Oseng-oseng mercon (IDR20K), menu di Kopi Angkringan Dago yang bikin saya penasaran dengan rasanya.
Catatan: Ini adalah late post. Karena saya berkunjung ke Kopi Angkringan Dago sekitar bulan Juli 2014. Tapi, sayang banget kalau gak ditulis. Jadi harga yang tertera di postingan ini mungkin saja sudah mengalami kenaikan :)
Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Kalau saya cukup suka dengan lagu Jogjakarta - KLA Project ini. Tapi apakah karena saya punya kenangan spesial? Jawabannya, tidak. Saya memang pernah ke Jogja, tapi sangat jarang. Itupun tidak ada kenangan spesial selain wisatawan lokal biasa yang senang saat berkunjung ke Jogja.
Kita bicarakan kuliner aja, deh. Saya kurang menyukai makanan manis, lebih suka yang rasanya gurih apalagi pedas. Beberapa makanan di Jawa, termasuk Jogja, ada yang masih kemanisan buat lidah saya. Tapi teteeuuupp ... saya masih bisa lahap kalau urusan makan hehehe.
Ada satu menu yang bikin saya penasaran, yaitu oseng-oseng mercon. Beberapa kali saya melihat menu yang satu ini. Baik melalui beberapa teman yang upload atau melihat melalui tayangan televisi. Membayangkan rasa pedasnya saja sudah mampu bikin saya penasaran ingin mencoba. Tapi, kapan ke Jogjanya? Jauh aja, uy! Bisa aja, sih, coba masak sendiri. Apalagi resep oseng-oseng mercon sudah bisa dengan mudah dicari di dunia maya. Tapi, saya maunya makan yang udah jadi. Malas kalau masak sendiri.
Ketika sedang jalan-jalan ke Bandung, saya melihat salah satu resto di daerah Dago yang bernama Angkringan Dago. Kata 'angkringan' langsung mengingatkan saya dengan Jogja. Apakah di sana menjual menu masakan ala angkringan Jogja? Saat itu saya tidak tahu.
Setelah beberapa kali gagal mampir setiap kali ke Bandung, akhirnya saya datang juga ke Angkringan Dago. Hanya berdua dengan Nai naik angkot. Suami sedang ada kegiatan dengan Wanadri dan Keke memilih bermain bersama keluarga. Tidak sulit mencari lokasi Angkringan Dago. Masih di sekitar Dago bawah, di pinggir jalan besar.
Ice Tea Lychee Fruit, IDR16K
Es Cincau Hijau, IDR14K
Dalam bayangan saya, suasana di dalam akan seperti angkringan di Jogja. Menikmati makanan sambil lesehan. Ternyata tidak. Angkringan Dago konsepnya lebih mirip cafe pada umumnya. Tidak ada yang namanya duduk lesehan. Yang ada adalah meja dan kursi seperti umumnya resto atau cafe.
Iyess! Makanan yang saya inginkan ada di sana. Apalagi kalau bukan oseng-oseng mercon. Saya juga pesan nasi bakar komplit. Dan, satu lagi yang bikin saya melonjak kegirangan adalah ada menu tutut! Yipppiiee! Nai memilih sop buntut kuah. Untuk minumnya, Nai memilih ice tea lychee fruit dan saya memilih es cincau hijau.
Sup Buntut Kuah, IDR38K
Tutut Bakar, IDR16K
Dari beberapa menu makanan yang kami pilih, Nasi Bakar Komplit yang paling enak. Hmm .... sop buntutnya juga enak, sih. Tapi karena saya jarang makan nasi bakar dibanding sop buntut, jadi yang langsung kena di hati itu adalah nasi bakarnya. Untuk oseng-oseng mercon sebetulnya enak tapi sayangnya terlalu manis di lidah saya. Udah coba dibantu dengan nasi, masih tetap terasa kemanisan. Kalau aja, gak terlalu kemanisan kayaknya saya bakal order 1 porsi lagi untuk dibawa pulang. Tutut bakarnya juga enak, tuh.
Untuk minumannya, Nai memang gak salah memilih Ice Tea Lychee Fruit. Segaaarr ... Cincau hijaunya juga enak. Tapi, saya lebih suka dengan cincau hijau yang diberi sirup merah. Sayangnya di sana dikasihnya gula merah. Tapi, buat penggemar cincau hijau, tetep aja kalau ke sana lagi kayaknya saya bakal order hehehe.
Nasi Bakar Komplit IDR25K
Saya masih penasaran dengan beberapa menu di sana. Sepertinya akan kembali lagi. Kunjungan pertama, cukup puas, sih. Karena semua menu favorit saya ada (tutut dan cincau hijau). Menu yang saya ingin coba pun ada, yaitu oseng-oseng mercon.
Hmmm ... Kapan, ya, saya ke Bandung lagi? :)
Kopi Angkringan Dago
Kopi Angkringan Dago
0 komentar:
Posting Komentar