start Jalan Jalan Ah: Transportasi

Tips Jalan Jalan Kamu ada Disini

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Tampilkan postingan dengan label Transportasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Transportasi. Tampilkan semua postingan

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon 
Jalan-jalan ke Cirebon, menginap di Batiqa Hotel aja. Penginapan yang sangat strategis di Cirebon

Saya: "Yah, kapan-kapan ke Cirebon, yuk!"
Suami: "Ngapain?"
Saya: "Ya, pengen aja. Cirebon kan termasuk deket ma Bekasi. Tapi kita gak pernah kepikiran jalan-jalan ke Cirebon."
Suami: "Ayo aja. Tapi, naik kereta."
Saya: "Okeee ..."

Itu obrolan yang udah lumayan lama. Kayaknya udah setahun lebih. Bertahun-tahun lalu, saya udah pernah ke Cirebon tapi untuk urusan kerjaan dan gak wisata sama sekali. Lama-lama penasaran juga pengen berwisata ke sana. Apalagi Cirebon kan sebetulnya gak terlalu jauh dari Bekasi, tapi selama ini kami gak pernah kepikiran untuk jalan-jalan ke sana.

Kebetulan banget kami punya voucher menginap 1 malam dari Batiqa hotel. Hadiah menang lomba blog yang diselenggarakan oleh Indonesia Corners bekerjasama dengan Batiqa hotel. Assiiikkk ... Gak perlu keluar uang buat bayar hotel :p

[Silakan baca: Yu Sheng - Hidangan Spesial Imlek yang Sarat Harapan]

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Walaupun punya voucher gak otomatis kami langsung booking di Batiqa hotel. Seperti biasa, browsing sana-sini dulu, terutama lokasi Batiqa. Sejak jalan-jalan ke Bogor awal tahun ini, kami jadi suka jalan-jalan kemanapun naik kendaraan umum. Mobil ditinggal aja di hotel atau dari rumah udah gak bawa mobil. Apalagi kami berencana naik kereta.
Tip: Bila tidak menggunakan kendaraan pribadi, sebaiknya mencari penginapan yang strategis
Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Setelah browsing, Batiqa memang hotel yang strategis. Tapi trus kami lupa buat pesan tiket kereta. Baru ingatnya tuh 1 minggu sebelum berangkat. Beneran keluarga mepeters hahaha. Yang tersisa udah tinggal harga tiket yang tinggi. Setelah dihitung-hitung, mending bawa mobil aja, deh. Sayang duitnya :p

[Silakan baca: Keliling Bogor, Menginapnya di Padjajaran Suites Hotel & Conference]

Langit gelap menemani kami ketika keluar rumah. Di jalan mulai turun hujan. Bahkan di sekitar tol Cikarang hujan turun sangat deras. Saya membaca social media banyak yang menulis status sedang hujan. Merata dimana-mana nih hujannya. Saya pun mulai sedikit cemas. Walaupun penggemar hujan tapi kalau lagi jalan-jalan kayaknya lebih suka tidak hujan. Alhamdulillah, memasuki Cikampek, hujan mulai berhenti dan di Cirebon tidak hujan sama sekali.

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Melipir dulu ke rest area di tol Palimanan. Perut Keke mulai sakit karena terlambat makan.  Berangkat dari rumah sekitar pukul 06.30 wib membuat kami tidak sempat sarapan dulu. Ya, daripada keburu masuk angin trus tambah berat sakitnya kan gak asik. Nanti malah berantakan jalan-jalannya.

Seperti umumnya rest area, makanan yang dijual di rest area Palimanan cukup beragam. Tapi gak ada tempat makanan seperti fast food atau resto lain yang sudah punya nama. Hanya makanan food court yang menjual aneka makanan dari mulai mie instant hingga kuliner khas Cirebon. Nai pesan mie goreng instan, Keke mie kuah instan, sedangkan saya dan suami pesan empal gentong. Ternyata enak lho kuah empal gentongnya.

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon 
Enak ini empla gentongnya. Lupa harganya berapa hehehe

Sampai Cirebon masih cukup pagi. Sekitar pukul 10.00 wib. Tadinya kepikiran mau jalan-jalan dulu sebelum check in. Tapi, gak ada ide mau kemana. Perut udah kenyang, gak mungkin wisata kuliner. Mau jalan ke tempat wisata lain rasanya malas. Pikir-pikir ke hotel dulu aja. Kali aja bisa early check in. Lumayan bisa leyeh-leyeh sejenak di hotel.
Ciri khas Batiqa hotel adalah banyak terdapat ornamen batik. Batiqa atau batik kelas A diharapkan kualitas hotel ini pun kelas A.
Hotel Batiqa Cirebon lokasinya tidak jauh dari pintu keluar tol. Bener-bener deket, kayaknya cuma sekitar 10-15 menit aja udah sampe hotel. Itupun jalannya cuma lurus doang. Gampang banget lah pokoknya.

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon 
Harga secangkir (kalau gak salah inget) sekitar IDR22K. Yang teh, lupa berapa harganya. Tapi minuman di lounge Batiqa ini termasuk standar. Makanya, suami lebih memilih turun ke lounge kalau mau ngopi daripada bikin sendiri kopi di kamar :D

Kami diminta menunggu sekitar 1 jam karena kamar sedang dipersiapkan. Tunggu di lounge hotel aja sambil ngopi dan ngeteh. Sekitar pukul 10.45 wib saya dikabari kalau kamar sudah siap. Tapi kamar Superior dengan double bed yang saya inginkan adanya tinggal yang smoking room. Kalau mau yang non smoking, bednya yang twin. Kami pun memilih non smoking dengan twin bed.

Konsep tradisional terutama batik cukup terasa ketika memasuki Batiqa Hotel. Dari mulai seragam resepsionis yang menyambut kami dengan ramah, taplak meja kecil di lounge, ornamen dinding, dan lainnya semua memiliki ciri khas batik. Khususnya batik mega mendung Cirebon.

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon
Di kamar pun tetap ada ornamen batik
Ada 2 tipe kamar di Batiqa Hotel, Cirebon, yaitu Superior (20 m2) dan Suite (40 m2).
Sepertinya, dari beberapa kali tidur di beberapa hotel, kamar Superior Batiqa Hotel ini jadi kamar terkecil. Gak ada space lagi buat extra bed. Padahal selama ini kami selalu booking 1 kamar aja kalau kemana-mana. Keke dan Nai masih belum mau dipisah tidurnya ma orang tua kalau lagi jalan-jalan.

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Suami sempat kepikiran untuk nambah 1 room lagi. Keke dan Nai pun mulai mau. Tapi setelah ditimbang-timbang, menginapnya kan cuma semalam. Udah gitu, kamar di sebelah dan depan kami udah diisi tamu. Kalau sebelah-sebelahan kan enak. Kali aja malem-melem Nai gak bisa tidur, bisa gampang nyamperinnya. Kalau gitu, gak apa-apalah sempit-sempitan semalam. Kalau lebih dari semalam kayaknya kami akan booking 2 kamar atau pilih yang Suite room aja.

Suami: "Gunung Ciremai mendung terus, nih."

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon 
Terlihat gunung Ciremai di kejauhan. Sayangnya mendung terus jadi agak samar kelihatannya

View dari jendela kelihatan cakep. Dari kejauhan tampak gunung Ciremai yang menjulang. Sayangnya selama kami di sana kelihatan mendung. Tapi mendung aja udah cakep pemandangannya, apalagi cerah. Pasti gunung Ciremai akan terlihat lebih cakep lagi.

Untuk fasilitas kamar, standar aja seperti umumnya kamar hotel. Ada televisi flat, internet, kursi, lemari, kulkas, dan lain sebagainya. Semua dalam ukuran yang tidak terlalu besar. Untuk menu sarapan, tidak terlalu beragam. Sebetulnya untuk hotel kelas 3, saya memang tidak terlalu mengharapkan menu yang terlalu beragam. Hanya saja kalau bisa sih paling tidak ada 1 menu khas Cirebon di menu sarapan. Entah itu empal gentong, nasi jamblang, atau apalah. Gak standar banget pilihannya walaupun dari segi rasa lumayan enak. :D

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon 
Sarapan di Batiqa Hotel

Untuk service, semua staffnya sangat ramah. Semua menyambut dan melayani tamu dengan senyum. Saya mah gampang disenengin kalau dikasih senyum. Gak bakal mudah komplen, deh kalau ketemu orang ramah hehehe. Iya, saya suka dengan keramahan staff Batiqa Hotel.

Kemana Aja Selama di Cirebon?

Terlepas dari ukuran kamarnya yang kekecilan, tapi lokasi hotel ini memang juara. Kemana-mana dekat banget. Kemana aja kami selama di Cirebon? Kali ini, kami hanya punya niatan wisata kuliner tapi gak ada persiapan cari referensi dari manapun. Mendadak aja, begitu sampe Cirebon langsung browsing sana-sini.

Nasi Jamblang Mang Dul

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Kata mbah Gugel, nasi jamblang yang terkenal dan paling banyak direkomendasikan di Cirebon ada 2, yaitu Mang Dul dan Ibu Nur. Kami pun memilih nasi Jamblang Mang Dul. Salah satu alasannya adalah terdekat dengan hotel dan tinggal lurus doang.

Kalau lihat  Google Maps, butuh waktu sekitar 25 menit jalan kaki ke Nasi Jamblang Mang Dul. 25 menit mah gak jauh, kami putuskan jalan kaki aja. Seharusnya dari hotel, kami berjalan kaki ke arah kiri trus lurus aja sampai ketemu tempat yang dituju *Beneran gak ada belok ke kiri dan kanannya, lho. Lurus terus! :D*

Tapi, kami salah jalan. Oke, sebetulnya saya sih yang dodol baca map hahaha. Dari hotel kami ke kanan. Udah agak jauh berjalan baru nyadar kalau salah. Mau balik lagi buat jalan malas banget. Akhirnya angkot yang jadi penyelamat hahaha. Sekitar 10 menitan sampai ke tempat yang dituju.

Goa Sunyaragi


Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Selesai makan siang, kami bingung lagi mau kemana. Boci aja gitu di hotel? Hihihi ... Apalagi perut udah kenyang, kayaknya emang enak tidur siang di kamar. Etapi tergoda juga buat jalan-jalan. Ke goa Sunyaragi naik becak. Enak, uy! Mata jadi kriyep-kriyep bikin ngantuk.

Udah lama banget gak naik becak. Kayaknya terakhir pas ke Jogja sekitar 2 tahun lalu. Jangankan saya, anak-anak aja ketagihan. Sebetulnya, saya suka gak tega sama abang becak. Kayaknya kasihan banget, ngegowes becak kan berat. Tapi, itu kan caranya mencari nafkah. Lagipula naik becak memang bikin nagih hehehe.

Goa Sunyaragi sebetulnya gak jauh dari hotel. Karena kami naik becak jadinya agak lama sampenya. Tapi kami sangat menikmatinya. Sampe Sunyaragi, abang becaknya bersedia menunggu. Baguslah jadinya kami gak perlu bingung balik ke hotel naik apa. Pihak hotelnya juga sangat ramah, lho. Ketika becak kami berhenti di pinggir jalan, satpam hotel malah meminta becaknya masuk hotel aja. Dan, kami benar-benar baru turun di depan lobby hihihi.

Lawang Abang

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Perasaan perut udah kenyang banget makan nasi jamblang Mang Dul. Tapi pas sore, perut udah menuntut diisi lagi. Mau keluar hotel, tapi udah mager banget. Laper tapi mager. Mager tapi laper. Galaaauuuu ...

Lama-lama gak tahan juga. Jadilah kami bertiga keluar. Keke tetep pilih di kamar. Udah beneran mager dia. Kami bertiga memilih jalan lagi ke arah Nasi Jamblang Mang Dul. Kali aja sepanjang jalan ketemu jajanan yang enak. Paling gak di sekitar Nasi Jamblang Mang Dul banyak banget jajanan kaki lima. Bahkan di seberangnya Grage Mall. Jadi gak bakal susah buat cari makan. Gak taunya baru juga jalan kaki 5 menit udah ada tempat makan yang nyaman dengan berbagai pilihan menu khas Cirebon. Namanya Lawang Abang. Alhamdulillah, gak usah jauh jalan kakinya.

Pawon Bogana Kesultanan Kacirebonan

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Gak ada niatan untuk wisata religi atau mengunjungi berbagai keraton selama di Cirebon. Tapi ketika sedang buka Google, saya menemukan info tentang tempat makan baru. Lokasinya ada di keraton. Menu yang ditawarkan adalah menu istimewa turun temurun yang biasa disantap oleh sultan dan keluarga serta saat acara khusus. Saya penasaran banget dong kayak apa sih rasa menu istimewa tersebut. Sekitar 10-15 menit menuju lokasi bila menggunakan kendaraan pribadi. Masih termasuk dekat banget, kan?

Tomodachi Steak & Seafood

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Sebagai kota pesisir, kayaknya jalan-jalan bakal lebih afdol kalau mencicipi menu laut. Banyak yang merekomendasikan restoran H. Moel di Google sebagai resto seafood terenak di Cirebon. Kami pun sudah memantapkan hati, setelah check out akan makan siang di resto tersebut sebelum balik ke Jakarta.

Rencana tinggal rencana. Malam hari sebelum tidur, saya iseng browsing lagi. Eh, kok ada tempat makan seafood yang instagramable banget? Kalau soal rasa, masih minim review. Pilihannya, makan seafood di resto yang udah banyak rekomendasiin soal rasa. Ataaauuu, ke tempat yang instagramable tapi masih belum tau gimana rasanya. Kalau Sahabat Jalan-Jalan KeNai pilih mana?

Kami pun memutuskan pilih yang instagramable. Ditimbnag-timbang, resto seafood di Jakarta dan sekitarnya kan lumayan banyak. Yang instagramable juga banyak, sih. Tapi, biasanya kalau instagramable setiap tempat punya ciri khas masing-masing. Dan, kalau lihat di instagram, Tomodachi kelihatan unik.

Batiqa Hotel, Penginapan Sangat Strategis di Cirebon

Dibanding tempat lain yang kami kunjungi, Tomodachi yang terletak di Cirebon Waterland itu yang paling jauh. Tapi, sejauh-jauhnya cuma membutuhkan waktu sekitar 25 menit ajah. Itu sih bukan jauh namanya, ya hahaha. Di tengah perjalanan sempat lewat stasiun Cirebon yang ternyata gak jauh dari hotel Batiqa.

Insya Allah, setiap resto dan tempat yang kami datangi akan saya review lebih detil satu per satu di blog ini, ya. Pastinya, jalan-jalan KeNai ke Cirebon ini mengesankan banget. Kemana-mana dekat dan tanpa macet. Cateeeet yang tanpa macetnya hehehe. Udaranya pun selama kami di sana terasa sejuk, gak hujan dan gak terik sama sekali. Makanan yang kami coba, hampir semuanya enaaaakk.

Anak-anak pun sangat betah di Cirebon. Nai malah susah banget diajak pulang. Saya dipaksa berjanji untuk ajak mereka kembali lagi ke Cirebon bulan depan alias bulan September hahaha. Saya bersikeras gak bisa menjajikan akan kembali ke Cirebon dalam waktu 1 bulan lagi. Tapi, Insya Allah akan kembali lagi ke Cirebon karena rasanya masih belum puas mengelilingi Cirebon kalau cuma 2 hari 1 malam saja.

Sekitar pukul 5 sore, kami meninggalkan kota Cirebon. Hujan mulai kami nikmati ketika memasuki daerah Cikampek sehingga jalanan agak tersendat. Ketika sedang menikmati macet dan hujan, papah saya nelpon buat tanya-tanya tentang Cirebon. Katanya, bulan Oktober ada undangan pernikahan. Insya Allah kalau sehat, papah mau ke Cirebon sekalian liburan.

Saya: "Paaah, Chi sekeluarga ikut, yaaaa! Papah udah tau nginepnya di mana? Chi tau hotel yang strategis banget Pah."

Obrolan pun berlanjut dengan cerita tentang Batiqa, kuliner, dan lain sebagainya tentang Cirebon. Semoga aja rencana ini gak ada halangan, ya. Jalan-Jalan KeNai siap datang Cirebon lagi. Yuhuuu! ^_^

Batiqa Hotel, Cirebon









Share:

Golden Sunrise di Sikunir

Golden Sunrise di Sikunir 
Golden sunrise di Sikunir. Cantik, ya? :)

Begitu mobil yang dikendarai suami terlihat memasuki terminal, saya dan anak-anak bergegas menghampiri. Lumayan lama juga kami menunggu. Perjalanan dari terminal Dieng dan sebaliknya memang terlihat macet sekali. Sangat berbeda dengan sehari sebelumnya saat kami akan melakukan pendakian. Jalanan masih terasa cukup lengang saat itu. Setelah semua barang masuk mobil, kami pun berpamitan dengan mas Ivan. Perjalanan kami selanjutnya menuju desa Sembungan untuk melihat golden sunrise Sikunir.

[Silakan baca: Sunrise di Gunung Prau da Turun Gunung via Jalur Dieng]

Makan Malam di Desa Sembungan

Dari terminal Dieng menuju desa Sembungan sebetulnya gak terlalu jauh. Tapi, kami sempat berputar-putar karena nyasar. Mengandalkan GPS juga tumben gak berhasil. Tetap nyasar dan akhirnya bertanya dengan penduduk sekitar, deh.
Tip: Jangan mendadak kalau ingin mencari homestay di Sikunir
Kami termasuk yang rada mendadak ketika mulai mencari homestay. Kebiasaan menunda-nunda hehehe. Selain itu, kami sempat berusaha mencari sendiri dulu. Tapi, berkali-kali googling nomor telpon berbagai homestay di Sikunir, sepertinya gak ada satupun nomor telepon yang langsung ke homestay yang dituju. Semua nomor telpon perantara.

Karena gak juga dapat nomor telpon homestay, barulah saya minta tolong Idah Ceris, blogger asal Banjarnegara. Rada mepet minta tolongnya. Untung masih dapat homestay. Meskipun homestay yang kami inginkan sudah full tapi dapat homestay lain yang nyaman juga. Waktu itu saya pesan ke Idah minta tolong cariin homestay yang bisa masuk mobil dan kamar mandi di dalam dengan fasilitas water heater.

 
Homestay Cebong Indah, tempat kami menginap. Ada masjid besar dan bertingkat tepat di seberangnya. Harga kamar per malam, IDR300K. Ada sih yang seharga IDR250K, tapi kamar mandi di luar. Kalau kamar yang lebih besar, saya kurang tau berapa harga per malamnya.

Kami tiba di Sikunir menjelang maghrib. Kamar yang kami tempati tidak terlalu besar. Hanya muat 1 kasur berukuran king size dengan menyisakan sedikit space untuk meletakkan tas. Tepat di depan homestay, ada masjid. Jadi, kalau mau sholat tinggal nyebrang aja. Di homestay ini juga ada kamar lain yang lebih luas. Kalau bawa keluarga besar sepertinya bisa menyewa kamar yang lebih luas itu. Lumayan bisa banyak masuknya.

Tidur, mandi, atau makan dulu, ya? Ketiganya menggoda di saat bersamaan. Kasur empuk dengan selimut yang tebal benar-benar nyaman buat beristirahat. Tapi, rasanya pengen banget bebersih badan. Sejak berangkat, kami belum mandi hehehe. Perut juga mulai protes karena belum diisi sejak siang.


Kami pun memutuskan lebih baik makan malam dulu. Di desa Sembungan tidak banyak penjual makanan, malah kayaknya kami hanya menemukan 1 tempat saja. Tidak juga menawarkan banyak pilihan menu, hanya nasi goreng dan ayam goreng. Kami memesan 4 porsi nasi goreng dan 2 potong ayam goreng. Lokasinya tidak jauh dari homestay. Cukup jalan kaki, 5 menit saja sudah sampai.

Saat kami makan malam, di luar masih ramai. Tidak hanya karena banyaknya pengunjung ke desa tersebut. Tapi penduduknya juga masih beraktivitas. Beberapa anak kecil terlihat berlarian ke sana-kemari menuju masjid sekitar. Seneng lihatnya, deh.

"Tapi nunggu ya, Bu. Lagi banyak yang beli," kata ibu penjual nasi goreng sambil menggoreng nasi.

Lumayan lama juga kami menunggu hidangan disajikan. Pembelinya pada malam itu sebetulnya gak banyak juga. Tapi ibunya lupa kalau kami sudah pesan dari tadi. Eyaampuuunn ... Kami pun ngakak setelah ibunya bilang lupa hehehe

Seporsi nasi goreng seharga 13 ribu rupiah dan ayam goreng seharga 16 ribu rupiah. Menurut Sabahat Jalan-Jalan KeNai termasuk mahal, gak? Hmmm ... Mahal atau murah memang relatif, ya. Tapi kalau menurut kami harganya gak beda sama harga nasi goreng dok dok yang biasa kami beli di rumah. Padahal dalam pikiran kami kalau di Jawa Tengah dan sekitarnya biasanya lebih murah harga makanan dan miumannya. Ternyata sama aja.

 
Nasi goreng, IDR13K.
Ayam goreng, IDR16K

Setelah makan, kami langsung kembali ke homestay. Di depan homestay, saya melihat mobil yang di dalamnya ada beberapa perempuan muda sedang menanyakan penginapan yang kosong. Dari hasil menguping, rupanya mereka sedang bingung karena gak ada satupun homestay yang kosong. Tuh, jangan mepet kalau mau pesan kamar di desa Sembungan, ya.
Di luar desa Sembungan juga ada beberapa homestay. Tetapi karena Sikunir berada di Desa Sembungan, jadi memang paling nikmat mencari homestay di sini.
Perut udah kenyang, saatnya bebersih badan. Enak banget, deh, mandi air hangat setelah hampir 2 hari gak mandi hihihi. Tapi, begitu keluar dari kamar mandi langsung berasa dingiiiiinnn ... Buru-buru naik ke kasur dan selimutan. Brrrr ....

Kami hanya menyewa 1 kamar saja. Dempet-dempetan berempat di 1 kasur ukuran king size. Tapi, jadinya hangat. Kalau badan cape begini, gak berasa sempit. Begitu rebahan di kasur langsung tidur dengan nyenyak. Kalau gak pasang alarm kayak udah bablas kesiangan.

Macet di Sikunir

Kami disarankan mulai jalan menuju Sikunir pukul 04.00 wib. Diperkirakan sampai puncak Sikunir sekitar 45 menit dengan kecepatan normal, ya. Bukan yang kura-kura kayak saya hahaha. Tapi kata suami setelah adzan subuh aja. Suami sangat yakin masih bisa mengejar sunrise setelah subuh karena lokasi homestay yang lumayan dekat dengan pintu masuk Sikunir.

Ada 3 alternatif menuju pintu masuk Sikunir, yaitu menggunakan kendaraan pribadi, naik ojek, atau jalan kaki. Membawa kendaraan pribadi sangat tidak disarankan oleh penduduk di sana. Alasannya, parkiran udah penuh. Bakal susah banget cari parkir. Kami pun memilih berjalan kaki.

Ketika suami memutuskan untuk berjalan kaki, saya sempat khawatir gak bisa jalan. Masih inget aja waktu pertama kali naik gunung, keesokannya saya ngesot karena kaki rasanya pegal banget hahaha. Tapi kali ini alhamdulillah, gak berasa pegal sama sekali.

Enak juga berjalan kaki menuju pintu masuk Sikunir. Udaranya masih terasa sangat segar dengan langit yang cerah terlihat bintang. Coba di perkotaan kayak begitu, ya. Betah banget, deh. Cuma harus hati-hati aja karena lumayan banyak ojek motor yang mondar-mandir mengantar pengunjung.
Tip: Kalau memilih berjalan kaki, sebaiknya bawa senter. Penerangan di dekat danau agak minim
Jalan menuju bukit Sikunir sudah aspal. Untuk Sahabat Jalan-Jalan KeNai yang merasa lapar atau haus, di area pintu masuk banyak penjual makanan dan minuman. Bahkan terlihat beberapa bangunan permanen yang sedang dibangun. Sepertinya, dengan makin banyaknya wisatwan yang ke sana, mulai terlihat pembangunan di area bukit Sikunir.
Tip: Tetap gunakan alas kaki serta pakaian yang nyaman untuk kegiatan outdoor karena begitu mulai mendaki, jalurnya sempit dan licin.
Maceeeett paraaahhh ...

 
Seperti ini keramaian di Sikunir. Banyak banget pengunjungnya sampe susah bergerak. Maceeett ...

Ternyata di gunung atau bukit pun bisa macet bahkan macet parah. Bahkan untuk pendaki kura-kura macam saya pun kemacetan ini ngeselin karena sering banget berhenti. Jalur menuju uncak Sikunir itu sempit dan licin. Sepanjang pendakian, saya berharap jangan sampai ada yang terpeleset. Takut kayak efek domino gitu, satu jatuh trus yang lain juga. Masalahnya, di pinggirnya jurang. Kan, bikin deg-degan banget.

Sekitar 2/3 pendakian ada tanah lapang. Para pengunjung banyak menyebutnya puncak 1. Kami memilih cukup sampai di sini aja pendakiannya. Itupun terpaksa berpencar saking ramenya pengunjung. Kalau mau sampe puncak 2 masih harus mendaki sekali lagi. Tapi melihat banyaknya yang mendaki dan langit yang mulai terlihat terang, mendingan gak usah melanjutkan pendakian, deh. Gak bisa ngebayangin juga di atas bakal serame apa kalau kayak gitu.

Baru juga saya dapat ruang untuk duduk, tau-tau ada seorang pengunjung yang pingsan. Oleh warga setempat langsung digendong di punggung untuk dibawa turun. Kelihatan sekali yang menggendong gerakannya lincah bagai kancil. Menerobos pengunjung yang membludak kayak gitu.

 
Melihat matahari terbit dari yang cuma setitik dan lama-lama membesar. Menakjubkan!

Walaupun gak sampe puncak, tapi sunrise di Sikunir tetap terlihat sangat indah. Warnanya keemasan sehingga disebut golden sunrise. Pantas saja dibilang golden sunrise. Beruntung sekali, saya diberi kesempatan melihat salah satu maha karya Allah SWT ini. Alhamdulillah.

Saya gak langsung beranjak setelah matahari terbit. Sempat ngobrol-ngobrol sejenak dengan sepasang orang tua di sebelah saya. Dari ceritanya, mereka ternyata sudah mendaki Sikunir sehari sebelumnya. Tapi puncak kepadatan terjadi saat itu sehingga mereka terpaksa turun lagi saking padatnya. Wuiihhh! Perasaan saat aja udah macet banget. Bener-bener gak ngebayangin sehari sebelumnya itu seperti apa ramainya.

Mereka pun memutuskan kembali ke Semarang dan balik lagi ke Sikunir lagi tengah malam. Tidur sejenak di parkiran pintu masuk Sikunir, kemudian mulai mendaki sekitar pukul 2 dinihari supaya dapat spot foto yang bagus. Wah pukul 2 mah kami masih tidur nyenyak, mereka udah mendaki hahaha.

Golden Sunrise di Sikunir 
Nai dan ayahnya memilih mojok. Gak melihat sunrise :D

Setelah berpencar, saya menghampiri Nai dan ayahnya. Untung aja Keke duluan yang nyamperin saya. Kalau gak, saya bakal bingung nyari dimana suami dan anak-anak. Nai dan ayahnya gak ikut menikmati sunrise. Terlalu penuh pengunjungnya sehingga memilih area di pojokan buat ngopi dan sarapan pop mie.
Tip: Di atas bukit Sikunir ada beberapa penjual minuman hangat seperti kopi, teh, dan lainnya juga mie instan. Tapi, kalau kami tetap bawa sendiri. Biar gak jajan hahaha. Bahkan area untuk sholat pun katanya sih ada (tapi saya gak tau di mana area untuk sholatnya)
Golden Sunrise di Sikunir

Setelah ngopi dan sarapan, kami mengelilingi area sekitar. Tapi tetap gak ingin naik ke puncak. Udah cukup lah ngos-ngosannya. Lagian, di area itu aja pemandangannya udah indah banget, kok. Setelah puas foto-foto dan terlihat mulai kosong, kami pun turun. Memang sengaja turun agak siang untuk menghindari macet.

Ternyataaaaa ... Setelah beberapa menit berjalan, masih juga ketemu macet. Mending nunggu lagi, lah daripada ikutan macet. Itupun setelah lumayan lama kami menunggu, masih juga macet. Akhirnya, kami memutuskan untuk turun. Gak tau deh jam berapa itu macetnya terurai.

 
Masih maceeettt ... Di depan itu jalurnya menyempit, mana pinggirnya jurang. Jadi mending duduk manis aja dulu nunggu macet terurai 

 Di tengah kemacetan dihibur dengan musik. Silakan yang mau nyawer :)

Sarapan di Desa Sembungan
Desa Sembungan berada di ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut. Dengan ketinggian ini membuat desa Sembungan menjadi desa tertinggi di pulau Jawa
Golden Sunrise di Sikunir 
Pemandangan di telaga cebongan. Banyak tanaman kentang dan carica di sekelilingnya

Luas desa Sembungan hanya sekitar 37 ha. Mata pencaharian penduduknya adalah petani. Sepanjang mata memandang banyak terdapat tanaman kentang dan carica yang memang menjadi komoditi utama. Di desa ini juga ada telaga yang dikenal dengan nama telaga cebongan. Disebut begitu karena kalau dilihat dari atas bentuk telaganya seperti kecebong.
Gak dapat homestay? Camping aja di pinggir telaga cebongan
Golden Sunrise di Sikunir 
Sarapan mewah. Bukan karena makanannya tapi viewnya yang gak setiap saat saya dapatkan

Yup! Di pinggir telaga cebongan itu ada camp area. Makanya kami sebetulnya gak begitu khawatir kalau sampe gak dapat penginapan. Kan, udah bawa tenda jadi tinggal camping lagi aja. Kalau areanya penuh juga, berarti tidur di mobil. Tapiiiii ... kalau bisa memang dapat penginapan. Biar bisa mandi hehehe ... Di camp area juga ada MCK, sih. Cuma kan paling enak memang kamar mandi dalam. Bisa bebas berlama-lama mandi sampe puas.

Kami kesana pada awal Mei 2016. Ngobrol dengan penduduk sekitar dan pengunjung, katanya waktu yang paling bagus itu sebetulnya bulan Juli - Agustus. Saat musim kemarau dan suhu lagi dingin-dinginnya. Bisa dibawah 0 derajat. Di puncak suhu terdingin, tanaman terlihat membeku. Dan, itu katanya cantik banget karena terlihat putih seperti es. Asal kuat aja menghadapi dinginnya. Hmmm .... tapi sekarang Juli - Agustus aja masih hujan terus, ya? Kira-kira di sana masih dingin banget gak, ya?

 
Menunya sederhana, harganya murah banget. Lebih puas makan sarapan ini dibanding yang nasi goreng hehehe. Paling yang kurang adalah rasa pedas. Karena semua lauknya agak kemanisan bagi lidah saya

Kami menyempatkan diri untuk sarapan di salah satu warung sederhana dekat telaga. Warung yang benar-benar sederhana. Harga per porsinya pun murah. Seingat saya gak lebih dari 20 ribu rupiah. Tapi viewnya cakep banget. Terlihat perkebunan dan sawah. Jarang-jarang kan lihat yang kayak gitu.

Setelah kami kembali ke penginapan, langsung packing dan bebersih diri. Borong carica dulu yang ternyata kurang banget karena pada suka. Padahal perasaan udah beli banyak hehehe. Kebetulan homestay tempat kami menginap juga buka toko oleh-oleh. Jadi, untuk kami yang tipe malas mampir beli oleh-oleh, ini sangat memudahkan.

Beli beberapa oleh-oleh lain juga, termasuk beli mie ongklok, mie rebus khas Wonosobo. Gak sempat makan langsung di sana. Jadi, kami beli yang dalam bentuk kemasan. Setelah dicobain di rumah, kami kurang suka rasanya yang terlalu manis. Termasuk untuk selera suami saya yang lebih rasa manis dibandingkan saya. Kayaknya kalau makan mie ongklok lagi harus dikasih sambal yang banyak :)

 Inilah pohon carica
Carica, ada juga yang menyebutnya pepaya gunung. Penampakan carica dari mulai daun, batang, hingga buah memang mirip pepaya. Disebut pepaya gunung mungkin karena tidak bisa tumbuh di sembarang tempat. Baru terlihat berbeda ketika carica dikupas, biji di dalamnya lebih mirip seperti markisa. Carica juga gak bisa dikonsumsi langsung seperti buah pepaya. Harus diolah terlebih dahulu karena kalau tidak bisa menyebabkan bibir dan lidah menjadi gatal.
Sekitar pukul 11 siang, kami meninggalkan desa Sembungan. Perjalanan menuju rumah lumayan lancar. Sempat makan siang (yang kesorean), kalau gak salah di daerah Pemalang. Trus beli telor asin dulu di Brebes. Sayangnya lagi gak musim bawang merah. Cuma ada 1 toko yang jual bawang merah dan harganya lumayan tinggi. Sama aja kayak beli di pasar dekat rumah. Lanjut makan malam lagi di jalan tol. Baru deh sampe rumah dan langsung tidur nyenyak :D

Alhamdulillah, badan gak terlalu pegal-pegal keesokan harinya. Cuma males aja ngelihat pakaian kotor yang menumpuk hehehe

Makan siang yang kesorean di daerah Pemalang ini gak recommended. Cumi goreng tepung yang dingin dan masih berasa banget tepungnya. Sop buntut yang biasa banget. Ikan gurame bakar yang teralu kuat rasa jahenya. Ya, setidaknya perut kami terisi biar gak masuk angin karena telat makan.

Makan malam dulu di salah satu rest area. Nah, ini baru puas. Enaaaakk :)
Share:

Love Go-Jek, Save Go-Jek

Gojek

Suka naik ojek?

Tadinya sih antara iya dan enggak. Iya, saya suka naik ojek kalau lagi terburu-buru atau mobil lagi bermasalah. Tapi, saya gak suka naik ojek karena mahaaall! Yup! Tarif ojek di lingkungan perumahan tempat saya tinggal emang gak kira-kira kalau matok harga hehehe. Padahal tadinya, saya lebih suka naik ojek kalau jemput anak-anak di sekolah, males harus buka tutup garasi. Tapi, karena harganya yang mahal, mending saya buka-tutup garasi buat ngeluarin mobil, deh.

Pertama kali tau jasa Go-Jek dari teman-teman blogger yang pernah diundang Go-Jek. Menurut beberapa teman, service Go-Jek itu jempolan. Tapi, mau sebagus apapun review dari teman-teman, tetep aja saya gak bakal bisa pake Go-Jek. Gak ada aplikasinya di windows phone.

Makin gigit jari ketika suami sering pake jasa Go-Jek, dong. Suami selalu pakai jasa pick up barang dari Go-Jek. Ambil barang di supplier buat dikirim ke rumah. Lebih cepat sampai ketimbang minta supplier kirim pakai jasa kurir. Emang jadinya ada sedikit biaya transpor yang lebih tinggi, tapi kalau perputaran barang dagangan jadi bisa lebih cepat kan menguntungkan juga, ya.

Emang ya bener banget kata banyak orang kalau dibalik musibah itu suka ada hikmahnya. Setelah HP saya hilang, saya ganti HP baru. Kali ini pilih yang android. Abis itu aplikasi yang pertama kali saya instal adalah Go-Jek. Wkwkwkw udah penasaran banget pengen pake aplikasi ini.

Love Go-Jek

Udah 3x saya pake jasa Go-Jek. Emang masih sedikit karena saya kan juga baru install aplikasinya. Dan, semuanya memuaskan! Ini beberapa alasan saya suka sama Go-Jek:

Safety First

Bisa dilihat dong dari tampilan para drivernya? Jaket, sarung tangan, sepatu, helm, semuanya memenuhi syarat keamanan berkendara motor. Udah gitu bawa motornya gak ugal-ugalan. Penumpang pun ditawari pake masker serta harus pakai helm yang mereka bawa. Identitas driver Go-Jek juga jelas.

Ramah-Ramah

Rasanya saya belum pernah menemukan pengendara Go-Jek yang jutek *awas ya kalau sampe ada yang jutek :p*

Harga Pas, Gak Pake Nawar

Buat saya yang emang paling males urusan tawar-menawar justru harga pas bikin saya nyaman. Saya nyerah deh untuk urusan tawar menawar. Lagipula kata siapa tawar menawar bisa lebih murah? Belum tentu juga. Buktinya, Go-Jek walopun harga pas tapi tarifnya murah

Ojek Lokal Gak Bisa Pergi Jauh

Ceritanya waktu itu saya ada undangan blogger and media untuk launching Sharp Aquos smartphone di Kota Kasablanka. Udah langsung kepikiran mau naik Go-Jek aja karena acaranya pagi. Kalau naik taxi rasanya harus berangkat subuh kali kalau gak mau pake macet hehehe. Tapi, suami melarang. Katanya gak enak sama tukang ojek di komplek. Ya, walopun tarif ojek komplek itu selangit tapi beberapa tukang ojeknya memang kami kenal baik. Malah ada 1 orang yang kami percaya untuk sesekali anter-jemput anak.

Ternyata, ojek lokal alias  yang di komplek gak ada yang bisa anter ke Kokas. Alasannya, sih karena gak tau jalan. Tapi saya rasa bukan itu alasannya. Kalau saya lihat, gak ada satupun dari mereka yang bawa helm cadangan. Bisa-bisa ditilang polisi kalau ke jalan raya gak pake helm. Makanya, ojek lokal di perumahan saya paling cuma 'berani' ngojek yang deket-deket aja.

Jadi aja saya minta di anter ke jalan raya. Abis itu lanjut cari ojek lagi. Sejak itu kalau mau yang jauh, saya panggil Go-Jek aja. Sekali jalan langsung sampe, gak pake ada cerita gonta-ganti ojek.

Gak Taxi Melulu

Beberapa teman udah tau kalau lagi gak dianter sama suami, pasti saya itu kemana-mana naik taxi. Setelah ketagihan Go-Jek, jadi lebih memilih naik ojek terlebih dahulu, dong.Emang sih punggung jadi lebih pegel, apalagi kalau perjalanan jauh.Gak kayak naik taxi. Aman dan nyaman. Bisa tidur dan dingin ACnya hihihi. Tapi demi penghematan. Hemat waktu dan hemat biaya. Apalagi kalau lagi ada harga promo. Beberapa hari lalu, dari Bekasi ke Thamrin Nine cuma Rp10.000,00. Wooohooo!! Irit banget. Sikon tertentu aja naik taxinya hehehe.

Walopun sampe saat ini, saya selalu puas dengan Go-Jek, bukan berarti gak ada kekurangan. Menurut saya, GPS Go-Jek kadang masih kurang akurat. Contohnya ketika saya mau ke Thamrin Nine, di GPS tertulis ada di jalan Baturaja. Tapi, pas balik dari Tharin Nine, pake opsi 'Use Current Location', malah ada di jalan Tulang Betutu. Alhasil, driver Go-Jeknya nyasar ke gang sebelah pas mau jemput saya. Untung deket hehehe. Itu aja sih kekurangannya. Tapi, gak bikin cinta saya ke Go-Jek berkurang, kok. Tsaaahh :p

Save Go-Jek

Akhir-akhir ini saya denger berita yang kurang enak tentang Go-Jek. Awal dengernya itu waktu ke Tanakita. Ngobrol ngalor-ngidul dengan tamu di sana, termasuk gosipin eh ngobrolin Go-Jek. Tanggapannya pada positif, tapi trus ada cerita kalau di daerah tertentu driver Go-Jek suka gak mau jemput karena ojek lokalnya galak-galak

Baru-baru ini juga saya baca tulisan di dunia maya yang menyebar cukup viral tentang driver Go-Jek yang (katanya) mau dikeroyok atau diancam oleh beberapa ojek lokal. Go-Jek dilarang menjemput pelanggan tapi kalau anter boleh. Para ojek lokal merasa terancam rezekinya kalau banyak pelanggan yang beralih ke Go-Jek.

Hadeuuuhh.... Emang, ya kalau udah ngomongin duit suka ada aja yang bikin ribut. Saya jelas gak setuju dengan ulah ojek lokal yang kayak begitu. Semoga manajemen Go-Jek punya solusi terbaiknya, ya. Begitu juga dengan ojek lokal. Bersaing secara sehat aja, yuk! Pokoknya save Go-Jek!

Katanya, di Bandung pun sekarang udah ada Go-Jek. Asiiikk, nanti kalau pulkam, saya jalan-jalan di Bandung pake Go-Jek aja, ah. Bandung suka macet kalau musim libur :)
Share:

Kalau Roker The Flash Ke Tanakita

Tanakita, kereta, angkot, sukabumi, cisaat. situ gunung
 Kalau roker the flash ke Tanakita, tempat yang selalu bikin kangen :)
Roker = Rombongan Kereta.
The Flash? Hmm... baca aja postingannya untuk tau jawabannya ;)

Suami: "Ke Tanakita atau Bandung?"

Saya pun langsung menjawab Tanakita. Long wiken ke Bandung itu sama aja gak bisa kemana-mana. Males ketemu macet lagi, tapi diem di rumah aja juga males. Sedangkan kalau di Tanakita, bisa ikut beberapa kegiatan. Kalaupun cuma istirahat aja di sana, udara di Tanakita pastinya jauh lebih sejuk daripada di Bandung. Dan, suasananya juga lebih sunyi.

Kamipun berencana ke Tanakita naik kereta. Udah berencana dari dulu, sesekali pengen nyobain nain kendaraan umum kalau ke Tanakita. Tapi, gak jadi melulu. Sampe suatu hari +Shinta Ries mention kalau mbak +Tesya Sophianti (Tesyablog) lagi ngetweet ke Tanakita naik kereta. Jadi makin kepengen deh nyobain ke Tanakita naik kereta. Ngobrol sama suami, dia juga setuju :D

Tapi ya gitu, deh. Rencananya maju mundur melulu. Nentuin kapan berangkat aja berubah-ubah terus tanggalnya. Padahal bulan Mei ini kan ada 2 kali long wiken. Pas mepet-mepet baru ada keputusan, ke Tanakita pertengahan Mei. Berangkat Kamis, pulang Sabtu. Dan, karena udah mepet, gak dapet tiket kereta api ke Sukabumi yang Kamis pagi. Adanya yang sore. Yaaa... males banget kalau berangkat sore. Sampe Tanakita udah malam. Itu sih sama aja di hari pertama cuma numpang tidur.

Suami: "Gini aja, kita tetep berangkat pagi dari rumah. Coba beli tiket langsung di sana, kali aja dapet."
Saya: "Emang bisa beli tiket langsung di tempat?"
Suami: "Ya, siapa tau, cobain aja. Atau mau naik mobil aja?"
Saya: "Gak mauuuu... Itu long wiken, Ayaaahh.. Pasti macet banget kalau naik mobil. Capek!"
Suami: "Makanya, cobain aja berangkat pagi ke Bogor. Kalau gak bisa juga naik the flash."
Saya: "Huh?? Ya hayo, lah. Tanya anak-anak dulu, deh."

Antara tegang dan penasaran membayangkan reaksi anak-anak kalau kami sampai naik the flash. Tapi, mau pake kendaraan pribadi (lagi) rasanya males. Walopun (seperti biasa) bukan saya yang nyetir, tetep aja kurang semangat kalau jalan-jalan kali ini pakai mobil pribadi.

Siang hari, sepulang sekolah...

tanakita, kereta, sukabumi, cisaat, situ gunung

Reaksi anak-anak ternyata di luar dugaan. Mereka semangat banget begitu tau mau naik the flash. *langsung lemes deh saya hahaha*

Keke: "Masa' kita cuma tau cerita Ayah sama Bunda aja yang pernah ngerasain naik the flash waktu honeymoon. Keke sama Ima juga mau ngerasain, dong."

Sedikit flashback, waktu baru menikah, saya dan suami memang sempat menginap di salah satu hotel di puncak. Karena belum ada kendaraan pribadi, jadi lah kami ngeteng angkot, bis, dan ojeg. Salah satunya the Flash itu.

Anak-anak tau pengalaman kami, waktu dulu (pulang dari Tanakita) ada the flash yang mogok. Saya dan suami ketawa-ketawa sambil mengingat masa' lalu. Dari situ kami bercerita pengalaman naik the flash termasuk tegangnya saya saat itu.

Berangkat

Taxi

Rencana sedikit berantakan. Gara-gara HP saya mendadak mati, kami semua bangun kesiangan (Kenapa HP mendadak mati, udah saya tulis di postingan HP Hilang dan Firasat). Rencananya, sebelum pukul 7 pagi udah sampe Bogor, kali aja bisa dapet kereta ke Sukabumi yang berangkat pukul 7. Karena kesiangan, pukul 7 malah masih di rumah. Kami baru berangkat pukul 07.30 pagi. Naik taxi sampai stasiun Cawang.

Ongkos taxi IDR 60K (belum termasuk tip)

Commuter Line 


tanakita, commuter line

Dari stasiun Cawang, kami naik commuter line ke arah Bogor. Suami kembali cobain kartu e-money, masih gak bisa juga. Ada satpam di sana, diem aja. Kami juga punya kartu Flazz, tapi ragu mau pake. Takut kurang karena nominalnya tinggal dikit. Coba top up di minimarket stasiun, gak taunya lagi rusak mesinnya.

Ya udahlah, akhirnya beli 4 kartu sekali jalan. Untung pagi itu stasiun sepi. Gak pake antre, kami sudah langsung beli 4 kartu sekali jalan. Walopun stasiun Cawang sepi, di dalam commuter line lumayan rame, tapi gak sesak. Masih nyaman, lah. Baru dapet tempat di duduk setelah stasiun Depok. Sebetulnya, banyak penumpang yang berbaik hati menawarkan tempat duduk untuk Nai dan Chi. Tapi, Nai gak mau. Dia lebih memilih berdiri. Setelah di stasiun Depok agak kosong dan kami semua bisa duduk, baru Nai mau duduk.

Butuh waktu sekitar 45 menit perjalanan dari stasiun Cawang untuk sampai stasiun Bogor. Kalau beli kartu sekali jalan, ada biaya depositnya. Tapi, nanti setelah sampai stasiun tujuan bisa dikembalikan utuh uangnya.

Tarif commuter line Cawang - Depok IDR 4K/orang

Angkutan Dalam Kota 




Anak-anak ternyata tetep gak mau naik kereta. Mereka pengen ngerasain naik the flash. Ya udah biar gak mabuk perjalanan, kami makan dulu di KFC (tepat diseberang stasiun Bogor). Setelah makan, kami nyebrang lagi untuk naik angkutan dalam kota (angkot) yang tujuan terminal Baranangsiang. Gak jauh sih jaraknya, sekitar 15 menitan. Kalau bingung, bilang aja ke supir angkotnya supaya dikasih tau angkot Bogor-Sukabumi yang biasa ngetem.

Tarif IDR 2,5K/orang

The Flash 




Saya juga gak habis pikir kenapa nyetujuin aja keinginan anak-anak untuk naik angkot ini. Mungkin karena saya ingin anak-anak gak cuma taunya naik kendaraan pribadi. Tapi, pernah lihat angkot colt L300 kalau jalan di daerah Puncak atau Sukabumi? Jalannya gak cuma ngebut banget. Tapi, juga serampangan. Bahu jalan diterobos, jalur lawan juga. Bikin saya cukup jejeritan ketika naik kendaraan ini saat honey moon, lebih dari 12 tahun lalu.

Katanya, sih, nama asli angkot ini tuh Bogoran. Tapi, karena cara supir yang mengendarainya ugal-ugalan, ada juga yang menyebutnya angkot setan. Entah karena supirnya yang nyetir kayak kesetanan atau para penumpangnya yang kalau udah tegang langsung keluar makian. Segala nama setan keluar wkwkwk. Kami masih rada keren, lah, nyebutnya the flash hehehe. Karena mengingatkan kami sama tokoh superhero The Flash. Inget karena kecepatannya, lho. Bukan karena kerennya hehehe.

Tempat dimana kami naik the flash itu, katanya sih bukan tempat brenti yang sebenarnya. Tapi, kalau naik di sana, kami masih bisa leluasa memilih mau naik the flash yang mana. Semua kendaraannya, sih, sama-sama butut, cuma bisa memilih tempat duduk aja kalau mobilnya masih kosong. Walopun kalau udah jalan, sih, tetap aja desak-desakan. Para penumpang udah dianggap ikan asin kayaknya hahaha.

Nanti kalau mulai rada penuh, the flash jalan untuk berputar trus ganti supir. Yup! Jadi supir di tempat the flash ngetem itu (denger-denger) para calo. Nanti di titik tertentu, baru ganti supir yang sebenarnya dan ngetem lagi. *Huff* Kalau naik dari tempat calo, sih, (katanya) sedikit lebih mahal tarifnya, tapi leluasa milih tempat duduk. Kalau di tempat supir yang benerannya, harus pasrah duduk di tempat yang tersisa. Kalau berangkat sendiri sih mending naik dari tempat supir yang sebenarnya nunggu. Tapi, kalau bawa anak-anak, mending dari tempat calo. Gak apa-apalah bayar lebih dikit. Tapi, masih bisa milih mau duduk dimana.

Ternyata jalannya the flash kali ini di luar dugaan. Anak-anak saya berharap bisa merasakan sensasi ngebutnya the flash, gak taunya angkot yang kami tumpangi kali ini jalannya kalem. Sesekali aja nyalip di jalur berlawanan atau bahu jalan. Saya dan suami mikirnya sama, jangan-jangan karena di samping supir itu istrinya, jadi gak berani ngebut. Takut dijewer istri kayaknya wkwkwkw. Udah gitu tiap kali macet, mereka berdua tatap-tatapan mata melulu. Haiyaaahh! Hehehe.

Yang parah, nih, sampe daerah Cibadak itu suami-istri ngantuk beraaaat! Keliatan banget ngantuknya. Saking ngantuknya, rokok yang lagi dipegang si supir jatuh ke bawah kakinya. Hebohlah dia, nyetir sambil nunduk-nunduk buat ambil rokoknya. Kacaaauuu!

Untungnya udah sampe Cibadak. Sebentar lagi sampe Cisaat. Kalau masih jauh, saya mendingan milih turun aja, deh, walopun setelah ngantuk jalannya makin pelan. Udah bukan the flash lagi, tapi jadi kura-kura hehehe. Kayaknya, kebanyakan makan juga itu supir sama istrinya. Abis tiap ada tukang jualan, langsung jajan. Sepanjang jalan makan melulu. Suami saya kalau lagi nyetir itu males makan. Katanya, kebanyakan makan bikin ngantuk. Nah, jangan-jangan gara-gara makan melulu jadinya si supir sama istrinya ngantuk berat :D

Tarif IDR 25K/orang

Angkot (lagi)


Kami turun di dekat polsek Cisaat, tepatnya di depan minimarket. Sekitar 3,5 jam berada dalam angkot, dimana keringat udah banjir banget ke baju, begitu turun dari the flash langsung masuk minimarket. Rasanya itu bahagiaaaa... Karena adem banget. Belanjanya sih gak usah banyak-banyak, yang penting numpang ke toilet sama ngademnya hehehe.

Lanjut makan siang dulu di rumah makan padang di dekat polsek Cisaat. Karena udah gak mungkin juga makan siang di Tanakita. Jam makan siang udah lewat, pasti udah gak ada makanan di sana. Selesai makan siang, kami pun melanjutkan perjalanan.

Ada 2 pilihan untuk sampai ke Tanakita, yaitu:
  1. Ojeg, tapi katanya harga per ojegnya mahal. 
  2. Angkot. Tapi kalau angkot cuma sampai sub terminal Kadudampit (Cinumpang). Kira-kira masih 1/3 jarak lagi untuk sampai ke Tanakita dengan kondisi jalan yang menanjak. Bisa aja kita coba minta supirnya untuk mengantar sampai pintu masuk taman nasional gunung gede-pangrango, paling nambah ongkos jalan sedikit.
 Angkotnya full music. Kata suami, kalau sampe berisik banget, cabut aja kabelnya wkwkkw. Usil banget!

Kami ambil pilihan kedua. Pilihan pertama kemahalan buat kami *kan ceritanya jalan-jalan ngirit :p*. Untungnya supirnya mau nganter sampe pintu masuk taman nasional. Dari sana tinggal jalan kaki, sekitar 10 menit untuk sampai Tanakita.

Tarif:
  1. Kalau cuma sampai sub terminal Kadudampit bayar IDR 8K/orang
  2. Kalau sampai pintu gerbang taman nasional bayar IDR 12,5K/orang
Dari pintu masuk taman nasional, jalan sedikit ke Tanakita. Total perjalanan kami ke Tanakita sekitar 7-8 jam (udah termasuk hitungan makan di KFC, makan di rumah makan padang, dan mampir di minimarket, ya). Gak beda jauh, sih, sama kalau naik kendaraan pribadi. Cuma yang paling berasa bedanya adalah badan gak pegel walopun di kereta ngerasain berdiri dan di the flash harus berdesak-desakan. Terutama untuk suami, sih. Selama ini kan kalau ke Tanakita selalu dia yang nyetir. Kasian juga, kalau istri dan anak-anak masih bisa tidur di jalan, suami nyetir sepanjang jalan. Kalau naik kendaraan umum kan capek dan istirahatnya sama.

Pulang

Skip dulu cerita ngapain aja kami di sana. Cerita tentang perjalanan pulang dan perginya dulu aja.

Angkot

 Keke dan Nai kalau naik angkot pengennya di deket pintu

Untuk pulang, kami sudah dapet tiket kereta keberangkatan pukul 15.56 wib. Rencananya mau naik angkot sampe polsek Cisaat abis itu lanjut naik ojeg sampe stasiun. Tapi, ngobrol dengan beberapa tamu, gak taunya banyak tamu yang mau check out di hari itu juga pulangnya naik kereta. Pantesan aja walopun saat itu Tanakita berasa lumayan ramai, tapi parkiran agak sepi. Gak taunya banyak yang naik kereta. Malahan ketika kami check out, datang sejumlah besar tamu yang akan gathering dari salah satu perusahaan. Mereka datang ke Tanakita naik kereta. Kalau jumlahnya banyak begitu kayaknya carter gerbong, tuh.

Kereta memang sepertinya makin menjadi pilihan favorit tamu yang menginap ke Tanakita. Abis, kalau naik mobil makin parah aja macetnya. Dulu, kalau kami berangkat sebelum pukul 6 pagi, sekitar pukul 10 kami udah bisa sampai Tanakita. Tapi, sekarang sulit. Untuk keluar tol jagorawi (persimpangan antara Puncak-Sukabumi) aja udah macet parah. Belum lagi faktor lainnya, misalnya ketemu pasar, jam pergantian shift pabrik, jam berangkat/pulang anak sekolah, longsor, jalan di cor, banyak deh faktornya.

Kereta memang pilihan yang tepat. Lebih bisa diukur waktunya, kecuali kalau keretanya mogok atau terjadi sesuatu (semoga jangan, ya). Udah gitu nyaman pula keretanya. Kalau kita bisa dapet kereta pagi dari Bogor (pukul 7.00 wib), biasanya sekitar pukul 10.00 wib udah sampe Tanakita.

Karena gak cuma kami yang saat itu akan pulang naik kereta, akhirnya diputuskan carter angkot. Minta tolong sama crew Tanakita untuk carter angkot. Kalau jumlahnya banyak memang mendingan carter angkot. Di perjalanan, supirnya gak perlu brenti-brenti buat cari penumpang. Tapi, langsung ke tujuan.

Tarif carter IDR 100K/angkot

Kereta


Akhirnya, ngerasain juga naik kereta dari Tanakita hehehe. Kalau untuk berangkat, kami gak dapet tiket pagi. Pulangnya, kami masih dapet tiket sore tapi di kelas ekonomi. Kelas eksekutif udah abis. Ya udahlah gak apa-apa. Daripada gak kebagian tiket. Lagipula kelas ekonomi pun bersih, ada colokan buat nge-charge, dan ber-AC. Yang membedakan cuma tempat duduknya aja. Pelajarannya, lain kali kalau beli tiket online memang gak boleh mepet.

Sampe stasiun, suami ke loket dulu untuk nunjukkin bukti pembayaran. Setelah dapat tiketnya lalu menuju ke meja satpam untuk diperiksa tiket yang disesuaikan dengan KTP. Trus distempel tiketnya. Sambil nunggu kereta datang, kami pun beli cilok *penting itu penting hahaha*

tanakita, kereta, situ gunung, sukabumi, cisaat

Perjalanan stasiun Cisaat - stasiun Bogor Paledang sekitar 2 jam. Penting, nih, buat dicatat kalau stasiun yang menuju Sukabumi dari Bogor itu TIDAK berhenti di stasiun Bogor. Kalau saya baca info dari Google, beberapa orang terkecoh. Dikiranya di stasiun Bogor juga tempat keberangkatan kereta ke Sukabumi. Begitu sadar, langsung deh berlarian ke stasiun Paledang. Syukur-syukur nyadarnya belum mepet waktu keberangkatan. Tapi, kalau nyadarnya mepet-mepet, ada yang sampe ketinggalan kereta, lho. Tamu yang menginap di Tanakita juga begitu. Ada yang terkecoh, begitu sadar langsung lari ke stasiun Paledang. Untung gak sampe ketinggalan kereta.

Kereta kelas ekonomi. Lumayan nyaman, kan?

Jarak stasiun Paledang dan Bogor gak jauh. Sekitar 10-15 menit berjalan kaki. Patokannya dari KFC (sebrang stasiun Bogor), jalan ke arah belakang. Lurus terus, gak belok-belok. Gak jauh dari KFC. Stasiunnya kecil, gak sebesar stasiun Bogor.

Hujan sangat deras menyapa kami begitu masuk stasiun Paledang. Menghangatkan badan sejenak dengan makan soto di sebrang stasiun, lalu lanjut perjalanan lagi ke stasiun Bogor dengan kondisi hujan masih turun dengan deras. Kalau pengen ke toilet mendingan ke toilet yang ada di rumah makan ini. Toiletnya bersih, daripada yang di stasiun Bogor. Minta ampun pesingnya.

 Soto daging dan soto babatnya lumayan enak. Kalau gak salah harganya IDR 15K/porsi

Tarif kelas ekonomi IDR 25K/orang. Kalau eksekutif IDR 60K/orang.

Commuter Line

 Menerobos hujan deras

Suami langsung menuju salah satu gerbang untuk (cobain lagi) tap kartu. Baru juga mau cobain, disamperin satpam. Katanya, itu gerbang keluar. Suami saya tanya, kalau itu gerbang keluar kenapa tandanya masuk? Harusnya dilarang masuk. Satpamnya gak jawab, cuma melototin suami. Suami saya melengos, gak mau ngeladenin *duuhh nyantai aja kali pak Satpam. Kurang piknik, ya? Sampe segitu judesnya?*

Suami coba tap kartu e-money lagi, tapi gagal. Cobain pake Flazz ternyata berhasil. Tapi, cuma sekali berhasilnya abis itu gak bisa lagi. Trus ada seorang petugas yang nyamperin untuk nawarin bantuan. Kami pun dapat penjelasan kalau semua kartu hanya berlaku untuk sekali tap. Dan, kartu e-money yang kami miliki katanya belum diaktivasi. Setelah dibantuin aktivasi, baru bisa dipake tapi cuma buat 1 orang. Sisanya kami, beli 2 kartu sekali jalan. Untung gak pake antre lama.

Dari kejadian tersebut, saya agak heran dan jadiin pelajaran aja, deh
  1. Kartu e-money yang kami punya katanya harus diaktivasi dulu baru bisa dipakai. Padahal ini kartu sering dipakai untuk bayar tol dan sesekali naik Trans Jakarta. Ternyata, masih butuh aktivasi lagi baru bisa dipakai untuk commuter line
  2. Kartu Flazz kami secara mengejutkan bisa dipakai. Saya katakan mengejutkan karena sudah bertahun-tahun saya gak pakai kartu tersebut karena selalu ditolak sama minimarket dekat rumah. Alasannya kartunya rusak (padahal sebelumnya bisa dipakai). Karena selalu ditolak, jadi gak saya pake lagi tapi kartunya masih disimpan. Anehnya, kami bisa pakai untuk commuter line tanpa harus aktivasi lagi. Saya gak ngerti apa ada perjanjian yang berbeda dengan setiap bank atau gimana, tuh.
  3. 1 kartu cuma berlaku untuk 1 orang. Jadi, biar kata di kartu tersebut ada saldo sampe ratusan ribu pun, gak akan berpengaruh apapun. Kalau saya membandingkan dengan Trans Jakarta, jadinya gak praktis. Kalau pake Trans Jakarta, kami cukup pakai 1 kartu bisa buat berempat. Yang penting saldonya ada. Nah, kalau commuter line gak bisa kayak Trans Jakarta. Jadi, siap-siap aja antre kalau gak punya kartu sendiri. Mungkin karena tarif kereta dihitung berdasarkan jarak kali, ya. Gak dipukul rata kayak Trans Jakarta.
Stasiun Bogor lumayan besar, tapi crowded banget. Kami sempat bingung naik commuter line yang mana. Suara hujan yang sangat deras, ditambah speaker stasiun yang sama-samar membuat kami bingung. Orang juga berlarian kesana-kemari. Akhirnya, kami memilih duduk sejenak di salah satu ruang kosong. Sekalian ngurusin HP saya yang hilang.

 Jembatan stasiun Bogor yang sesak banget

Banyak juga yang duduk di sana. Kalau tebakan saya, ruang kosong tersebut mungkin dulunya pintu utama stasiun. Cuma sekarang udah digembok. Ketika kami dan banyak orang lainnya sedang duduk, tau-tau ada orang yang memperingatkan kalau air masuk. Yup! Air mulai mengalir deras dari sela-sela pintu. Stasiunnya kebanjiran wkwkwkw.

Setelah bertanya, katanya semua commuter line yang ada di sana lewat stasiun Cawang. Ya, udah kami masuk salah satu. Dan langsung duduk di kursi yang ada. Apa rasanya, naik commuter line dengan badan yang sangat basah kuyup? Gak ada enaknya sama sekali hehehe. Di dalam kereta dingin karena kipas angin yang berputar. Saya udah berharap aja, gak sampe pusing atau masuk angin karena terus kena kipas. Kalau Keke sih udah kedinginan dan memakai jaket (untung gak kebasahan jaketnya). Di stasiun Depok baru kipasnya dimatikan dan diganti AC.

Kalau waktu berangkat, menjelang pemberhentian stasiun ada pemberitahuan. Jadi, kita bisa siap-siap. Pas pulang gak begitu.Cuma sesekali aja ada pengumuman. Seingat saya menjelang stasiun Depok, Universitas Indonesia, dan Cawang. Mana udah malam, gak semua nama stasiun kebaca. Jadi, sepanjang perjalanan saya berhitung tinggal berapa stasiun lagi hihihi. Gak taunya menjelang stasiun Cawang diumumin.

Seperti biasa, keluar dari stasiun kami kembali harus mentap kartu. Duh, lagi-lagi kartu e-money gak bisa ditap! Sedangkan kartu lainnya bisa. Seorang satpam pun nyamperin. Gak pake judes sih nadanya, cuma menyangka suami (yang saat itu pegang kartu e-money) udah naik commuter line tanpa bayar.

Suami: "Kalau saya gak mau bayar, trus gimana saya bisa masuk stasiun? Kan, harus pake kartu baru bisa masuk."

Ya, lagian nuduh aneh juga, sih. Kalau kami emang punya niat untuk jadi penumpang gelap, kenapa gak sekalian 4 orang aja? Kenapa cuma suami? Nanggung amat *tuduhannya gak ngenakin :(*

Udah males debat kalau naik kereta udah basah kuyup, badan kedinginan, capek pula.

Satpam tersebut lalu membuka gerbang dengan menggunakan kartu miliknya tapi suami diminta mengurus kartunya dan bilang ke kasirnya ada penalty. Setelah cek saldo, ternyata kena dipotong 2x lipat dari tarif yang seharusnya. Memang sih nominalnya gak seberapa, cuma kesannya suami jadi beneran dituduh penumpang gelap yang harus kena penalty dan terpaksa bayar dobel. Bete banget, kan? Tapi, udah malas protes. Udah malam, badan udah cape dan basah kuyup. Pikiran saya malah ke taxi. Berharap ada taxi yang mau ngangkut penumpang dengan kondisi basah kuyup. Kami juga pengen cepet-cepet sampe rumah, mandi air hangat, trus tidur. Beberesnya besok aja.

Walopun belum pernah bener-bener puas dengan kenyamanan commuter line. (yang pertama malah batal karena ada masalah juga. Baca di postingan Jalan-Jalan KeNai Batal Naik Commuter Line). Tapi, belum kapok naik commuter line, sih. Cuma, kayaknya gak lagi-lagi deh naik commuter line pake e-money. Bermasalah melulu. Itupun lihat kondisi juga. Kalau tempat pembelian tiketnya mengular, mendingan naik kendaraan umum lain. Gak praktis kalau harus antre cuma untuk beli 1 kartu untuk 1 penumpang. Masih banyak kendaraan umum lain untuk dipilih.

Tarif IDR 4K/orang, kecuali suami yang harus bayar IDR 8K *padahal bukan kami yang salah -_-*

Taxi

Keluar stasiun, banyak taxi yang mangkal. Nai bilang kepala pusing. Ya, mungkin dia mulai masuk angin karena badannya basah dan terus kena kipas angin juga AC sepanjang perjalanan di commuter line. Untung jalanan kosong, jadi cepet sampe rumah. Alhamdulillah. Langsung bergantian mandi air hangat, berpakaian, trus tidur. Aaahh.. nikmaaat ^_^

Tarif IDR 60K (belum termasuk tip)

Masih belum kapok, sih, ke Tanakita atau ke tempat lainnya naik kendaraan umum. Cuma mungkin untuk berikutnya, persiapannya lebih matang lagi.

Tip naik kendaraan umum ke Tanakita adalah:
  1. Pakai pakaian yang nyaman. Kalau bisa pakai yang berbahan kaos, deh. Apalagi kalau naik the flash. Wajib banget pakai pakaian yang mudah menyerap keringat
  2. Pakai sepatu kets atau sendal yang nyaman. Usahakan jangan pakai selop apalagi high heels yang tingginya 12cm. Ini bukan ke undangan pernikahan :D
  3. Bawa kipas. Gerah kalau naik the flash
  4. Barang bawaan di dalam tas sebaiknya diplastkin. Kalau perlu dibagi ke dalam beberapa plastik. Jaga-jaga kalau sampe hujan. Tas basah kuyup, isi bisa tetap aman karena diplastikin.
  5. Enaknya sih pake ransel daripada trolley bag.
  6. Kalau udah di atau menuju ke stasiun Bogor, saya lebih memilih menyebrang jalan daripada naik jembatan penyebrangan. Ya, menurut aturan memang seharusnya naik jembatan penyebrangan, tapi kalau melihat kondisi waktu itu yang sangat penuh sesak, saya merasa sangat gak nyaman. Karena Nai masih kecil. Selain itu juga saya merasa lebih rawan copet kalau naik jembatan. Dan, HP saya pun hilang di jembatan sana.
  7. Kalau naik kereta yang ke Sukabumi, usahakan beli online dari jauh-jauh hari. Jangan kayak kami yang pesan mendadak. Akibatnya, untuk berangkat gak dapet tiket. Untuk pulang, pilihannya juga tinggal kelas ekonomi.
 Sesekali yang punya cerita difoto hahaha. Mudah-mudahan kami sekeluarga masih bisa jalan-jalan lagi :D
Share:

Seminar Digital GRATIS 100%

Paket TOUR Pilihan

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 JELAJAH 3 PULAU SERIBU (ONE DAY) *AV-D Mulai dai IDR 100.000

Berlaku: 21 Nov 2018 – 31 Mei 2019 BROMO ONE DAY TRIP *CT-D Mulai dari IDR 300.000

Berlaku: 04 Mei 2019 – 05 Mei 2019 PULAU TIDUNG 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 350.000

Berlaku: 06 Apr 2019 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 360.000

Berlaku: 27 Mar 2019 – 31 Mei 2019 PULAU HARAPAN 2D1N (OPEN TRIP) *AVD Mulai dari IDR 370.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU AYER ODT *AV.D Mulai dari IDR 399.000

Berlaku: 01 Agu 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 29 Apr 2019 – 03 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND *TX Mulai dari IDR 8.900.000

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM HAINAN ISLAND HARI SABTU STARTING JAKARTA JUN *TX Mulai dari IDR 4.650.000

Berlaku: 05 Mei 2019 – 08 Mei 2019 4 HARI 3 MALAM BANGKOK PATTAYA *TX Mulai dari IDR 5.500.000

Berlaku: 14 Mei 2019 – 18 Mei 2019 5D THAILAND MALAYSIA SINGAPORE *TX Mulai dari IDR 5.800.000

Berlaku: 01 Nov 2019 – 04 Nov 2019 MOTOGP GRAND PRIX OF MALAYSIA SEPANG INTL CIRCUIT 4D3N *TX Mulai dari IDR 5.900.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 12 Mei 2019 – 16 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND Mulai dari IDR 9.000.000

Jadi Agen Sekarang Gratis!

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support