Pada hari minggu (31/7/2016) komunitas Gambung Vooruit mengadakan acara Ngider Bragaweg. Saya daftar dong, mau ikutan. Gak sendiri, kali ini saya ajak Indra dan Si Wewet :D
Gak nyangka orang yang ikut jelajah Braga ada banyak. Ya bagus lah animo masyarakat umum perihal jalan-jalan bersejarah ini bagus.
Cuma sayangnya saya gak bisa mengikuti acaranya secara khidmat. Pertama, ada banyak pesertanya. Mendengar 1 orang bercerita di antara banyak orang agak susah. Kecuali saya ada di dekat narasumbernya. Dan itu yang saya lakukan di menit-menit awal, berusaha berdiri di dekat narasumbernya. Sisanya sepanjang acara saya keteteran karena ini si wewet gak bisa diam. Kedua, narasumber bercerita tanpa bantuan alat suara. Gak kedengeran suara narasumbernya kecuali saya ada di dekatnya. Mana jalanan berisik suara kendaraan juga.
Jadinya ya sudah jalan-jalan kasual saja. Tidak terlalu banyak mendengar kisah tentang Braga yang Malia Albinia dan Pak Sam Askari ceritakan. Kami mengikuti rombongan di bagian ekor dan berulang kali duduk tiap ada bangku taman pinggir jalan yang kosong :D
Garis besar ceritanya adalah Braga merupakan kawasan belanja pada dahulu kala. Seolah-olah seisi mall Paris Van Java atau Trans Studio ada di Braga. Barang-barangnya eksklusif dan mahal.
Pak Sam yang lahir tahun 1953 itu menceritakan satu per satu nama toko yang beliau ingat semasa kecil dulu. Dari banyak jenis toko yang ia sebutkan, toko buku adalah yang paling banyak. Ada Toko Maskot yang menjual buku-buku bertema 'kiri', Toko Tiara, Toko Djawa, juga Sarinah. "Bandung itu toko bukunya terbanyak", ujar Pak Sam. Entah dengan kota apa ia membandingkan kuantitas toko buku di Bandung ini.
Malia sebagai penghuni lama Braga membawa kami ke Kampung Apandi. Secara tidak kebetulan, Apandi adalah kakeknya Malia. Sayang sekali rumah kakeknya terbakar, berikut dengan seisi rumahnya. Termasuk album foto dan piringan hitam.
Dari titik pertama di KM 0 di Jalan Asia Afrika, perjalanan Ngider Bragaweg berakhir di pelataran Landmark di Jalan Braga. Kami bertiga duduk di bangku taman. Saya terkantuk-kantuk akibat perjalanan panjang sehari sebelumnya. Bocah wewet mulai cracky minta jajan (lagi). Dan Indra yang sama ngantuknya dengan saya :D
Saya sebenarnya menantikan acara jalan-jalan kayak gini secara reguler. Keliling Braga seminggu sekali, terjadwal gitu. Bukan sekali bikin lalu esok tiada lagi. Jadi bisa mewadahi orang-orang kayak saya yang ngantuk dan gak bisa menyimak dengan baik hohoho enggak ding becanda.
Maksudnya kalau ada trip jelajah Braga (dan jelajah area lainnya dengan konten sejarah di Bandung) secara reguler artinya bisa memberi kesempatan kepada lebih banyak orang yang berbeda-beda. Mungkin orang yang ikut jalan-jalannya lebih sedikit, 5-6 orang saja atau bahkan bisa jadi 1-2 orang. Tapi kegiatan yang sama jika dilakukan berulang-ulang efeknya akan terasa lebih panjang. Exposure lebih banyak.
Hal ini mengingatkan saya pada seseorang yang pernah berkata, bahwa menciptakan ide itu gampang, mewujudkannya lebih sulit lagi. Namun setelahnya kita akan bertemu hal yang jauh lebih penuh-perjuangan, yaitu ia yang bernama: konsistensi.
Iya tahu, ngomong (atau nulis) doang mah gampang. Ngerjainnya yang susah :P aniwei, foto-fotonya dikit, nampaknya mood hari minggu itu gak terlalu bagus euy. Ngantuk parah ahueheuheueheuheu....
Saya sebenarnya menantikan acara jalan-jalan kayak gini secara reguler. Keliling Braga seminggu sekali, terjadwal gitu. Bukan sekali bikin lalu esok tiada lagi. Jadi bisa mewadahi orang-orang kayak saya yang ngantuk dan gak bisa menyimak dengan baik hohoho enggak ding becanda.
Maksudnya kalau ada trip jelajah Braga (dan jelajah area lainnya dengan konten sejarah di Bandung) secara reguler artinya bisa memberi kesempatan kepada lebih banyak orang yang berbeda-beda. Mungkin orang yang ikut jalan-jalannya lebih sedikit, 5-6 orang saja atau bahkan bisa jadi 1-2 orang. Tapi kegiatan yang sama jika dilakukan berulang-ulang efeknya akan terasa lebih panjang. Exposure lebih banyak.
Hal ini mengingatkan saya pada seseorang yang pernah berkata, bahwa menciptakan ide itu gampang, mewujudkannya lebih sulit lagi. Namun setelahnya kita akan bertemu hal yang jauh lebih penuh-perjuangan, yaitu ia yang bernama: konsistensi.
Iya tahu, ngomong (atau nulis) doang mah gampang. Ngerjainnya yang susah :P aniwei, foto-fotonya dikit, nampaknya mood hari minggu itu gak terlalu bagus euy. Ngantuk parah ahueheuheueheuheu....
Foto : Indra Yudha
0 komentar:
Posting Komentar