Ketika di sebagian besar wilayah Indonesia masih kering, kabarnya di Tanakita yang berlokasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sudah beberapa hari turun hujan. Tapi, ketika kami ke sana, hujan gak turun sama sekali. Padahal sehari sebelumnya hujan masih turun.
Tujuan kami ke sana kali ini adalah mengamati migrasi burung. Sayangnya, kami masih belum berhasil melihat migrasi burung raptor. Biasanya, Keke ikut tubing. Tapi, sudah sebulan lebih kegiatan tubing ditiadakan karena debit air sungai masih kecil akibat kemarau. Sedangkan Nai lagi bosen berflying fox. Kalau gak bisa tubing, gagal lihat migrasi burung, dan bosan main flying fox, trus enaknya ngapain, dong?
Buat saya, nyantai kayak gini selama di sana gak masalah. Tapi, anak-anak maunya bergerak terus :D
Buat saya dan suami, sebetulnya istirahat dan ngobrol-ngobrol aja udah cukup. *plus ngemil hehehe* Jarang-jarang kan menikmati suasana tenang dengan udara segar? Tapi, buat anak-anak gak bisa gitu juga. Ada energi yang harus mereka keluarkan hehehe.
New camp area, Coffee Gede, dan kebun organik
Melihat bibit pohon yang akan ditanam
Sekarang ada 3 camp area baru di Tanakita, lho. Mau di pinggir sungai, di hutan pinus, atau di rumamera, juga bisa. Akan saya ceritakan di postingan terpisah. Selain itu ada juga tempat untuk sekadar ngopi dna kongkow-kongkow, namanya Coffee Gede.
Kami sempat ke Coffe Gede. Setelah dari sana, balik ke tenda sengaja lewat kebun organik. Gara-garanya, Keke dan Nai ditawarin minum jus wortel, tapi diajak metik dulu di kebun organik. Anak-anak gak mau nge-jus, tapi ke kebunnya aja mau. Baru kali ini anak-anak melihat kebun organik. Ada banyak tanaman di sana dan Nai memilih mencabut wortel. Gak langsung dimakan, wortelnya dikasih ke dapur Tanakita buat diolah :D
Main air di sungai
Keke dan Nai lagi main air di sungai bersama ayahnya.
Debit air memang lagi gak memungkinkan untuk main tubing, Tapi, kalau cuma main air aja, sih bisa. Dari Tanakita, kami carter angkot ke Cinumpang. Harus carter karena gak ada angkot yang sampe Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Sebetulnya jalan kaki juga bisa, walopun agak jauh. Tapi, Keke gak mau. Dia ngotot tetap pengennya naik angkot.
Menyusuri sungai dan minum air akar gantung
Kalau berangkatnya Keke pengen naik angkot, pulangnya dia pengen jalan kaki. Sementara saya males aja kalau pulang harus jalan kaki. Nanjak, cuy! Berat bawa badan hahaha. Akhirnya, suami menyarankan untuk pulang dengan menyusuri sungai. Saya setuju banget, tuh. Kalau menyusuri sungai banyak jalan landainya. Udah gitu teduh. Paling pas udah mau sampe taman nasional aja yang buat saya nanjaknya rada kebangetan. Bikin ngos-ngosan hahaha. Gak apa-apa, lah. Setidaknya gak terus-terusan nanjak.
Berjalan menyusuri sungai, bukan berarti kita selalu ada di pinggir sungai. Kadang sedikit menjauh juga. Lewat berbagai hutan dari yang banyak macam pohonnya hingga hutan bambu. Di tengah perjalanan, suami berhenti. Ambil pisau yang selalu dibawanya, kemudian menebas salah satu akar gantung. Air mengucur lumayan banyak dari akar pohon tersebut. Kami pun diajak meminum air dari akar tersebut. Rasanya seperti minum air biasa. Segar dan mampu menghilangkan rasa haus kami.
Saya: "Memang gak apa-apa akar pohon ditebas gitu, Yah?"
Suami: "Ini kan cuma untuk keadaan darurat aja."
Saya: "Artinya, kita tetap harus bawa air minum, ya?"
Suami: "Iya, lah. Kecuali kalau air minum sudah habis trus gak ada sumber air yang layak minum. Cara ini boleh dipakai."
Kami pun berjalan kembali. Gak berapa lama, suami berhenti dan menebas akar gantung lagi. Saya sempat heran, ngapain juga tebas akar gantung lagi? Bukankah kami sudah merasakannya?
Suami: "Cobain yang ini. Rasanya kayak air mint."
Eh, iya bener. Rasanya agak beda dengan air dari akar gantung pertama yang kami minum. Tetap segar tapi sekilas kayak dikasih mint. Kami penasaran gimana caranya suami bisa langsung tau rasa dari setiap akar pohon. Atau paling tidak bisa tau pohon apa aja yang bisa diminum akarnya. Ya, kali aja ada yang gak aman. Tapi, sepertinya memang kami harus belajar secara bertahap. Gak bisa sekali dijelasin langsung mengerti hahahaha. Ya, setidaknya anak-anak dan juga saya tau tentang hal baru lagi.
Trus, kalau lagi gak pengen jalan-jalan gimana? Kalau gitu, pecicilan di sekitar tenda kayak yang dilakukan Keke dan Nai bersama ayahnya. Kalau saya, cukup jadi pengamat aja sambil ngemil hahaha.
0 komentar:
Posting Komentar