jl. Medan Merdeka Barat no. 17-19 Jakarta

Buka Sabtu dan Minggu
09.00 - 17.00
Gratis!

Tulisan berikutnya baca di Akhirnya Naik ke Puncak Monas!















Teks : Ulu
Foto : Ulu
Share:

#photographytalk 3: Beauty In Ordinary

Saya belum update artikel kategori #photographytalk deh minggu kemarin. Saat ada suara-suara yang berkata kalau menulis adalah pekerjaan mudah, ternyata buat saya enggak. Menulis butuh mikir. Dan beberapa hari kemarin saya gak bisa mikir selain menyelesaikan deadline yang kayaknya gak habis-habis itu :D 

Well sekarang sedang nyantai dan #photographytalk kembali lagi! Saya mau bahas tentang motret kembang dan bunga. Namun saya gak bahas teknis motretnya ya. Saya mau kasihtahu kalau sekarang bunga dan kembang adalah objek favorit saya untuk difoto. Karena mereka lucu-lucu. Ada sih yang gak lucu juga :D 

Saya gak ingat sejak kapan jadi suka motret kembang dan bunga. Kalau lihat foto bunga jepretan orang sih suka banget. Rasanya adem, sejuk, dan ada kesan hening yang menenangkan. 

Terus saya pikir, gimana kalau mulai motretin bunga dan kembang, bukan cuma lihat saja di feed Instagram. Gimana tuh rasanya kalau saya motret mereka juga, apa rasanya bakal sama dengan memandang fotonya saja?

Ternyata lebih senang motonya hahahaha :D 

Kalau lihat fotonya saja, sejuk sih rasanya. Nah kalau motoin, efeknya lebih dramatis. Jauh lebih adem lagi. Sering sih pas mandang hasil fotonya di laptop kok malah buram. Ah euy... cuma gak nyesel-nyesel amat sih. Motretinnya juga sudah cukup :D 

Saya gak nyangka sih kalau motretin mereka bisa memberi gizi buat jiwa saya *lebay tapi begitulah adanya :D*

Well jadi kepikiran mau upload semua foto kembang dan bunga yang saya jepret dan menyatukannya di sebuah album berjudul Beauty In Ordinary. Kalau kamu lihat foto bunga dan kembang di Instagram saya, judulnya saya beri kalimat yang sama dengan album fotonya, Beauty In Ordinary. Yang cantik-cantik adanya pada mereka yang sederhana ya, ada pada keseharian kita. 

Foto-foto ini bukan saya semuanya yang jepret. Beberapanya adalah karya Indra, suami saya. Dari dia saya belajar motret bunga dan kembang. Juga dari lihat-lihat foto di Instagram sih hihi :D Berikut ini ada foto yang saya jepret dengan kamera ponsel. Juga ada yang menggunakan DSLR. Semua foto ini sudah diedit baik itu dengan aplikasi di hp maupun di laptop. Tone fotonya berantakan sih jadinya. Aheuheuheuheu PR besar Bandung Diary adalah membuat foto dengan tone yang sama, biar mata gak capek sih. Tapi...ah yasudahlah :D 

Apa kamu senang memotret bunga dan kembang juga? Ayo dong ceritain di sini gimana rasanya motret bunga dan kembang :D Sebutin akun Instagramnya nanti saya follow! 

Selamat menikmati kembang dan bunga-bunganya ya :)





















Teks : Nurul Ulu
Foto : Nurul Ulu, Indra Yudha
Share:

Seminar Digital GRATIS 100%

Paket TOUR Pilihan

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 JELAJAH 3 PULAU SERIBU (ONE DAY) *AV-D Mulai dai IDR 100.000

Berlaku: 21 Nov 2018 – 31 Mei 2019 BROMO ONE DAY TRIP *CT-D Mulai dari IDR 300.000

Berlaku: 04 Mei 2019 – 05 Mei 2019 PULAU TIDUNG 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 350.000

Berlaku: 06 Apr 2019 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 360.000

Berlaku: 27 Mar 2019 – 31 Mei 2019 PULAU HARAPAN 2D1N (OPEN TRIP) *AVD Mulai dari IDR 370.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU AYER ODT *AV.D Mulai dari IDR 399.000

Berlaku: 01 Agu 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 29 Apr 2019 – 03 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND *TX Mulai dari IDR 8.900.000

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM HAINAN ISLAND HARI SABTU STARTING JAKARTA JUN *TX Mulai dari IDR 4.650.000

Berlaku: 05 Mei 2019 – 08 Mei 2019 4 HARI 3 MALAM BANGKOK PATTAYA *TX Mulai dari IDR 5.500.000

Berlaku: 14 Mei 2019 – 18 Mei 2019 5D THAILAND MALAYSIA SINGAPORE *TX Mulai dari IDR 5.800.000

Berlaku: 01 Nov 2019 – 04 Nov 2019 MOTOGP GRAND PRIX OF MALAYSIA SEPANG INTL CIRCUIT 4D3N *TX Mulai dari IDR 5.900.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 12 Mei 2019 – 16 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND Mulai dari IDR 9.000.000

Jadi Agen Sekarang Gratis!

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support