start Jalan Jalan Ah: Travel

Tips Jalan Jalan Kamu ada Disini

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Tampilkan postingan dengan label Travel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Travel. Tampilkan semua postingan

Satu Hari di Bandung

Pertama kali ke Bandung dan cuma punya waktu kurang dari 24 jam untuk menikmati kota ini. Kira-kira ke mana jalan-jalannya dan di mana makan-makannya? 

Bandung itu luas. Dengan waktu hanya sehari semalam, terkadang overwhelmed sendiri memilih tempat kunjungan. Saya juga sering gitu kok kalo jalan-jalan di kota lain di Indonesia :D


Jadi buat kamu yang waktu berlibur di Bandung cuma satu hari satu malam, saya bantu jawab ya. Tenang saja kamu pasti gak akan puas dengan pilihan saya ini kok hahaha. Tapi menurut saya sih itinerary satu hari di Bandung yang saya buat ini udah termasuk ideal. 

So here goes!


Morning in Bandung


Dimulai dengan makan pagi. Makanan dan Bandung adalah satu paket abadi. Entah kenapa ini kuliner di Bandung banyak sekali macamnya. Baik itu yang di jalanan maupun sekelas restoran. Cuacanya Bandung sih menunjang untuk makan melulu :D

Mari kita mulai pagi hari di Bandung dengan berburu kuliner. Tempat paling oke untuk jajan dan makan pada waktu pagi adalah: Pasar Cihapit.

Pasar Cihapit


Kalau mau traveling ke suatu tempat, dengerin saran warga lokalnya. Dan sebagai warga lokal, saya menyarankan banget kamu datang ke Pasar Cihapit. Khekhekhe :D

Pasar Cihapit ini memuat jajanan berupa makanan ringan sampai makanan berat yang enak-enak rasanya. Di area luar pasarnya kamu bisa jajan :
Kue Balok
Bandros
Cakue
Odading
Surabi
Kupat Tahu
Aneka macam roti di Vitasari

Di dalam pasarnya kamu bisa makan di :
Warung Nasi Ma Eha
Lotek Cihapit
las Tjihapit

Pasar Cihapit ini termasuk pasar di daerah perkotaan yang elit sih. Adanya di pusat kota, di tengah pemukiman kompleks tua di Bandung. Suasananya melankolis abis buat turis juga buat perantau yang mudik ke Bandung. 


Lotek Cihapit 
Los Tjihapit

Makanannya enak-enak harganya ya relatif terjangkau lah. Dan menurut saya sih satu tempat ini udah menyediakan kuliner yang Bandung banget.

Notes:
1. Pasar Cihapit ini termasuk pasar tradisional di Bandung yang bersihnya okeee!
2. My culinary choice would be: Surabi Oncom, Odading, Kupat Tahu, Lotek Cihapit, dan tentu saja makannya di Warung Nasi Ma Eha yang menunya khas sunda banget. Di Warung Nasi Ma Eha, pilih Gepuk ya. Selain Gepuk, Pepes Ayamnya oke banget! Ah semuanya enak sih di warung nasi ini :D hehehehe. 
3. Jajan dan makan di Cihapit total uang yang bisa kamu habiskan sekitar Rp50.000. Kalau kamu makan di warung nasi ma Eha, jumlah tersebut bisa membengkak sih :D 

Cerita saya waktu ke Pasar Cihapit bisa kamu baca di tulisan berjudul Jalan-jalan ke Pasar Cihapit


Afternoon in Bandung


Tancap gas ke arah utara. Di sana ada Tebing Keraton. Karena Bandung itu dikelilingi pegunungan, paling ideal melihat pemandangan yang hijau-hijau di Bandung. Tebing Keraton ini masa populernya sudah lewat sih. Tapi bukan berarti gak perlu datang ke sini kan :D 

Kalau kamu udah bosen dengan Tebing Keraton, bisa sih kamu ke The Lodge Maribaya di Lembang. Tapi ke The Lodgenya via Dago Giri. Dago Giri ini jalur paling cepat menuju Lembang. Tapi ya gitu deh jalurnya curam. 

The Lodge ini tempatnya unik sih. Banyak pilihan tempat sejenis The Lodge Maribaya di Bandung. Saya pilih The Lodge ketimbang tempat lain karena wahana Skytree dan sejenisnya yang seru. Areal perbukitan di sisi The Lodge itu sangat menyenangkan untuk dilihat. Lagipula, The Lodge ini cepat dicapainya dari Dago Giri. Kira-kira kalau gak ada hujan dan macet ya 30 menit saja. 

Dari Tebing Keraton/The Lodge Maribaya mampir ke galeri-galeri di Bandung. Di sekitar Dago itu ada Lawangwangi dan Selasar Sunaryo. Sebelum berkunjung ke galeri-galeri tersebut cek dulu di Instagram mereka ada jadwal pameran apa. Sebenarnya gak ada pameran seni juga tempatnya tetap menyenangkan sih. 




Selasar Sunaryo dan Wot Batu

Galeri ini enak buat nongkrong, cocok untuk menyepi. Setelah kamu bersenang-senang di The Lodge Maribaya, cooling down di Selasar Sunaryo. 

Kalau orang Bandung menyebut tempat ini Selasar saja. Pengalaman menikmati ruang-ruang di Selasar ini lucu banget. Permainan ruang di sini menyenangkan sekali. Lucu lah unik banget karena gak biasa.

Gak cuma ruang untuk pameran, di sini ada juga kafe dan toko sovenir. Oiya, kalau kamu muslim sempatkan beribadah sholat di sini deh. Musholanya mungil dan sepengalaman saya sih memberi rasa syahdu yang permai. Unik lah musholanya. 

Dari Selasar Sunaryo, nyebrang jalan di sebrangnya ada Wot Batu. Semacam monumen seni yang terbuat dari batu ditancapkan. Kayak obelisk kali ya. Saya sendiri belum pernah ke sana. Tiket masuk ke Selasar Sunaryo gak ada alias gratis. Kalau ke Wot Batu Rp50.000 dan dilarang memotret dengan DSLR atau kamera sejenis. 

Kafe Selasar
Foto : Artria Pratomo
Selasar Sunaryo dan Wot Batu ini keduanya sangat unik, kreatif, dan berada di areal perbukitan. Keduanya amat sangat saya rekomendasikan untuk kamu datangi. 

Notes: jangan lupa foto-foto di Selasar Sunaryo yang Instagramable. Kalau di Wot Batu kayaknya gak boleh deh. 

Wuih sudah siang di Bandung. Jalan-jalan udah, perutnya lapar lagi. Makan lagi yuk!

Roti Selai

Roti Selai sudah pasti pilihan saya! OMG tempat super mungil ini saya rekomendasikan banget deh. Ini kalau kamu suka makanan western, Roti Selai adalah surga buat kamu. Eh tapi ada sih Curry Rice yang rasanya cocok dengan lidah asia. 

Kalau pengen rasa lokal ada Warung Laos di sebelahnya Roti Selai. Rasanya oke juga kok. 




Perut kenyang siap jalan-jalan lagi. Langsung ke cus ke arah pusat kota. Jalan-jalan di kompleks kantornya Ridwan Kamil yuk! 

Balaikota 

Ada Taman Dewi Sartika, Taman Vanda dan Taman Balaikota. Ya lumayan sih bisa foto-foto di sini, mau nongkrong juga bisa sambil update media sosial :D 

Suasananya? Taman Dewi Sartika dan Balaikota paling oke karena rindang jadi teduh gitu. Adem nyeeesss. Ini taman baru ada sejak Ridwan Kamil jadi walikota. Sebelumnya kondisi Balaikota biasa banget, standar lah kantor pemerintah kota yang gak didandani. Sekarang jadi lucu, saya sudah beberapa kali datang ke sini untuk jalan-jalan santai. So kalau kamu pengen tahu ke mana kebanyakan orang Bandung mau jalan-jalan gratisan? ya ke taman-taman ini salah satunya. 





Dari area Balaikota, kamu berjalan kaki ke arah Braga menyusuri gedung-gedung tua dan jajan roti tempo dulu di restoran Sumber Hidangan. Langkahkan kaki sedikit lagi hingga ke kawasan Asia Afrika dan Alun-alun. Puas-puaskan hasrat foto dan nongkrong sampai perut kamu lapar lagi hahaha :D 


Evening in Bandung


Waktunya chillout. Makan-makan lagi. Enaknya makan di mana kalau malam-malam di Bandung?

FYI kalau kamu non muslim, makan malam udah paling cocok di Sudirman Street (Cibadak). OMG kalau saya bukan muslim sudah pasti saya pilih area ini untuk bersantap malam yang super nikmat. Begitu kata teman saya yang sering makan di Cibadak Street. 




Kalau kamu muslim, bisa kok pilih kedai yang halal di Sudirman Street. Tapi sedikit banget pilihannya. Jadi ya saya sarankan makan saja di Ayam Bakar Bu Imas di Jalan Balong Gede! Ayeeee ini ayam bakar di sini saya suka banget. Kalau suka sambal, wuih di sini banyak pilihan sambalnya. Dari yang merah sampai yang hijau, ada semua! Minumnya cukup teh tawar gratisan aja lah udah paling cocok kok. Tempatnya gak fancy sih, malah cenderung panas. Tapi kalau mau makan khas sunda, Warung Nasi Bu Imas ini udah paling cocok dan harganya yah masih lumayan terjangkau lah buat turis mah. 

Kalau pengennya makan di tempat makan yang fancy dan gak riweuh, arahkan kendaraan ke Jalan Riau. Di situ tempat makan melulu. Rata-rata tempat makannya modern sih. Kawasan ini juga tempat untuk menyalurkan hasrat kamu belanja sih. Banyak Factory Outlet dan Distro.

Tapi dengan waktu yang terbatas mendingan belanja pakaian di FO mah tunda saja. Lagian sekarang sudah zaman digital, belanja online saja toh sebentar lagi ada Harbolnas Zalora. 24 jam di Bandung enaknya sih makan dan jalan-jalan. 


Foto : yos_jimbo


FYI berikut ini beberapa hal yang perlu kamu tahu kalau mau pake rute yang saya buat di episode 24 Hours In Bandung ini:
  1. Lebih cepat kalau ditempuh dengan kendaraan bermotor dua. Kalau mobil mah kena macet euy. 
  2. Kalau gak ada motor pribadi, kontak teman yang punya motor. Minta diantar atau pinjam motornya. 
  3. Gak mau nyewa motor, gunakan aplikasi motor online. Ada Gojek dan Uber Motor di Bandung. 
  4. Gunakan pakaian yang nyaman, gak usah tebal-tebal. Di Selasar dan The Lodge mungkin kamu butuh jaket, tapi seriusan kalau gak dingin-dingin amat mending gak usah memakai jaket. 
  5. Sekarang musim hujan sih ya, jangan lupa bawa raincoat/payung. Raincoat lebih fleksibel sih. 
  6. Itinerary yang saya buat ini satu arah sih jalurnya, jadi kamu gak perlu muter-muter ke Lembang lah, ke Ciwidey lah, ke kafe di Cihampelas lah :D Rutenya udah saya buat sejalur dan tempat-tempatnya berdekatan. 

Nah beres deh jalan-jalan seharian di Bandung. Kalau ada pertanyaan drop komen di bawah. Tapi saya lebih cepet respon kalau kamu WA atau kirim email sih :D Cek nomor kontak dan email saya di di laman Hello! 

Thanks for reading!






Foto selain yang namanya tertera di caption: Ulu
Share:

Akhirnya Naik ke Puncak Monas Bersama Indonesia Corners

Tulisan sebelumnya dapat dibaca di Berkunjung ke Balaikota Jakarta

Naik bis wisata kota? Mauuuuuu! Ini kedua kalinya saya menumpang bis wisata kota. Pengalaman pertama di Surabaya.

Lucunya di Bandung juga ada bis wisata kota. Bandros namanya. Sudah pada tahu kan ya? Bandros adalah akronim Bandung Tour on The Bus. Namun tidak satu kali pun saya pernah menaikinya hahahaha kasian :D Saya membuat blog ini dan belum pernah naik Bandros. How irony is that :P 

Seru juga ya naik bis Jakarta City Tour. FYI bis wisatanya Jakarta ini namanya Mpok Siti. Lucu ya hihihi :D 

Ini pertama kalinya saya menumpang bis bertingkat. Bisnya bersih dan proper. Dan kayaknya semua orang pengen duduk di tingkat dua bisnya hahahaha. Untung aja peserta Jakarta Night Journey cuma 30an orang. Masih lebih dari cukup kapasitas lantai dua menampung kami semua. 

Tersedia 14 bis yang beroperasi tiap hari. Yes betul, hari kerja dan akhir pekan. Fasilitas ini gratis aja coba :D Di Bandung tahu gak berapa uang harus dibayar kalau naik Bandros si Bus City Tour itu? 800K saja, Kak. Harus booking dulu ke pengelolanya. Itu pun bisa dicancel oleh pihak mereka kapan saja bila pemilik Bandros mau pake. Yaelah Bandung belajar dari Jakarta lah perihal bus City Tour ini :P




Ini buat yang ingin jalan-jalan di Jakarta tanpa menghabiskan banyak uang, mesti nih naik bis ini. Duduknya di bangku di lantai dua ya. Asyik soalnya bisa lihat pemandangan lebih leluasa dari ketinggian. Beda sensasinya dengan melihat Jakarta dari lantai dasar bis. Sehari-hari kan sudah naik ojek dan taksi online, kendaraan pribadi, atau angkutan umum. Sekali-kali lah menumpang kendaraan yang ada memberi efek 'tinggi' kayak Jakarta Bus City Tour ini. 

Disarankan weekday sih menumpang bisnya, lebih sepi pengunjung. Di hari sabtu kemarin kami menumpang bis rute History of Jakarta. 


Jakarta Bus City Tour

Bis ini ada tiga rutenya:
1. Art and Culinary
2. History of Jakarta
3. Shopping Experience/Jakarta Modern

Senin sampai Sabtu Jam : 09.00 - 17.00 
Minggu : 12.00 - 20.00
(jam keberangkatan bis random, tapi gak nunggu lama sih, sekitar 20 menitan)

Lebih lengkap tentang rutenya kamu bisa baca di www.transjakarta.co.id pilih directorynya yang layanan khusus bis wisata. 




Sekilas Masa Lalu di Kota Tua Jakarta 

Sepanjang jalan menuju Kota Tua, saya foto-foto dari dalam bis. Sesampainya di Kota Tua, saya menatap lautan manusia di sana. Edan penuuuuuhhhh banyak orang! 

Gak banyak kegiatan kami sebagai peserta Jakarta Night Journey di sini. Hanya foto-foto sebentar saja lalu kembali ke bis. Terus saya panik motretnya karena waktu yang pendek jadi bingung mana dulu yang difoto euy heuheuehue banyak sekali photo-material di sini.

Dari dalam bis ada pemandu wisata khusus Kota Tua sih yang bercerita. Sayang saya gak memperhatikan karena asyik melihat pemandangan di luar bis :D 

Kelak saya mau balik lagi ke Kota Tua. Menyusuri satu per satu gedungnya yang kuno. Memotret detail-detail pada bangunannya. Memegang dindingnya. Moto vibe Kota Tua. Masuk ke museumnya. Dan mendengar pemandunya ngomong hahahaha :D 

Saya baca-baca sejarahnya, Kota Tua ini bisa dibilang cikalnya kota Jakarta ya. Mengamati deretan gedung kunonya dari dalam bis, saya jadi ingat bangunan tua di Surabaya yang saya susuri tahun lalu. Bentuknya mirip, suasananya juga sama. 

Jakarta dan Surabaya tipikal kotanya serupa. Pemerintah Kolonial Belanda merancang kedua kota tersebut sebagai kota dagang. Kota berbisnis. Makanya kali banyak gedung-gedung pemerintahan, pergundangan, dan perdagangan. Dibuat besar-besar dan megah dan berdekatan untuk memudahkan urusan berdagang dan kirim-kirim barang. 

Sementara itu kota tempat saya tinggal, Bandung, dirancang orang Belanda sebagai tujuan berlibur dan bersantai. Makanya di Bandung ada beberapa hotel bersejarah berdekatan lokasinya dengan destinasi belanja, makan-makan, dan tempat nongkrong yang sama legendarisnya juga.

Pendek kata sejak zaman dulu di Jakarta banyaknya gedung-gedung kantoran lah. Di Bandung banyaknya bangunan hiburan. 





Jadi konsep 'kerjanya di Jakarta, liburannya di Bandung' itu sudah ada sejak jaman kolonial. Waktu zaman kereta api belum ada, kalau Bandung kejauhan, mereka berhenti di destinasi bersantai terdekat Jakarta, yaitu Buitenzorg (Bogor) saja. Tapi setelah eranya jalur kereta api Batavia - Surabaya dan Batavia - Bandung dibuka langsung booooommm! Berbondong-bondong pengusaha dan keluarga orang Belanda datang ke Bandung untuk liburan, Bandung Parijs Van Java. 

Kita benci penjajahan Belanda. Berkat mengeruk harta kekayaan alam kita, orang Belanda bisa membangun infrastruktur yang baik di sana, di tanah Belandanya sendiri. Namun gak bisa dipungkiri juga sih legacy tata kota rancangan Belanda ini bagus-bagus, rapi, dan estetis. Contohnya ya di Kota Tua. Kalau Bandung ada di daerah Asia Afrika - Braga. Bentuk bangunannya bagus, tata kota apik, namun sejarah peristiwa di dalamnya gak semua enak untuk dibaca/didengar sih. Ya namanya juga zaman penjajahan :D




Monumen Nasional a.k.a MONAS yang Monumental!

Tujuan akhir di penghujung sore. Berkali-kali ke Jakarta, ini kali pertama saya ke Monas. Biasanya lihat dari jauh saja. Tertarik naik ke puncak Monas pun tidak. So ya gak ada harapan tinggi-tinggi datang ke tugu paling terkenal se-Indonesia ini. 

Sebagai orang non-jakarta, tinggal pun bukan di Jakarta, saya agak-agak kaget sih lihat antrian mengular yang mau ke Monas. Seriously pada niat banget antri lama-lama ya. Apa istimewanya tugu yang total tingginya 132 m itu sampai rela nunggu berjam-jam sih?

Indonesia Corners membawa kami ke puncak Monas dan di sana saya baru tahu ikon Jakarta ini memang istimewa. 

Gak ada yang gak indah kalau kamu memandangnya dari ketinggian 115 m pada malam hari kan? Di antara angin kencang dan euforia ala turis, saya menyaksikan Istiqlal dan Katedral, semua tol dalam kota, jalan layang, gedung-gedung mall dan apartemen, terus apalagi ya landmark Jakarta saya gak hapal hihihi. Bagus lah pemandangannya. Romantis-romantis gimana gitu menyaksikan panorama 360 derajat Jakarta malam hari. 




Di Puncak Monas dan Lampu Malam Jakarta yang Berkilauan

Pemandangan kota yang saya lihat di malam hari itu indah banget. Lampu-lampu bangunan berpendar. Ugh cantik banget. Everybody's happy. Ada yang langsung nge-vlog, ada yang sibuk berfoto, ada juga yang mematung terpana lampu-lampu malam Jakarta. Kami lupa dengan bangunan pencakar langit yang sebenarnya gak enak-enak amat dilihat kalau siang hari sih :D Memang sensasinya beda sih ya kalau di malam hari. Saya jadi pengen merasakan kalau ada di puncak Monas pas siang gitu gimana efeknya ya :D 

Hari yang bersejarah untuk saya karena berhasil naik ke puncak Monas. Coba didata, berapa banyak orang Jakarta yang belum pernah naik ke puncak Monas :D bahkan hampir sebagian besar teman baru saya di acara Jakarta Night Journey adalah orang Jakarta dan mengaku belum pernah ke puncak Monas. Ouch! Kalau lihat antrian masuk Monas mah saya juga males kali naik ke puncaknya hahaha. So terima kasih banyak hatur nuhun kepada Indonesia Corners yang mengirim kami ke puncak Monas!




Sayangnya saya gak bisa motret pake DSLR kalau malam hari. Kameranya masih entry level ya buram semua foto-fotonya :D Foto pemandangan Jakarta di malam hari yang saya rekam dari Monas itu saya jepret pake kamera ponsel.  Mestinya saya bawa tripod sih. Tapi kan ribet amat ya nentengin tripod hihihi :D 

Jadi ingat Asus Zenfone 3 deh kalau udah gini. Secara taglinenya saja Built for Photography. Kamera belakang 16 MP, kamera depan 8 MP. Sophisticated lah, bayangin aja dengan harga yang 3 jutaan kira-kira kualitas kayak apa yang bisa kamu nikmati dari layar 5,5 inci dan jaringan 4G ini. Baterainya support fast charging dan kapasitasnya besar 3000mAh. Tapi ya buat layar sejumbo itu mah sudah seharusnya ditunjang kapasitas baterai yang besar sih. 

Memori internal 64 GB, 4 GB RAM. Memori eksternal 128 GB. Tapi anyway teknis kelengkapan fitur dalam Asus Zenfone 3 bisa kamu baca di websitenya Asus Indonesia

Tapi sebenarnya saya tertarik fitur OIS di kameranya Asus Zenfone 3 ini sih. OIS kependekan dari Opitimal Image Stabilization. Dalam kamera Asus Zenfone 3 terdapat fitur 4-AXIS OIS. Artinya tingkat sensitifnya mencapai 4 x lipat dari smartphone dengan OIS standar. 

Kalau kamu suka motret atau kerjaan kamu menuntut harus foto-foto kapanpun dan di mana saja, dan kamu motret pake kamera ponsel, saya saranin beli smartphone yang ada fitur OIS ini. Wajib sih tepatnya mah. 

OIS ini fitur yang membuat hasil foto tetap tajam dan bagus meski jepretnya dalam kondisi goyang atau gemetar. Biasanya kendala foto buram itu muncul karena pencahayaan yang sedikit. Macam di puncak Monas waktu itu sih. Lumayan kan kalau ada fitur yang bisa meredam getaran tangan. FYI kamera DSLR saya bahkan gak punya fitur OIS ini hahaha asem! 

Next time saya ikutan acara jalan-jalannya Indonesia Corners atau trip lainnya, saya gak usah bawa-bawa DSLR sih, pake Zenfone 3 juga menurut saya cukup sudah. 


Sumber foto : http://www.unbox.ph

About Monas dan Soekarno yang Monumental

Tugu Monas ini pembuatannya makan waktu hampir 15 tahun atas inisiatif Soekarno. Uniknya sih di tahun 50an ada sayembara rancangan Monas. Bayangin tahun 50an ada sayembara mencari desainer Monas. Keren ya :D Rancangan yang masuk ke panitia ada 136 tapi gak ada yang memenuhi syarat. Alhasil Soekarno nunjuk langsung deh arsiteknya: Soedarsono dan F. Silaban. FYI F. Silaban ini adalah arsiteknya masjid Istiqlal. 

Sebenarnya sih kalau dibawa ke hari ini, Monas menurut saya gak terlalu istimewa. Kamu bisa naik ke gedung-gedung pencakar langit lainnya dan melihat Jakarta dari sana. Akan tetapi kalau konteksnya dibawa ke tahun ia pertama dibuat, maka tugu Monas adalah gedung pertama yang terbuka untuk umum yang tingginya 115 m dan bisa lihat pemandangan jakarta 360 derajat! Sebagai bonus: ada emas 17 meter ditaplok di puncaknya. Kurang monumental gimana lagi itu Monas :)  

Ngobrol sama Indra, saya dikasihtahu kalau Soekarno di awal kepemimpinannya membangun banyak gedung-gedung monumental. Monas ini salah satunya. Biayanya sih katanya dari dana ganti rugi Belanda akibat penjajahan mereka pada Indonesia. Dari uang ganti rugi itu Soekarno membangun Monas, Sarinah, Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, termasuk Gelora Bung Karno yang waktu itu terbesar di Asia Tenggara, dan beberapa lainnya. 

Saya nanya ke Indra, kenapa Soekarno gak membangun jalan raya aja sih, kenapa harus bikin bangunan-bangunan monumental segala. Kan kita butuhnya akses, bukan gedung besar yang mewah. 

Kayaknya sih itu berhubungan dengan pride, kata Indra. Kebanggaan. 

Soekarno pengen kalau orang luar negeri datang ke Jakarta terus lihat bangunan yang monumental itu mereka jadi respek sama kita. Edan Jakarta canggih gini, emas saja ditaplokin ke puncak tugu! Respek! Gitu kesan orang melihat Jakarta yang Soekarno inginkan. Menciptakan kebanggaan. Buat sosok yang berteman baik dengan John F Kennedy dan berhasil menyatukan visi bangsa-bangsa Asia Afrika, Soekarno sendiri menurut saya sosok yang monumental. 

Wah sori nulisnya jadi ke mana-mana :D Kembali ke jalan-jalan saya di Monas. 

Monas ini terdiri dari beberapa bagian. Saya masuk lewat Pintu Gerbang, menuju ke puncak tugu saya masuk ke Ruang Museum Sejarah. Sayang gak lihat museumnya, cuma numpang lewat doang. 

Habis itu naik lift langsung ke puncak tugu. Sekitar 15 menit di sana dan turun ke Pelataran Cawan. Nongkrong sebentar lalu turun lagi via tangga dan pulang ke rumah masing-masing. 

Sebenarnya sih kalau ekplorasi semuanya ada Ruang Kemerdekaan juga. Tapi saya gak tahu juga ada ruang ini karena datang ke Monas tujuannya cuma ke puncak tugu :D

Pengalaman yang menyenangkan di Monas. Melihatnya lagi di kejauhan, bagi saya tugu tersebut gak lagi sama. Monas bagi saya sudah berbuah kenang-kenangan dalam bentuk foto dan cerita. Dengan kemudahan akses yang Indonesia Corners sediakan, malam itu saya adalah orang-orang beruntung yang terpilih. Sudah beruntung, terpilih juga. Combo! 



Ujung Perjalanan

Selesai dengan Monas, saya belum mau pulang atuh. Salman, Melly, dan Rani mengajak saya (Bandung) dan Fajrin (Lampung, peserta terjauh nih :D) makan-makan di Jalan Sabang. Good friends and great experience. Ujung perjalanan malam itu saya lewati dengan menandaskan dengan satu porsi Mie Kuah, satu porsi Baso, dua teh botol dingin, dan obrolan ringan bersama teman-teman baru.

Alhamdulillah. Perjalanan yang padat gizi dan menghabiskan isi baterai semua gawai saya hahaha. 

Sampai dengan malam hari saya masih update status dan berkabar dengan Indra. Padahal smartphone saya menyala seharian dan superaktif aplikasinya kerja semua. Thanks to Asus ZenPower Ultra yang menemani saya dalam perjalanan ini. Memang gak salah sih beli power bank ini beberapa waktu lalu. 


Sumber foto : http://www.unbox.ph

Power bank keluaran Asus yang saya beli 250ribuan ini bobotnya ringan, 215 gr saja. Tapi kapasitasnya gede banget, 10050mAh. Isi ulang baterai smartphone  juga pake gak pake lama karena ZenPower Ultra ini support fast charging.

Favorit saya sih fitur mati  otomatisnya kalau baterai smartphone sudah penuh. Pas lagi acara kan sering kelupaan cek durasi chargingnya. Gak cek kapasitas baterainya karena ya main buka smartphone buat update di twitter, instagram, dan facebook. Belum lagi pas foto-foto.

Ini kalau kamu lagi hunting power bank, saya rekomendasikan ZenPower Ultra. 

Anyway, pulang ke penginapan bukan cuma perut saya yang penuh, hati saya juga terisi. Bertemu teman-teman baru dan menyaksikan tempat-tempat yang masih asing buat saya. Hari itu saya belajar banyak lagi. Bahwa Jakarta bukan melulu tentang kemacetan dan berita-berita menjemukan di televisi nasional. Jakarta itu cinta yang tak hapus oleh hujan tak lekang oleh panas. Jakarta itu kasih sayang. Ngomong-ngomong, dua kalimat terakhir saya kutip dari Sapardi Djoko Damono. Hehehe :D

Kalau kamu pengen jalan-jalan bersama Indonesia Corners (yang mana saya rekomendasikan), follow dan update kabar dari mereka di:

Web : www.idcorners.com
Twitter dan IG : @idcorners

Sampai ketemu lagi di acara jalan-jalan berikutnya yak! Hatur nuhuuuun :)


Di dalam bis Jakarta City Tour
Kota Tua dari dalam bis Jakarta City Tour
Kota Tua



MONAS! 

Kereta menuju kaki MONAS
Terowongan menuju kaki MONAS
Di puncak tugu MONAS, difoto pake kamera ponsel

Tulisan ini diikutsertakan dalam Jakarta Night Journey Blog Competition oleh Indonesia Corners yang disponsori oleh Asus Indonesia dan menjadi pemenang ke dua! :D








Teks : Ulu
Foto, selain foto Asus: Ulu
Share:

Berkunjung ke Balaikota Jakarta Bersama Indonesia Corners

Bandung Diary goes to Jakarta! 

Eh ntar dulu, gak salah baca kan? Bisa memangnya jalan-jalan di Jakarta? Weis atuh bisa euy. Saya kira Jakarta isinya kantor-kantor pencakar langit dak kemacetan tiada ujung. Enggak juga kok ternyata. 

Saya mau cari suasana baru, toh kesempatannya ada. Dan kesempatan itu datangnya dari teman-teman Indonesia Corners. Mereka menyelenggarakan acara jalan-jalan bertajuk Jakarta Night Journey pada 23 Ooktober 2016. Sepanjang acara peserta, termasuk saya, update status di Twitter dan Instagram. Baca deh keceriaan yang kami share secara real time waktu itu di Twitter dan IG dengan tagar:  #EnjoyJakNight




Meski judulnya perjalanan di Jakarta di malam hari, namun separuh acara dilakukan sewaktu siang. 

Di Jakarta jalan-jalan ke mana saja? Oke saya rekap satu-satu ya. Bersiap lah karena ini tidak akan jadi tulisan yang pendek karena kalau sudah menulis, saya cerewet banget :D



Jakarta Smart City : Canggih dan Memudahkan

Setelah makan siang acara baru dimulai. Ke Balaikota kami berkunjung sebagai titik pertama dan langsung naik ke lantai tiga menggunakan lift. Dalam bayangan saya, memasuki gedung balaikota berarti menyaksikan detail-detail ornamen bangunan kuno. Karena tampak dari luar kan gedungnya tempo dulu banget. Eh ternyata enggak. 

Jakarta Smart City ruangannya modern abis. Ya kayak kantor-kantor zaman sekarang itu. Benda digital di mana-mana :D 

Beda dengan kantor pemerintahan yang umumnya saya lihat, di sini pegawainya anak muda semua euy. Muka-mukanya macam karyawan start-up. Tapi memang gak heran sih. Jakarta Smart City program pemerintah yang mengaplikasikan teknologi di semua bidang yang pemerintah awasi. Anak muda dan teknologi kan satu paket hehehe. 

Kok akhir minggu mereka kerja? Nampaknya sih ada yang kerja di hari Sabtu dan Minggu. Secara Jakarta Smart City ini terbuka untuk umum. Yang mau lihat kinerja Pemerintah DKI bisa ke Jakarta Smart City. Di Bandung juga ada kok yang kayak begini, cuma saya gak tahu terbuka untuk umum atau enggak. 

Divisi dan ruangan Jakarta Smart City ini kerjanya mengontrol pergerakan kota Jakarta. Dari tindak kriminal, pengaduan warga, tingkat kemacetan, fasilitas umum yang rusak, hingga pengawasan harga sembako, dan tanah, sampai ketersediaan jumlah kamar di semua rumah sakit di Jakarta! Gila detail banget. 

Belum berhenti sampai di situ. 

Jakarta Smart City juga memuat informasi pengaduan warga, kasus keluhan yang terselesaikan, dan tindakan yang masih on progress di tiap dinas. Ada satu layar besar yang memuat semua informasi tersebut. Semua dinas pemerintahan provinsi Jakarta bisa diawasi kerjanya dari layar ini. Angka dalam warna merah artinya laporan yang masuk. Warna hijau kasus yang sedang diselesaikan. Warna kuning artinya keluhan sudah diselesaikan. 

Terus saya baru tahu sekarang di Jakarta dipasangin banyak sekali CCTV. Monitoring semua CCTV di Jakarta dari ruang di Jakarta Smart City. Nilai lebihnya lagi mereka gak cuma duduk diam mengolah data dan meneruskannya ke dinas terkait. Ada Team Komunikasi yang bertugas untuk sosialisasi program pada masyarakat.




Kolaborasi is the key!

Untuk memudahkan kerja, Pemprov DKI berkolaborasi dengan beberapa aplikasi yang sudah ada lebih dulu. Qlue, Zomato, GoFood, Waze, Ragunan Zoo, Qraved, Traffi, dan Info Pangan Jakarta. 

Jarang-jarang saya dengar pemerintah mau berkolaborasi euy. Biasanya mereka apa-apa bikin sendiri kan, diproyekin gitu biar banyak uang untuk dibagi-bagi. Ya ini juga sama, tapi saya kira caranya sudah benar. Menggandeng pihak-pihak yang sudah lebih dulu bekerja. Daripada bekerja sendiri dari nol, habisin tenaga dan uang lebih banyak, mendingan kolaborasi kan :) 

Saya sering dengar sih tentang Jakarta Smart City. Tapi baru sekarang menyimak konsep dan kerjanya. Sewaktu pemandu dari Jakarta Smart City, Danil, bercerita, saya menatap layar besar di hadapan saya. Lalu berpikir, berapa banyak mafia yang sudah gigit jari akibat semua kebijakan dan pantauan program ini. Pantas saja gubernur Jakarta sekarang banyak yang gak suka ya. Radikal gitu kerjanya. Semuanya serba diawasi dan ditindaklanjuti. Ouch! 

Pendek kata sih, dengan program Jakarta Smart City ini gak ada yang bisa sembunyi dari Ahok :D wkwkwkwk. 

Baguslah Jakarta. Ada perubahan ke arah yang bagus. Emang gak bisa dinilai sempurna banget sih. Tapi tahu bahwa ada pejabat negara yang SADAR potensi teknologi dan mengaplikasikannya dalam pemerintahan, wuih saya salut banget. Begini seharusnya. 

Teknologi membantu kerja jadi lebih efisien dan efektif. Selama ini kan kita tahu betapa lambannya kinerja kerja pemerintah. Baguslah sekarang ada usaha untuk berubah. Kalau kata Gubernur Jakarta sekarang mah: jangan nyusahin orang lah! Setujuuuuu! 

Namun teknologi cuma alat. Sudah diterapkan itu bagus. Tapi tahap berikutnya kan lebih penting lagi, yaitu tindak lanjut dari semua data yang mereka peroleh di Jakarta Smart City. 

Menyaksikan pekerjaan ala Pemprov DKI ini, siapapun yang melanjutkan kerja Ahok nantinya semoga gak mengubah ini semua. Biasanya kan ganti pejabat, ganti kebijakan lah, ganti konsep lah, ganti nama lembaga lah. Jarang ada yang mau nerusin proyek pemerintah sebelumnya padahal sudah jelas proyeknya bagus. 

Teknologi (terutama ini konteksnya kota 'sebesar' Jakarta) kalau gak diterapkan sebaik-baiknya, kita bakal ketinggalan jauh sekali. Either kita masih gelantungan di pohon dan makan pisang saja atau mulai belajar berlari dan mengambil semua kesempatan yang ada dengan cepat. 




Balaikota Jakarta yang Kuno

Dari pemandangan yang canggih-canggih dan muda-muda, kami turun ke lantai dasar melihat yang tua-tua dan antik-antik. 

Balaikota Jakarta berdiri tahun 1919. First thing first kesan saya terhadap bangunan Balaikota adalah megah banget! 

Kalau di Bandung, bangunan Balaikota ini mirip dengan rumah dinasnya Gubernur Jawa Barat, Gedung Pakuan namanya. Pilarnya besar-besar, teras gedungnya adalah ruang 'menyortir' tamunya. Halamannya pun luas sekali! 

Kalau baca sejarahnya, bangunan ini dulu kantor karesidenan Jawa Barat. Jabatan karesidenan dahulu setara dengan walikota sekarang lah kira-kira mah. Balaikota Jakarta ini dibangun oleh sebab pemekaran wilayah oleh Pemerintah Kolonial. 

Saat itu Kota Tua sudah kekecilan menampung urusan pemerintah kolonial. Maka diperluaslah wilayah Batavia dari utara (pinggir laut) ke selatan dengan Balaikota itu sebagai kantornya. Kurang lebih begitu sih kalau dari sejarah yang saya baca. Baru di tahun 1960 Balaikota Jakarta jadi kantor resmi Pemda DKI. 

Ada banyak bagian dalam gedung yang bisa dilhat-lihat. Ruang tamu, ruang rapat, ruang galeri foto gubernur-gubernur Jakarta, ruang bernama Balai Agung, dan ruang auditorium. 

Seperti bangunan khas Belanda di Nusantara, langit-langitnya dan pintunya tinggi sekali. Sebegitu kepanasannya orang Belanda di Hindia Belanda, mereka merancang bangunannya biar terasa adem. Buat orang Belanda dulu, pendingin udara itu bentuknya jendela yang besar, pintu yang berbuku-buku, ventilasi, dan langit-langit yang tinggi. 




Balaikota Jakarta terbuka untuk umum. Beberapa properti dapat diduduki, namun ada juga yang dilarang untuk disentuh. Berfoto gak dilarang sama sekali. 

Sudah lama sekali saya mau banget masuk ke bangunan kayak begini. Di Bandung si Gedung Pakuan itu tertutup untuk umum. Semasa saya kecil dulu di Cirebon tiap sekolah melewati bangunan yang bentuknya sama dengan Balaikota Jakarta. Gedung Negara namanya. Gak nyangka kenginan saya terwujud di Balaikota Jakarta :D 

Ruangan favorit saya di sini adalah teras dan ruang bertamunya. Luas amat terasnya. Udah gitu gak cuma luas, tapi juga tiap sudut dirancang untuk enak duduk dan enak lihat pemandangan. Saya jadi bertanya-tanya. Kemegahan bangunan ini apa sengaja dibuat sebagai simbol kekuasaan juga? Ya emang sih bangunan kuno gede-gede. Rumah nenek kakek kita juga halamannya luas kan. Cuma yang ini mah extravagant pisan. Kayaknya memang kemegahan itu sengaja diperlihatkan ke rakyat biasa untuk menanam rasa minder agar kita patuh dan lawan politik agar mereka berkecil hati. 

Kalau mau liburan gratisan di Jakarta, kamu bisa nih ke Balaikota. Tidak ada tiket masuk. Untuk yang suka berfoto, lokasi ini cantik banget buat jadi latar foto-foto. Kayaknya mah gedung kuno gak ada yang fail ya buat difoto. Pasti bagus hasilnya.

Balaikota Jakarta
Jl. Medan Merdeka Barat no. 17-19 Jakarta

Buka Sabtu dan Minggu
09.00 - 17.00
Gratis!

Tulisan berikutnya baca di Akhirnya Naik ke Puncak Monas!















Teks : Ulu
Foto : Ulu
Share:

Setapak Demi Setapak ke Curug Malela dan Cerita di Dalamnya

Dalam perjalanan jauh ditempuh dengan berjalan kaki, usaha satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah bersabar. Melangkah setapak demi setapak, tak tahunya sudah sampai di tujuan. Dalam perjalanan model begini biasanya saya memikirkan banyak hal. Kecuali kalau ada teman ngobrol selama di jalan. Ya ujung-ujungnya membicarakan hal-hal yang tidak akan kami bicarakan jika situasinya berbeda. Dipikir-pikir perjalanan berjalan kaki jarak jauh itu memang melankolis.  

Menuju Curug Malela saya termasuk orang-orang yang mengekor di belakang. Terkadang berjalan sendiri, tapi ada kalanya berbarengan dengan teman-teman yang lain. 




Saya bertemu Pak Harnaka yang wajahnya selalu ceria dan memancar bahagia ketika melihat kupu-kupu atau capung. Seperti saya, Pak Naka juga memotret dengan kamera ponsel. Saya berbekal Android, ia menggunakan IOS. Kalau kamu pernah bertemu dengan orang-orang yang membuat kamu merasa dunia ini indah dan baik-baik saja, ya kira-kira begitu kesan saya terhadap Bapak yang satu ini dan istrinya. Happy terus bawaannya. 

Juga ada Ayu Kuke yang berjalan tak kalah santainya dengan saya dan membidik banyak hal dengan kameranya. Tak heran jika besok-besok hari saya akan ditag foto-foto keren olehnya di Facebook atau Instagram. Beberapa kali saya meminta bantuannya untuk memotret saya dengan latar pemandangan perbukitan, langit, dan awan. Jadi begini, tiap kali pergi jalan-jalan biasanya saya sudah menyeleksi orang yang akan saya mintai tolong memotret saya. Males kan kalau fotonya miring atau wajah saya jadi buram hahaha. Kuke adalah orang yang dapat saya andalkan urusan moto memoto (muka saya) :D

Perlu saya sebutkan juga di sini bahwa saya menemukan anak kecil yang melesat ke sana ke mari dengan entengnya lalu ia mogok ketika lapar. Wira namanya, atau Jenderal Wira, begitu Kuke menjulukinya. Anak yang masih kelas 1 SD ini seperti tak ada lelahnya. Membuat saya merasa setua orang berumur 100 tahun saja. Dalam perjalanan dengan kontur menukik, dia masih gesit macam kambing gunung. Sedikit lagi mencapai titik perjalanan pulang saya melihat Wira tergolek kecapekan di punggung ayahnya. Di rumah Abah Karma, pos istirahat kami, Wira beraksi lagi. Macam gawai yang baru dicharge saja. 

Juga ada Ismi. Perempuan pendiam yang jarang terdengar suaranya. Ia berjalan seperti melayang, seperti tidak kecapekan. Terkadang wajahnya tersenyum dan tertawa, juga nampak sedang berpikir entah apa. Ada pula Kang Budi, yang sepanjang jalan (terutama di dalam truk) tak pernah kehabisan cerita. Energinya selalu sama sejak berangkat hingga pulang. Di Geotrek Curug Malela, saya bertemu lagi dengan Teh Mima. Kang Budi dan Teh Mima adalah teman perjalanan saya waktu di Jatigede. Wajah Teh Mima masih sama dengan tahun lalu saat saya berkenalan dengannya. Wajah-wajah senyum dan bahagia gitu. Sama kayak Pak Naka. 

Orang yang terakhir ini wajib saya sebut. Bapak T. Bachtiar. Kami menyapanya dengan sebutan yang mudah saja, Pak Bach. Beliau adalah orang yang memandu Geotrek ke Curug Malela. Dengan latar belakang ilmunya yang melebihi gunung-gunung mana pun di didunia ini, Pak Bach adalah orang-orang yang diperbolehkan untuk jumawa dan merasa istimewa. Di manapun tempatnya, apapun situasinya. Tapi kakek-kakek muda yang satu ini memang berbeda. Pak Bach lucu banget, sabar banget, rendah hati banget. Perjalanan geotrek itu jadi semacam trip anak TK. Kami anak TK-nya, Pak Bachtiar guru TK-nya :D Guru TK yang menyenangkan! 

Lho kenapa saya malah mengabsen orang satu per satu ini hahahaha. Ayo kembali ke Curug Malela. 

Perjalanan ke Curug Malela ini adalah open trip yang terbuka untuk umum. Dilakukan pada hari Sabtu (30/7/2016), tripnya berjudul Geotrek Curug Malela. Diadakan oleh operator bernama Mata Bumi, tema geotrek menjadikannya berbeda dengan trip-trip umum lainnya. 

Jika sebuah perjalanan ditujukan untuk menyegarkan hidup kita yang membosankan, kalau di geotrek tujuannya bukan itu saja. Geotrek memuat penjelajahan dengan konten ilmu pengetahuan. Dua pemandu Mata Bumi adalah Budi Brahmantyo dan Titi Bachtiar. Pak Budi adalah geolog. Pak Bachtiar merupakan geograf. Keduanya produktif menulis buku dan artikel di media cetak di tema-tema seputar kebumian. Mereka sangat aktif mengkampanyekan ilmu-ilmu bumi untuk orang umum kayak saya. Kamu browsing saja namanya di Google, pasti banyak bermunculan artikel-artikel karyanya dan berita tentang mereka berdua. 


Geotrek Curug Malela


Geotrek ke Curug Malela ini adalah yang kedua kalinya Mata Bumi adakan. Yang pertama adalah 6 tahun lalu, tahun 2010. Curug Malela berlokasi di Kampung Manglid, Desa Cicadas, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat. Dari Bandung kami mencapainya dengan kendaraan tangguh, Truk Tentara, selama 3 jam saja. Setelah itu kami lanjutkan dengan berjalan kaki 1 jam (dan 2 jam ketika pulangnya, nanjak gak putus-putus jadi sedikit jalan banyak istirahatnya :D hihihi). 

Bukan perjalanan yang mudah. Terguncang-guncang di dalam truk, kepala saya jadi agak pengar. Turun dari Truk seharusnya saya masuk kamar dan tidur cantik. Hahaha. Tapi tidak bisa tentu saja atuh. Segelas teh hangat yang disediakan  di Rumah Abah Karma menghilangkan pengar saya. Juga potongan tempe dan sambalnya yang aduhai itu. 

Makan sudah, streching sudah. Trekking ke Curug Malela dimulai. Berbekal tempe dan ikan nila di dalam perut dan dua botol air minum, dari titik di rumah Abah Karma saya mengarungi perbukitan itu dengan pelan-pelan saja. 


Difoto Pak Bachtiar


Bagi saya Curug Malela adalah air terjun termegah yang pernah saya lihat secara langsung. Bukan dari layar televisi, juga bukan foto di majalah penjelajahan. Saya sampai harus ambil posisi paling strategis untuk duduk diam beberapa menit dan hanya memandangnya, merekamnya kuat-kuat dalam ingatan. Indah sekali. Terpukau saya dibuatnya. Tiba-tiba jadi kangen Indra. Tahu kan credo 'ingin berbagi suka dengan orang yang kita sayang', ya begitu kira-kira perasaan saya waktu lihat Curug Malela :D 

Ngomong-ngomong usai puas memandang lekat Curug Malela, saya turun ke sungainya. Seperti biasa kalau bertemu air terjun saya pasti menyapanya dengan mencelupkan kedua tangan terlebih dahulu ke dalam airnya. Semacam ritual berkenalan. Segar sekali airnya. Ingatan saya tentang 4 jam menujunya rontok tak berbekas. Jika saya adalah pohon, saya ingin jadi pohon di tepi Curug Malela. Biar bisa lihat curugnya setiap hari. Kalau saya jadi manusia saya pasti bosan lihat curug yang sama. Tapi saya adalah pohon. Pohon tidak pernah bosan. Pohon adalah makhluk tersabar dan terbaik di muka bumi ini. 

Perjalanan pulang kembali ke truk tentara adalah perjalanan panjang. Selangkah demi selangkah melalui jalan yang menanjak, seperti tiada akhirnya. Namun persahabatan yang terjalin di antara tanjakan-tanjakan itu membuat saya bahagia. 

Bukan hanya pemandangan Curug Malela saja yang memukau, tapi penjelajahan, ilmu pengetahuan, dan persahabatan yang saya peroleh selama menuju ke sana menggenapi sebuah pengalaman trekking yang menyenangkan. 

Pak Bachtiar mengatakan bahwa Malela berasal dari bahasa Kawi. Artinya Baja. Baja dalam arti (curug) Malela adalah metafora. Sebuah ekspresi kekaguman yang mengaitkan kemegahan dinding tebing dan kekuatan air terjun dengan Baja. Mengingat baja adalah benda yang kuat, tebal, dan berdaya tangguh. Begitu kesan orang dahulu terhadap air terjun ini makanya mereka menjulukinya Curug Malela. 

Bukan hanya Curug yang bernama Curug Malela. Ada juga Jukut (rumput) Malela untuk menggambarkan ukuran rumput yang tingginya lebih dari rumput biasanya. Lalu ada Keusik (pasir) Malela untuk mengungkapkan hamparan pasir yang berkilauan, bukan pasir standar gitu. Masih ada lagi, Cadas (batu) Malela yang menggambarkan batu yang tebal dan besar. Kalau Hercules dan Rambo lahir di Tatar Parahyangan, mungkin orang Sunda akan memberi nama Malela untuk mereka. Hercules Malela dan Rambo Malela. 


Terbaca klise, tapi perjalanan menuju ke curug terbayar lunas pemandangannya. Perjalanan pulang dari curug -meski terseok hahaha- juga tertebus suasana yang hangat sesama peserta. Lagipula ada beberapa orang yang umurnya jauuuh lebih tua dari saya tapi semangatnya masih membara. Jika Tuhan memberi umur saya panjang, saya ingin jadi seperti Pak Budi, Pak Bachtiar dan seorang peserta berumur 65 tahun yang masih sangat Malela itu. Umur lebih tua, berjalan lebih jauh. 

Mata Bumi di Facebook. 
Titi Bachtiar di Facebook. 
Budi Brahmantyo di Facebook.




Leuwi Datar Gunung Halu, 2 jam menuju pintu gerbang Curug Malela. 
Rumah Abah Karma, tempat makan siang dan istirahat sebelum berangkat ke Curug Malela
Pak Budi, sedang menerangkan asal muasal Curug Malela.
Anak berbaju hijau adalah Wira si Kambing Gunung hohoho :D
Sudah makan, baru foto makanan :D


Kru Mata Bumi menyipkan webbing di titik-titik curam
Curug Malela di kejauhan
Pak Bachtiar dan saya berpose Melak Cangkeng
difoto Ayu Kuke






Pelajaran tentang Curug Malela
Lebar 60 m & tinggi 70 m


Walang Sangit. Dahulu digunakan sebagai pewangi dan penambah rasa untuk Sayur Kacang















Difoto oleh : Ulu
Edit foto: VSCO
Semua foto diambil dengan Lenovo A6000, kecuali foto saya dan Pak bachtiar yang dijepret Kuke.
Share:

Seminar Digital GRATIS 100%

Paket TOUR Pilihan

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 JELAJAH 3 PULAU SERIBU (ONE DAY) *AV-D Mulai dai IDR 100.000

Berlaku: 21 Nov 2018 – 31 Mei 2019 BROMO ONE DAY TRIP *CT-D Mulai dari IDR 300.000

Berlaku: 04 Mei 2019 – 05 Mei 2019 PULAU TIDUNG 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 350.000

Berlaku: 06 Apr 2019 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 360.000

Berlaku: 27 Mar 2019 – 31 Mei 2019 PULAU HARAPAN 2D1N (OPEN TRIP) *AVD Mulai dari IDR 370.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU AYER ODT *AV.D Mulai dari IDR 399.000

Berlaku: 01 Agu 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 29 Apr 2019 – 03 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND *TX Mulai dari IDR 8.900.000

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM HAINAN ISLAND HARI SABTU STARTING JAKARTA JUN *TX Mulai dari IDR 4.650.000

Berlaku: 05 Mei 2019 – 08 Mei 2019 4 HARI 3 MALAM BANGKOK PATTAYA *TX Mulai dari IDR 5.500.000

Berlaku: 14 Mei 2019 – 18 Mei 2019 5D THAILAND MALAYSIA SINGAPORE *TX Mulai dari IDR 5.800.000

Berlaku: 01 Nov 2019 – 04 Nov 2019 MOTOGP GRAND PRIX OF MALAYSIA SEPANG INTL CIRCUIT 4D3N *TX Mulai dari IDR 5.900.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 12 Mei 2019 – 16 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND Mulai dari IDR 9.000.000

Jadi Agen Sekarang Gratis!

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support