start Jalan Jalan Ah: Outside Bandung

Tips Jalan Jalan Kamu ada Disini

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Bulan Promo GRATIS

Menjadi Agen Travel - WA.+6285240788670

Tampilkan postingan dengan label Outside Bandung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Outside Bandung. Tampilkan semua postingan

Gowes Sepeda Onthel di Museum Diorama Purwakarta

Gila museumnya canggih banget! Itu kesan pertama saya dan teman-teman waktu berkunjung ke Museum Diorama Purwakarta. Ini kota kecil, eh kabupaten maksudnya, yang menggeliat seperti naga baru bangun tidur. Museum Diorama, wajib banget kalian datangi kalau ke Purwakarta!

Lokasi Museum Diorama strategis. Dari stasiun kereta api malah bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Kalau saya kan dari pool Travel Arnes, jadi naik angkot no 06 dulu dan dilanjut berjalan kaki sedikit, baru sampai di museumnya.

Museum Diorama Bale Panyawangan menempati sebuah gedung tempo dulu bernama Gedung Kembar. Ada dua bangunan tua, posisinya saling bersebrangan, saling menghadap. Museum Diorama menempati salah satu bangunan tersebut. 


Museum Diorama Bale Panyawangan, tampak samping
Gedung Kembar, disebrang Museum Diorama.
Bangunan yang sama arsitekturnya dengan Museum Diorama

Eh lokasinya juga gak jauh dari Taman Air Mancur Sri Baduga kok. Sekali tepuk, dua tempat tuh kesampaian. Museum dan taman air.

Pasti bertanya-tanya, apa masuk museumnya bayar. Gratis nih. Tas dan bawaan berat kita lainnya dianjurkan disimpan dulu. Ada tempat penitipannya. Kalau mau ditemani pemandu museum, ada Akang dan Teteh-teteh yang siap memandu. Tapi kalau mau mengitari museumnya sendirian pun tak apa.

Lalu selain canggih, apa lagi kesan yang saya dapat dari Museum Diorama Purwakarta ini?


Timeline Sejarah Kerajaan Sunda di Museum Diorama


Saya jadi tahu sejarah kota yang terkenal dengan Sate Maranggi ini. Karena di museumnya ada banyak ruangan, terbagi ke dalam fase-fase sejarah. Mulai dari sejarah kerajaan di tanah sunda, waktu Belanda menjajah Indonesia, Jepang masuk menduduki Tanah Air, sampai dengan era Pra Kemerdekaan. Semacam timeline sejarah gitu jadinya. 

Secara detail rangkuman sejarah terbagi dalam sembilan tema. Satu ruangan, satu tema. Disebutnya Bale. 

(Baca juga: Cara Menuju Purwakarta)


Bale Prabu Maharaja Linggabuana misalnya, isinya tentang sejarah kerajaan sunda. 
Bale Prabu Dewaniskala, memaparkan sejarah Purwakarta saat diduduki Mataram, VOC, dan Hindia Belanda. 
Ada pula Bale Surawisesa, Bale Ki Pamanah Rasa, dan lain-lain. 

Nama ruangannya bagus-bagus ya!

Baca sejarah di Museum Diorama gak secara manual melulu, tapi juga ada program digitalnya. Kita tinggal membuka lembaran demi lembaran kertas bergambar dan mendengarkan narasi yang menjelaskan sejarahnya. Canggih, pake teknologi digital optik. 

Gak cukup satu jam deh muter-muter Museum Diorama. Membaca dan menyimak teks sejarah yang terpampang dalam interior museumnya saja lumayan tuh. Kecuali cuma dilihat sepintas, mungkin bisa lebih cepat waktu kunjungan ke museumnya. Tapi kan sayang, ngapain cepat-cepat.

Ini museum kenapa namanya Museum Diorama ya? Apanya yang didioramakan?









Sebenarnya sebelum benar-benar masuk museumnya, di bagian sayap kiri museum sudah terlihat jelas asal muasal kenapa nama museumnya Diorama. Ada deretan diorama prasasti yang mengisahkan kerajaan-kerajaan sunda dan kerajaan nusantara lainnya. Bisa kita baca satu-satu penjelasan tentang prasastinya. 

Setelah serius melahap perjalanan sejarah Nusantara dan Purwakarta pada khususnya, kita akan dibawa tertawa-tawa setelahnya. Soalnya ada diorama sepeda onthel!

Apa istimewanya pajangan sepeda onthel doang?



Sepeda Onthel di Museum Diorama Purwakarta


Ini istimewa dan unik karena…sepedanya bisa kita pake! Gak dipake keliling kota Purwakarta, tapi ya emang bisa keliling kota naik sepeda tempo dulu ini. Eh gimana sih kok bingung. Hahahaha :D

Simulator sepeda gitu bentuknya.

Sepeda Onthelnya dipasang menghadap layar. Kalau kita naikin sepedanya lalu kita kayuh, layar di depan itu menyala. Sepeda ini semacam mesin yang menyalakan layarnya. Kalau kita berhenti menggowes, layarnya mati.

Pada layar tersebut terpampang jalur jalan raya. Pada saat kita mengayuh sepeda onthelnya, kita seolah-olah sedang menyusuri jalanan Purwakarta. Kadang jalannya lurus, kadang jalannya berbelok. Di beberapa titik tertentu, ada penjelasan sejarah dan asal usul tempat yang kita lewati dengan sepeda.




Semacam gowes virtual gitu. Ih capek juga lho lama-lama hahaha tapi seru abis! Kepikiran bikin atraksi kayak gitu. Keren! Antara kagum dan tertawa terpingkal-pingkal, saya benar-benar terkesan dengan diorama yang satu ini.

Jadi kepikiran, kenapa tidak museumnya menyediakan paket tur sepeda sekalian. Jadi beneran turun ke jalan. Seru tuh kayaknya. Ya gak usah banyak-banyak. Lima sepeda aja cukup, keliling daerah sekitar Taman Air Mancur Sri Baduga (Situ Buleud) menarik juga.


(Baca juga : Kampung Andir, Legok Barong, dan Makan Sate Maranggi sampai Gendut!)


Cukup dengan sepeda onthelnya, pindah ke ruangan selanjutnya. Ada pajangan wayang-wayang pria dan wanita, tokoh protagonis dan antagonis. Lima tokoh terkenal : Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa. Juga ada tokoh-tokoh culun tukang nyindir yang cuek dan bikin orang ketawa juga dicintai banyak orang: Cepot dan teman-temannya.



Wayang-wayang dari Tanah Sunda


Pada tahu gak kalau kita bisa bedain tokoh wayang tersebut dari jambulnya, mahkota di kepalanya, dari pakaiannya, dan terutama lagi dari karakter wajahnya. Yudhistira karakternya bijaksana. Bima karakternya cowok banget yang kekar dan sangar. Arjuna kebalikannya Bima, Arjuna konon wajahnya rupawan. Tapi kalau saya baca di komiknya R.A Kosasih, Arjuna ini malah kesannya cowok kemayu gitu ya.




Pemandu Museum, cantik ya! :D


Anyway, mengamati eksotisme wayang memang menyenangkan dan gak ada habisnya. Tapi saya sudah merasa cukup dengan mereka, jadi saya beralih ke pajangan museum yang lain.



Bersenang-senang di Museum Diorama


Mau gak foto bareng Pak Bupati Dedi Mulyadi? Lha emang bisa? BISA BANGET! Bukan foto bareng dengan foto Pak Bupati-nya secara langsung gitu. Bukan juga dengan patung imitasi beliau. 

Saya gak suka foto bareng dengan orang terkenal. Saya cuma mau foto bareng dengan vokalis Efek Rumah Kaca :D Tapi yang satu ini gak nahan banget buat saya coba. Saya berdiri di titik tertentu yang sudah disediakan, lalu layar di depan saya menyala. Di dalam video tersebut tiba-tiba Bupati Purwakarta muncul dan melakukan berbagai pose siap difoto. 

Eh tahu-tahu nongol muka saya di videonya. Di sebelahnya Pak Bupati. Ya langsung bergaya lah hahaha. Lucu banget gayanya bisa macam-macam (dan sopan yaaa). Duh saya ketawa melulu deh di sini. Harusnya fotonya bisa diprint sih, tapi pas giliran saya, kertasnya habis gitu. Jadi saya foto pengunjung museum yang lain saja. 




Di ruang-ruang penghujung museumnya emang lebih banyak benda interaktifnya. Ya cocoklah, di bagian depannya serius banget, di bagian belakang kita ketawa-tawa seru :D

Kunjungan ke Museum Diorama diakhiri dengan masuk ke ruang teater dan nonton video tentang Purwakarta. Seingat saya ada tiga video yang memperlihatkan beragam wisata yang dapat warga dan turis nikmati. Dari wisata kuliner, wisata alam, dan wisata sejarah. Durasinya sekitar 15 menit.

Sayang kualitas videonya kurang nendang dan tidak meninggalkan kesan. Datar-datar saja dan tidak menggairahkan. Halah :D maksudnya gak ada efek-efek gambar pemandangan yang dramatis. Eh video yang terakhir bagus, episode 1001 reason why you have to visit west java.  Lumayan hehe :D 

Saya masih geleng-geleng kepala melihat pertumbuhan Purwakarta di bidang wisata. Keberanian mereka melaju mengikuti zaman dan mengolahnya secara serius patut kita apresiasi.

Kayaknya kita mulai harus melihat lebih dekat ya. Kota-kota kayak Bandung, Bali, Yogyakarta, Malang, sampai Raja Ampat, jelas jadi idola turis lokal dan internasional. Tapi mungkin sesekali kita harus ambil peran sebagai turis lokal yang apresiatif pada banyak hal. Melihat tempat yang lebih jauh bukan hal yang salah, tapi berkunjung ke tempat-tempat sedekat Purwakarta juga bukan pilihan yang mengecewakan. 

Mengisi ruang-ruang wisata di kabupaten seperti Purwakarta membuka cakrawala kita. Oh ternyata satu jam doang dari Bandung ada tempat kayak gini ya…wah keren ya, wah bagus ya, wah gak nyangka ya. Gitu lho maksudnya.

Ruang-ruang sederhana (dan ehmm…canggih!) seperti Purwakarta menunggu banyak kunjungan kalian. Sebarkan sebanyak-banyaknya di media sosial. Ceritakan yang seru-serunya pada kerabat dan teman-teman. Waktunya kita ambil bagian, mengisi kantong-kantong wisata yang lama dengan wajah baru: Purwakarta.

Bale Panyawangan Museum Diorama
Buka setiap hari.
Senin - jumat : 09.00 - 15.00
Sabtu dan minggu : 09.00 - 13.00







Teks : Nurul Ulu Wachdiyyah
Foto : Nurul Ulu Wachdiyyah
Share:

Jam Pertunjukkan Taman Air Mancur Sri Baduga

Taman Air Mancur Sri Baduga dibuka setiap hari pada jam-jam tertentu. Khusus untuk air mancurnya, hanya diaktifkan pada malam minggu saja di dua shift. 

Jam Pertunjukkan Taman Air Mancur Sri Baduga : 
Sabtu Malam minggu
19.00 - 20.30 
21.00 - 22.30



Berdasarkan informasi yang saya peroleh, air mancur ini hanya aktif di musim hujan saja. Karena kalau musim kemarau air Situ Buleud-nya akan dialirkan ke sawah-sawah di sekitar pusat kota Purwakarta. 

Waktu peluncuran air mancurnya sih emang spektakuler banget karena ada efek-efek tambahan kayak Aqua Screen dan tembakan-tembakan api. Nah untuk pertunjukkan regulernya nanti gak akan seheboh waktu peluncurannya. Namun tetap saja Taman Air Mancur Sri Baduga ini bakal cantik dan unik. Semoga kesan yang teman-teman yang dapatkan saat menonton air mancurnya sama seperti kesan yang saya peroleh :D

Baca juga :
Share:

Menginap di Purwakarta, Enaknya Nginap Di Mana ya?

Nah kalau ke Purwakarta, enaknya nginep di mana ya?

Kalau ada teman atau kerabat yang bisa menampung, ya kontak lah mereka. Tapi menginap di hotel pun tak ada salahnya. Tersedia beberapa hotel yang tarif per malamnya bisa kita sesuaikan dengan isi kocek kita. 

Pada waktu di Purwakarta, saya menginap di Hotel La Derra. Terletak di Jalan Ahmad Yani, masih di pusat kota Purwakartanya. Tarif permalamnya dibawah Rp 300.000 saja. Untuk sarapan saya masih harus menambah Rp 25.000.

Hotel La Derra

Hotel La Derra

Recommended nih hotelnya. Murah tapi kebersihannya terjaga. Harganya terjangkau, sarapannya enak (saya pilih menu Nasi + Capcay + Teh Manis Panas). Untuk fasilitas mandi tersedia air dingin dan panas. Suprisingly untuk standar hotel dgn harga 200ribuan, luas kamar mandinya oke juga.

Amenitiesnya terbatas. Hanya ada handuk dan sabun mandi (cair) saja. Jadi bawa sendiri peralatan mandi lainnya kalau menginap di Hotel La Derra ya. 

Ukuran kamar (tidur) memang kecil, saya memesan kamar tipe Deluxe B. Bednya ukuran queen. Tapi gak masalah, gak menyusahkan saya. Palingan ukuran televisinya yang terlalu kecil :D Untungnya banyak channel tv kabel yang seru kayak Fox Movies Premium dan Star World. 

AC-nya oke! Temperatur Purwakarta lebih hangat dibanding Bandung, jadi pas masuk kamar emang butuh AC untuk mendinginkan badan. Orang Bandung ditaro di tempat yang lebih panas, uring-uringan aja gitu hahahaha terima kasih wahai penemu mesin pendingin ruangan :D

Lokasi restoran terdekat rasanya tidak dalam radius berjalan kaki. Ada sih warung makan padang aja. Tapi memesan makanan di restoran Hotel La Derra juga seru tuh, harganya terjangkau dan rasanya gak mengecewakan. Menu termahalnya tuh gak lebih dari Rp 50.000.

Selain Hotel La Derra, ada juga hotel-hotel lainnya. Bisa cek di Agoda atau Traveloka. Kalau saya biasa memesannya di Agoda. 

Oiya, tips yang mau menginap tidak jauh dari Taman Air Mancur Sri Baduga, nginepnya di Grand Situ Buleud Hotel saja. Bisa jalan kaki dari hotel ini ke taman airnya, tinggal nyebrang doang. 

Share:

Cara Menuju Purwakarta

Saya beritahu caranya menuju Purwakarta dari Bandung ya. 



  1. Kendaraan pribadi sih gampang. Masuk ke Tol Cipularang. Perhatikan papan petunjuk jalan. Nanti ada petunjuk jalan arah Purwakarta dan Ciganea. Kalau Cipularang masih lurus, Purwakarta belok kiri. Ikuti jalannya, gak lama dari belokan itu pasti sampai ke pintu tol Purwakarta. 
  2. Kendaraan umum ada tiga macam: kereta api, bis antar kota, dan travel. Saya bahas satu-satu ya. 
  • Kereta api : Bisa naik kereta dari stasiun Kiara Condong atau Stasiun Bandung. Jadwal berubah-ubah. Untuk kepastiannya cek langsung di stasiun kereta api terdekat atau ikuti cara saya ini, download aplikasi Padi Train di Google Store/App Store. Cek jadwal kereta api bisa dilakukan pada aplikasi tersebut, begitu juga dengan booking tiketnya. Tarifnya lebih mahal dibanding kita menumpang travel atau bis antar kota. Kalau tidak salah sekitar Rp 70.000 - Rp 100.000.
  • Travel Arnes : Berada di Baltos dan BTC. Mobil berangkat setiap jam mulai pukul 05.00 - 22.00. Ongkos Rp 30.000 perorang, sekali berangkat. 
  • Bis Antar Kota : Prima Jasa jurusannya saya kurang tahu :D Datang saja ke Terminal Leuwi Panjang. Cari bisnya di sana. Ongkos Rp 22.000

Rekomendasi kendaraan umum ke Purwakarta sih baiknya naik Travel Arness saja. Kalau ada uang berlebih, bisa naik kereta. Keduanya akan mengantar kita langsung ke dalam pusat kota Purwakarta. 

Kalau dari kota lain selain Bandung yang ingin menuju Purwakarta, cek di Internet moda angkutannya. Paling gampang sih cek dulu ketersediaan kereta api menuju Purwakarta ada atau tidak. Kalau naik kendaraan pribadi ya lebih fleksibel lagi. 

Selamat berkunjung ke Purwakarta! 
Share:

Di Taman Air Mancur Sri Baduga, Tumbuh Cinta untuk Purwakarta

Satu jam saja dari Bandung sampailah saya di Purwakarta. Cepat juga. Terasa seperti pergi ke Mall terdekat rumah saja. Sabtu 9 Januari 2015, saya dan dua orang teman berkunjung ke kabupaten Purwakarta. Untuk apa? Jalan-jalan tentunya!

Salah satu agenda plesir ke Purwakarta adalah melihat peluncuran Taman Air Mancur Sri Baduga. Air mancur ini disebut-sebut terbesar se-Asia Tenggara. Terbersit sangsi di hati saya, memang bisa mereka membuat air mancur sebesar itu?

Sebelum pertanyaan saya terjawab, kendaraan travel yang membawa kami bertiga dari Bandung telah sampai di pintu Tol Purwakarta dari pintu Tol Cipularang. Dalam perjalanan singkat menuju pool travel, sejenak saya mengamati kota kecil tersebut.


(Baca juga: Cara Menuju Purwakarta)


Tiba di pusat kotanya malah timbul apresiasi dari saya untuk Purwakarta. Saya merasa kota kecil ini semangatnya besar sekali. Di saat kabupaten kebanyakan merasa kecil dan minder dengan Bandung, Karawang, Bekasi, Jakarta, dan kota-kota industri besar lainnya, kabupaten Purwakarta malah sebaliknya. Dengan bangga ia maju ke depan, siap bersaing dengan kota metropolitan. Pembuktiannya dapat kita lihat dari langkah-langkah progresif yang Dedi Mulyadi lakukan selama menjabat menjadi Bupati Purwakarta.

Purwakarta didandani. Disulap supaya elok seperti rembulan, indah bagai lukisan. Taman Air Mancur Sri Baduga merupakan hadiah awal tahun baru yang cukup manis untuk warga Purwakarta.


Situ Buleud Menjadi Taman Air Mancur Sri Baduga 


Taman Air Mancur Sri Baduga pada awalnya bernama Situ Buleud. Berbentuk melingkar mengelilingi sebuah danau (danau = situ, bahasa sunda), letaknya berada di tengah kota. Di tengah danau terdapat patung manusia sedang duduk bersila. Di sekelilingnya ada empat patung harimau dengan sikap mengaum, seolah-olah sedang menjaga Tuannya. 

Pagar besi mengelilingi area rekreasi tersebut. Tidak ada biaya pungutan untuk masuk ke dalamnya. Banyak pepohonan rimbun, penyumbang terbesar udara sejuk di taman air itu. Panorama danau yang luas tentu saja memberi suasana yang menyegarkan.






Peluncuran Taman Air Mancur Sri Baduga dimulai malam hari. Antusias warga dan para wisatawan mulai terlihat sejak sore. Jalan sekitar Situ Buleud sudah ditutup untuk kendaraan bermesin. Tua dan muda, anak kecil hingga orang dewasa, mereka berkumpul di Taman Air Mancur Sri Baduga dengan muka berseri-seri.

Pemandangan area Taman Air Mancur Sri Baduga pada sore hari sudah lebih legit dari yang saya lihat tadi pagi. Menambah suasana semarak, beberapa dekorasi berkonsep tradisional sudah terpasang. Lampu-lampu cantik dengan warna kuning menyala. Topi-topi caping terpasang dengan sederhana namun artistik. Kain-kain putih terbentang, dan karpet merah terhampar di pintu masuk. Wah hati saya mulai berdebar, tak sabar menanti acaranya dimulai.

(Baca juga : Menginap di Purwakarta, Enaknya di Mana ya?)


Di mana tanah dipijak, di situ kamera saya junjung. Langsung motret! Saya bertemu dengan banyak pemudi Purwakarta yang ayu dan ramah. Sama seperti saya yang asyik merekam suasana sebelum peluncuran Taman Air Mancur Sri Baduga, mereka pun ramai berfoto. Tongsis bertebaran di langit Situ Buleud!

Malam makin larut, orang-orang mulai memadati Taman Air Mancur Sri Baduga. PADAT RAMAI PENUH! Petugas protokol beberapa kali melakukan buka tutup pintu gerbang untuk mengatur dan mengurai kepadatan.

Taman ini luasnya dua hektar! Lebih dari cukup untuk menampung banyak orang. Namun saya dan hampir semua orang lainnya ingin berdiri tidak jauh dari ke panggung utama, bukan menyebar ke area taman yang lain. Panggungnya berbentuk huruf T. Saya gak mau jauh-jauh dari panggung agar dapat melihat pertunjukannya dengan sempurna.







Melihat kepadatan arus warga yang memenuhi taman tersebut, teman saya berujar “kayaknya panitia harus sediakan TIGA pintu ya buat acara kayak gini.” Saya menoleh padanya dan seratus persen menyetujui celetukannya. “Atau panggungnya dibuat melingkar!” katanya lagi. Eh iya benar juga tuh. Semua orang ingin kebagian menonton sih soalnya.

Satu pintu untuk masuk-keluar pada pejabat dan petugas. Dua pintu: satu untuk masuknya para warga dan turis, satu pintu terakhir untuk keluar. Panggung melingkar agar pengunjung mau mengambil titik berdiri di mana saja. Dengan demikian titik kepadatan bisa dipecah. Tapi well yah selalu ada bahan untuk dikritik, tapi saya harap selalu ada ruang bagi para penyelenggara untuk evaluasi.

(Baca juga: Kampung Andir, Pemukiman Rumah Adat Sunda)


Anyway, saat kami sedang berpadat-padat ria di Taman Air Mancur Sri Baduga, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Air mancur sudah menyembur-nyembur namun belum benar-benar serius. Hanya pemanasan saja. Lalu hujan rintik-rintik. Ah nanti juga berhenti, pikir saya. Tapi tidak. HUJAN DERAS!

Bagaikan sarang semut tertimpa bulir hujan yang besar, secara seketika taman air mancur tersebut sepi ditinggal para pengunjung yang mencari tempat berteduh. Termasuk saya yang kocar-kacir mencari atap :D


Peluncuran Taman Air Mancur Sri Baduga, Akhirnya Dimulai Juga!


Hampir satu jam lamanya berteduh, hujan berhenti. Jam sembilan malam. Apa iya masih ada yang mau nonton, tanya saya dalam hati. Saya kembali ke area taman dan…TEMPATNYA SUDAH PENUH LAUTAN MANUSIA! Oh.My.God! Gila warga Purwakarta ini ya, semangatnya gak ada habisnya. 

Barulah pada pukul 10 malam, acara peluncuran dimulai. Saya yakin warga dan turis yang menonton sudah letih. Begitu juga saya. Capek banget berdiri terlalu lama dan kehujanan pula. Saya berharap pertunjukkannya nanti sepadan dengan otot-otot kaki kami yang gemetar dan pakaian yang basah kehujanan.

(Baca juga : Gowes Sepeda Onthel di Museum Diorama)


Saat Dedi Mulyadi sudah datang, perhatian pengunjung beralih padanya. Beberapa pejabat lainnya, bupati-bupati kota tetangga, Desperindag, dan yang lainnya, juga mulai menduduki kursi di area terpisah, tidak jauh dari penonton kebanyakan. Lalu acara dimulai.

Ini pertunjukkan rakyat pertama di Purwakarta yang saya tonton secara langsung.

Saya berdoa dalam hati semoga para pejabat tidak memberi kata sambutannya terlalu lama. Tak disangka doa saya sia-sia. Karena apa? TIDAK ADA KATA-KATA SAMBUTAN DARI PEJABAT BAHKAN BUPATINYA! Horeeeeeeee! 

Lalu pertunjukkannya bagaimana?



Peluncuran Taman Air Mancur dibuka dengan pertunjukkan tarian tradisional yang mengisahkan Perang Bubat. Saya tidak menganggap tarian tersebut serius. Paling lima-tujuh penari lalu selesai narinya. Salah banget! Satu jam untuk menari, ini tentu saja bukan tarian biasa untuk sekadar membuka acara.

Tariannya sangat megah, amat serius, dan teatrikal sekali! Melibatkan banyak penari, properti, musik, dan permainan cahaya. Whaaaah! Menyadari semegah apa acaranya, saya hampir gak percaya sedang di Purwakarta! Gila ini benar-benar keren, semuanya terjadi lebih dari yang saya bayangkan!

Purwakarta tidak main-main.

Saya gak bisa berharap lagi puncak acaranya bakal seperti apa, tarian Perang Bubat saja seperti sudah menggenapkan keseluruhan acara tersebut. Para penari dan penyanyi beserta semua pengiringnya turun panggung, barulah yang ditunggu-tunggu muncul: Air mancur Sri Baduga!




Musik mengalun, air mancur menari-nari. Airnya warna-warni memancar pendek dan tinggi. Tingginya bahkan mencapai 6 meter!

Saat air mancurnya beraksi, airnya melengkung-lengkung seperti pinggul para penari. Pemandangan yang memukau sekali! Bahkan variasi gerakan air mancurnya pun sama sekali tidak membosankan, terus berganti-ganti! Terkadang pergerakan airnya melambat sesuai iringan musik, tapi sering juga airnya  cepat mengikuti hentakan musik.

Beberapa kali saya bisa merasakan aura para pengunjung yang terkesima akan keindahan air mancur tersebut. Sama seperti saya yang di beberapa momen menahan napas kagum karena terkejut, bisa ya mereka buat air mancur kayak gitu…wah…pertanyaan saya terjawab sudah. Kita bisa membuat apa saja, Purwakarta membuktikannya. Mereka tidak setengah-setengah dalam melakukannya.

Hampir satu jam lamanya Air Mancur Sri Baduga tampil di hadapan kami. Para pengunjung  tak henti-hentinya memotret, juga tak bisa berhenti merekam. 

Saat tiba di penghujung acara, musik pengiring mereda intensitasnya. Secara perlahan musik pun usai. Air mancur masih memancar kecil-kecil. Bupati Purwakarta memberikan salam sebelum acara selesai. Salam ya bukan sambutan pidato yang berlama-lama. Seru juga ya acara di Purwakarta ini, gak ada kata-kata pidato sambutan yang panjang dan bertele-tele.

Kembang api di langit Purwakarta memberi salam perpisahan. Air Mancur Sri Baduga masih memberikan atraksi terakhirnya malam itu. Akhirnya selesai sudah peluncurannya. Banyak pengunjung yang beranjak pulang, tapi tidak sedikit yang masih diam di tempat, sepertinya menunggu Bupati Purwakarta untuk berfoto bersama.

Saya dan teman-teman kembali ke hotel dengan berjalan kaki sambil makan sosis bakar. Adrenalin rush saat kehujanan dan menikmati atraksi air mancurnya hilang sudah. Esok hari kami masih akan menjelajahi daerah dengan tagline Wibawa Karta Raharja ini. Saya rasa saya mulai jatuh cinta pada Purwakarta. Kehangatan Purwakarta macam apa lagi yang akan saya rasakan besok ya? Hmm tunggu ceritanya!

(Baca juga : Jam Pertunjukkan Taman Air Mancur Sri Baduga)


Taman Air Mancur Sri Baduga dapat teman-teman saksikan setiap malam minggu pukul 19.30 - 22.30.



Foto : Nurul Ulu Wachdiyyah
Teks : Nurul Ulu Wachdiyyah
Share:

Trip to Ciletuh 4 : Memanjat Pohon di Curug Tengah


Hari terakhir berada di Ciletuh yang pagi itu langitnya mendung. Jadwal hari ini mengunjungi dua curug dan satu tempat bernama Panenjoan. Lagi-lagi Land Rover menjadi kendaraan pengangkut orang-orang kota Bandung ke lokasi air terjun. 

Curug Tengah. Saya menobatkan jalur jalan ke curug ini sebagai meda tersulit dan terberat. Awalnya sih cuma berjalan kaki di garis-garis pematang sawah. Panorama alamnya di sini aduh gustiiii bagusnyaaaa! Air terjunnya sudah nampak, tapi bukan penampakan air terjun itu yang kami tuju. Curug Tengah masih berada di bagian bawah dari tanah yang kami pijak. 

Sekitar 15 menit berjalan kaki di pematang sawah kami mulai menerjang turunan yang curam dan offroad alias permukaannya tanah doang. Hujan semalam membuat tanahnya kian lunak dan licin. Atas usulan PAPSI, Bio Farma membantu menyediakan sarana tali tambang di sepanjang trek tersebut hanya pada bagian sisinya. Sambil berjalan turun, pengunjung dapat pertopang pada tali tambang tersebut. Talinya berukuran tebal dan sangat cocok untuk digunakan dalam aktivitas 'ekstrim' yang saya dan teman-teman lakukan menuju Curug Tengah. 

Awalnya sih jalurnya masih gampang aja, lama-lama kok makin curam yah :D Bagian tersulit adalah pada waktu harus memanjat/turun dari pohon. Tangan kiri saya yang pernah patah dan bengkok ini terasa nyut-nyutan. Untuk memindahkan badan dan kaki, tangan kiri saya harus bekerja lebih keras :D Alamak…senang rasanya bisa melalui itu semua dengan…anu… apa ya… dengan lancar :D hehehe.

Curug Tengah tidak mengecewakan. Cantik sekali! Meski katanya hujan baru empat kali turun di Ciletuh, tapi debit airnya sudah terbilang kencang sih menurut saya mah. Apalagi nanti ya di bulan Maret dan April. Wohooo ada lagi alasan untuk kembali ke Ciletuh. 

Saya bersalaman dengan Curug Tengah. Saya juga motret. Saya juga melamun :D gak melamun ketang, mikirin banyak hal sambil ngamatin air terjunnya. Oiya kedalaman air di curug ini mencapai delapan meter. Eeewww dalam sekali…

Perjalanan ke Curug Awang terasa sangat ringan mengingat jalur terjal di Curug Tengah. Memang setelah kesusahan, pasti ada kemudahan ya hehehe :D

Curug Awang sama indahnya dengan semua curug yang saya kunjungi di Ciletuh. Tapi kedalamannya dong paling juara, 12 meter aja gitu. Karena ini curug terakhir yang kami datangi, jadi kami berlama-lama di pelataran curugnya. Dipuas-puasin banget lah. Motret sampai akhir! Hihihi. 

Kembali ke Landy dan berangkat ke Panenjoan. Wah ini tempatnya terrrrgampang buat diakses. Gak ribet, gak susah, cuma 30 detik dari tempat parkir hehehe. Dari sini saya bisa memandang Ciletuh dengan sudut yang berbeda dengan yang saya lihat di Puncak Darma tapi dengan objek pemandangan yang sama. Megahnya ya ampun…

Panenjoan merupakan tempat terakhir kami berwisata di Ciletuh. Padahal masih ingin menghabiskan waktu lebih banyak di sini. Tapi pekerjaan dan keluarga menanti. Ciletuh kawasan yang kaya raya, bukan untuk ditambang sih, bukan sumber daya yang mineralnya bisa dikeruk sampai habis. Ciletuh surganya ilmu bumi. Untuk saya yang bukan peminat ilmu alam, pesona alam Ciletuh terlalu indah dan luar biasa untuk disimpan sendirian. 

Saat ini Ciletuh sedang disiapkan menjadi Geopark nasional yang diakui UNESCO di tahun 2017. Bio Farma dengan CSR-nya membantu warga di sana merintis jalan menuju pengesahan geopark tersebut. Semoga cita-cita tersebut terwujud. Indonesia punya potensi besar di bidang pariwisata, sayang kalau diabaikan.













Share:

Trip to Ciletuh 3 : Matahari Terbenam di Puncak Darma

Perahu kembali membawa kami ke Ciletuh bagian yang ramai penduduk. Saya masih jadi roti bakar hangus di sini. Tapi anehnya, sedang panas-panasnya, sedang haus-hausnya, sedang lapar-laparnya, saya tertidur. Terbangun pun karena dipanggil Bang Aswi.

Perahu merapat. Gak bisa dijelaskan betapa senangnya saya melihat warung dan segera membeli satu botol air garam yang kemasannya biru itu lho. Habis tiga kali teguk. Bisa nih balik lagi ke Pantai Cikepek :D hahahaha belagu.

Sesi yang ditunggu-tunggu tiba: makan. Sholat sudah, istirahat sudah, tiga botol minuman habis sudah. Saya dan teman-teman sudah cukup segar dan berenergi untuk menuju situs wisata berikutnya: Air Terjun Cimarinjung! 

Air terjunnya tinggi dan gak jauh dari areal parkir. Curug Cimarinjung saya nobatkan sebagai tempat wisata yang paling gampang dijangkau di Ciletuh. Gak ada halangan berarti lah pokoknya, enteng banget jalan kakinya. 

Bebatuan di sini besar-besar. Raksasa gitu ukurannya. Guedeee banget! Eksotis lah batunya. Gurat di tebing sekitar air terjunnya juga seksi banget. Rasanya seperti ada di teras sebuah Gua. Emang dulunya Ciletuh ini apa ya, banyak bebatuan yang unik deh. Dari yang kecil sampai yang raksasa. 

Di air terjun ini ada pintu airnya. Mungkin airnya dibelokin untuk mengairi lahan pesawahan ya soalnya di sekitar curug banyak sawah. Sepatu saya kembali basah di sini. Masa bodo lah hahaha yang penting bisa kecipratan air terjunnya dan motret dalam jarak dekat tapi aman. 

Kalau berkunjung ke air terjun saya selalu celupin entah tangan atau kaki ke dalam air terjunnya. Semacam perkenalan dengan mereka. Saya gak datang untuk motret saja. Saya juga pengen kenalan dengan air dari curug-curug itu. Agak lebay sih tapi ya ibaratnya kamu kenalan sama orang kan pasti bersalaman, nah cara saya bersalaman dengan benda kayak air terjun itu adalah mencelupkan tangan saya ke dalam airnya. Gak lebay ah. Cuma sedikit sentimentil gitu deh :D

Satu lagi kunjungan berikutnya sebelum menutup hari. Land Rover mengangkut kami ke Puncak Darma. "Cuma 30 menit aja, Teh," kata Akang-akang PAPSI. Dan saya cuma yang ah gampang 30 menit doang mah, deket dong. 

30 menit terlama dalam hidup saya hahahahaa :D

Jalan ke Puncak Darma offroad abis! Mending tanah datar doang gitu, ini mah berlubang lah, berbatu lah, sampai yang jembatan kayu doang ya ampun! Jalannya cuma muat satu mobil, jadi supir berkali-kali memencet klakson, siapa tahu ada kendaraan dari arah berlawanan. Saya gak bisa bayangin sih ada kendaraan lain di situ selain Landy yang kami naiki. Jalannya kayak gitu, mobil jenis apa lagi yang sanggup melintasinya selain Land Rover! Ada sih motor-motor, tapi motornya juga udah dimodifikasi gitu. 

Tangguh banget emang Land Rover. Saya duduk di paling belakang dan masih menahan badan takut jatuh. Tiap nanjak kan gak ada ampun ya, gravitas tetap aja menarik badan saya. Tapi saya udah capek jadi gak teriak-teriak ketakutan, malah ketawa. Teman-teman yang lain juga pada tertawa. Seru banget! 

Pemandangan laut terlihat dari kejauhan, menyembul di tengah dua bukit atau batang pohon bambu. Badan kami semua terguncang-guncang di dalam Landy, seperti sarden dalam kemasan. Jalan seperti tak berujung. Lutut gemetar dan jantung saya pindah lokasinya entah di mana. Berulang kali lihat pohon bambu dan tanah-tanah kosong, siapa yang menanam kebon di tempat seperti ini? 

Satu tanjakan terakhir dan hup! Sampai. Tiba-tiba tidak ada tanah yang lebih tinggi dari tanah yang kami pijak. Udara terasa lebih sejuk. Pemandangan menakjubkan. Rasanya seperti di puncak dunia. Langit berawan dengan sedikit biru di atas sana. Kami berada di Puncak Darma. 

Pengalaman terpanggang matahari di perjalanan pertama membuat saya sangat bahagia bisa ada di Puncak Darma. Seperti klimaksnya. Mungkin harus jadi roti bakar dulu sebelum merasakan momen rileks yang membahagiakan di ujung daratan ini. Hehe :D 

Ciletuh terlihat megah dari Puncak Darma. Lautan yang menjorok ke daratan. Dan daratan yang luas terbentang dengan perbukitan di tiap sisinya. Rumah-rumah bergerombol menandakan satu desa. Bagaikan Drone, saya bisa melepas pandangan dari satu desa ke desa yang lainnya dengan pandangan mata burung. 

Saya harus kembali ke Ciletuh tahun depan ketika musim hujan sedang sibuk-sibuknya. Pasti daratan Ciletuh lebih hijau dan lebat dari yang saya lihat sekarang. Pertunjukkan alamnya akan lebih dramatis! Kayaknya Maret dan April bisa dibilang best time buat berkunjung ke Ciletuh ya. Sebenarnya kalau konservasi lingkungannya baik, Ciletuh bisa hijau sepanjang tahun sih. Tanem banyak-banyak pohon penyerap dan penampung air hujan kayak Bambu atau Aren kayaknya bagus tuh.

Walaupun jejak kemarau masih dominan pada pemandangan yang saya lihat, saya gak bisa berhenti memotret. Tetap saja indah. Tapi saya harus berhenti moto euy. Saya harus menikmati panorama tersebut tanpa kamera. Duduk dan diam saja, melihat ujung cakrawala, berusaha merekam kuat-kuat momen perasaan berada Puncak Darma. Foto gak bisa merekam perasaan. 

Motret sudah, melamun sudah. Waktunya….makan! Ada dua warung bercokol (((bercokol)))) di Puncak Darma. Saya makan mie rebus di sini. Teman-teman juga menyantap sajian sederhana yang super gurih dan enak ini. Senangnya bisa makan mie rebus di tempat seindah Puncak Darma. Terima kasih, Tuhan! 

Gak tahu kebaikan macam apa yang sudah kami (kloter dua) lakukan sampai muncul satu bonus lainnya: SUNSET! Matahari. Terbenam. Matahari. Terbenam. Matahari. Terbenam. Matahari. Terbenam. Matahari terbenam di Puncak Darma. 

Hanya tinggal berenam yang ada di Puncak Darma. TIba-tiba semuanya terasa lebih hening. Kecuali bahwa Irfan menyetel Payung Teduh, ya untunglah bukan Koil :D 

Saking indahnya sinar matahari sore yang menyorot ke laut, saya kira bakal ada sesuatu yang turun dengan anggun di sepanjang arah cahaya tersebut. Bidadari mungkin :D Tapi gak ada, sinar matahari yang nampak lembut dan magis itu secara perlahan redup, menarik dirinya dari batas garis pantai hingga terus ke arah laut di tengah lalu menghilang. Tinggal semburatnya yang masih menggantung. Berwarna jingga. 

Saya perkirakan durasi matahari itu bergaya sebelum benar-benar tenggelam ke bumi bagian lain tidak lebih dari 10 menit. 10 menit yang melarutkan. Waktunya pulang dan kembali mengarungi setengah jam dengan Landy ke titik pertama kami berangkat di Curug Cimarinjung. 

Sepanjang perjalanan turun dari Puncak Darma saya gak bisa gak sentimentil (lagi). Kenapa ya setiap habis menginjakan kaki di tempat yang jauh dari rumah dan ketika saya harus pergi dari tempat itu, rasanya kayak ada yang tertinggal. Saya cuma mampir gak lebih dari dua jam, bukan seumur hidup saya tinggal di situ, tapi perasaan sentimentilnya masih terkenang sampai detik saya menulis ini.
Share:

Trip to Ciletuh 2: Meloncat-loncat di Batu Naga


Dua perahu berukuran sedang mendekat ke pantai. Kami menaiki perahu tersebut. Perahu yang saya naiki bermesin Honda. Ada 1,5 jam lagi kami habiskan berperahu di lautan menuju Pantai Cikepek untuk mengunjungi Batu Naga. Teman-teman sibuk berselfie di atas perahu. Begitu juga saya. Setelah beberapa saat, kamera (ponsel) saya simpan di tas. Waktunya menikmati pemandangan tanpa layar kamera. 

Sepanjang perjalanan berperahu, ada beberapa bebatuan yang bentuknya unik. Ada Batu Kodok, Batu Badak, juga ada Batu yang dinamakan sama dengan alat kelamin laki-laki. Tiap nama sesuai bentuknya sih :D

Berdasarkan literatur yang saya baca, batu-batu di Ciletuh ini termasuk yang tertua di pulau Jawa. Ada sejak 50-60 juta tahun lalu. Kami gak mendekat ke batu-batu unik tersebut, cuma bisa motret dari kejauhan. 

Pantai Cikepek yang dituju mulai nampak. Para nelayan menepikan perahunya, saya turun dari perahu dan lupa membuka sepatu. Basah deh. Perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki menyusuri garis pantai. Pasirnya putih dan pemandangannya indaaaah sekali! banyak kerikil batu karang dan fosil terumbu karang. 

Matahari sudah tepat di atas kepala saat saya masih harus berjalan kaki sejauh 2 km. Menuju situs Batu Naga sedikit tempat berteduhnya, saya bagaikan roti yang dipanggang hidup-hidup oleh matahari. Air minum sudah habis, perbekalan makanan lupa dibawa, dan topi tanpa tali yang saya pakai terbang-terbang ditiup angin pantai yang kencang. 

Tiba di Batu Naga. Sepatu yang basah saya buka dan dijemur. Saya hinggap di bongkahan batu-batu dengan kaki telanjang. Enak juga ya, kaki saya lebih kuat mencengkram bebatuannya dibanding kalau saya pakai sepatu. Berasa kayak cicak di sini, loncat dari satu batu ke batu lainnya. Harus loncat karena…batunya panas banget! Hahaha :D 

Batu Naga adalah sebutan penduduk setempat. Batunya berpunduk seperti kulit naga. Ada juga yang menyebutkanBatu Batik karena motifnya seperti batik. Terinspirasi dari motif bebatuan ini, warga lokal menciptakan kain batik bermotif Batu Naga/Batu Batik. 

Saya belum sempat mencarinya di Google euy, itu kenapa batunya bisa kayak gitu ya bentuknya? kayak batik, kayak punduk naga. Aneh banget! Bukan aneh jelek sih, ini lebih ke aneh yang eksotis. Apa yang terjadi dengan bumi sampai-sampai bisa membentuk rupa batu seperti itu?

So, cukup lama juga kami berfoto ria di Batu Naga. Cuaca sudah panas sekali. Merasa sudah cukup melihat batu tersebut, kami beristirahat di bawah pepohonan mangrove. Sambil makan permen dan minum perbekalan air yang sudah menipis, saya berusaha ngumpulin lagi energi yang habis karena sebagian besar disedot matahari sih. Panas banget! Saya udah kayak roti panggang aja.

Waktunya kembali ke perahu, saya mengenakan sepatu yang agak kering, dan matahari sedang tinggi-tingginya memancarkan panas. Berjalan lagi ke perahu rasanya seperti berjalan dengan kaki terantai. Dua kilometer kembali pulang ke perahu. Panas, berat, dengan alas kaki yang hampir selalu terbenam di pasir pantai Cikepek

Kang Asep, pemandu kami, berjalan santai seperti tidak kepanasan, juga tidak kecapekan. Sementara orang kota seperti saya, berjalan terengah-engah. Saya bukan lagi roti panggang, saya mulai terbakar. Roti bakar. Pokoknya saya berusaha berjalan secepatnya, ingin lekas sampai di perahu dan kembali ke daratan yang ada rumah makan dan warung yang menjual minuman. 

Trip pertama di Ciletuh: 1,5 jam menumpang mobil. 1,5 jam naik perahu. Dua kilometer berjalan kaki. Semuanya kalikan dua dengan bonus dipanggang matahari. Saya bukan lagi roti bakar, saya adalah roti bakar yang hangus. Hahaha :D 










Share:

Seminar Digital GRATIS 100%

Paket TOUR Pilihan

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 JELAJAH 3 PULAU SERIBU (ONE DAY) *AV-D Mulai dai IDR 100.000

Berlaku: 21 Nov 2018 – 31 Mei 2019 BROMO ONE DAY TRIP *CT-D Mulai dari IDR 300.000

Berlaku: 04 Mei 2019 – 05 Mei 2019 PULAU TIDUNG 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 350.000

Berlaku: 06 Apr 2019 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 360.000

Berlaku: 27 Mar 2019 – 31 Mei 2019 PULAU HARAPAN 2D1N (OPEN TRIP) *AVD Mulai dari IDR 370.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU AYER ODT *AV.D Mulai dari IDR 399.000

Berlaku: 01 Agu 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 02 Jul 2018 – 30 Mei 2019 PULAU PARI 2D1N *AV.D Mulai dari IDR 809.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 29 Apr 2019 – 03 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND *TX Mulai dari IDR 8.900.000

Berlaku: 05 Feb 2019 s.d. 30 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM HAINAN ISLAND HARI SABTU STARTING JAKARTA JUN *TX Mulai dari IDR 4.650.000

Berlaku: 05 Mei 2019 – 08 Mei 2019 4 HARI 3 MALAM BANGKOK PATTAYA *TX Mulai dari IDR 5.500.000

Berlaku: 14 Mei 2019 – 18 Mei 2019 5D THAILAND MALAYSIA SINGAPORE *TX Mulai dari IDR 5.800.000

Berlaku: 01 Nov 2019 – 04 Nov 2019 MOTOGP GRAND PRIX OF MALAYSIA SEPANG INTL CIRCUIT 4D3N *TX Mulai dari IDR 5.900.000

Berlaku: 13 Jun 2019 – 20 Jun 2019 8D7N CONSORSIUM CHINA VIETNAM BY SJ APR-JUN *TX Mulai dari IDR 7.980.000

Berlaku: 12 Mei 2019 – 16 Mei 2019 5 HARI 3 MALAM KOREA NAMI ISLAND Mulai dari IDR 9.000.000

Jadi Agen Sekarang Gratis!

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support